“Jadi, iman timbul dari pendengaran,
dan pendengaran oleh firman Kristus.”
(Rm. 10:17)
“Tetapi hendaklah kamu
menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian
kamu menipu diri sendiri.”
(Yak. 1:22)
Sebagai orang Kristen, kita
tentu percaya bahwa Alkitab adalah firman Tuhan yang merupakan satu-satunya
standar kebenaran bagi iman dan praktik hidup Kristen. Kepercayaan kita ini
tentu disertai dengan kehausan mendengar firman Tuhan yang menimbulkan iman
(Rm. 10:17). Apakah cukup haus saja? TIDAK. Yakobus menambahkan, “setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi
lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah”
(Yak. 1:19) Kata cepat di ayat ini TIDAK menunjukkan waktu (cepat atau lambat),
tetapi menunjukkan suatu kesiapan. Kesiapan ini di sini berbicara mengenai
kerelaan hati untuk mendengar firman Tuhan yang mengajar, mengoreksi, dan
menghibur kita. Kerelaan hati di sini tentu berkaitan erat dengan kerendahan
hati. Seorang yang rendah hati akan “mudah” mendengar firman Tuhan, meskipun
firman Tuhan itu menegur dirinya. Contoh, setelah berzinah dengan Batsyeba dan
membunuh Uria, suami Batsyeba, raja Daud ditegur nabi Natan (2Sam. 12:1-12),
lalu bagaimana reaksi Daud? Marahkah dia? TIDAK. Alkitab mencatat pengakuan
yang jujur dari seorang raja yang takut akan Tuhan dan rendah hati, “Aku sudah berdosa kepada TUHAN.” (2Sam.
12:13)
Namun, fakta hari ini adalah
banyak orang Kristen TIDAK suka mendengarkan firman Tuhan (khususnya pengajaran
dan teguran), lalu menggantikan berita firman Tuhan dengan berita mimbar yang
mengajarkan hal-hal yang mengenakkan telinga (2Tim. 4:3-4), seperti: ikut Tuhan
pasti kaya, sukses, sehat, bahkan tidak pernah digigit nyamuk, dll. Mengapa?
Karena hati mereka telah dikuasai (dan dibutakan) oleh ilah zaman ini (2Kor.
4:4). Lebih tajam lagi, sebenarnya yang mereka sembah selama ini bukan Allah,
namun: kelebihan diri (tampan atau cantik), kebaikan diri, uang, jabatan, dll,
sehingga tidak heran, ketika firman Tuhan menegur mereka, mereka langsung ngambek. Makin orang itu ngambek, makin terlihat bahwa selama ini
yang mereka sembah BUKAN Allah Tritunggal, tetapi ilah-ilah lain.
Pertanyaan selanjutnya,
cukupkah kita menjadi pendengar firman Tuhan saja? TIDAK. Karena fakta
menunjukkan ada beberapa orang Kristen yang rajin mendengarkan firman Tuhan
baik melalui khotbah mimbar di setiap kebaktian gereja maupun melalui seminar, rekaman
MP3, DVD, dll, namun mereka makin sombong dan sok tahu. Ketika firman menegur
mereka, mereka dengan yakin mengatakan, “Ya, saya tahu” atau “Ya, saya
mengerti”, namun di kesempatan berikutnya, mereka mengulangi kesalahan mereka
(tanpa merasa bersalah). Mereka lebih mudah percaya dengan teman-teman yang
bukan orang percaya, ketimbang mendengarkan firman Tuhan dan teguran dari
saudara seiman. Dengan kata lain, makin mendengarkan firman Tuhan, hidup mereka
tidak diubah. Mengapa demikian? Karena hati
mereka tidak murni. Hati manusia yang sudah tidak murni mengakibatkan sikap
mereka juga tidak murni, sehingga tidak heran, makin mereka mengisi rasio
mereka dengan pendengaran firman, hati mereka tetap kering dan hidup mereka
tetap tidak menunjukkan adanya perubahan signifikan.
Hati yang tidak murni
mengakibatkan mereka:
Pertama,
meragukan firman Tuhan. Sikap meragukan firman Tuhan bukan hanya sekadar sikap
akademis yang meragukan ketidakbersalahan Alkitab, namun juga menyangkut sikap
praktis. Beberapa orang Kristen khususnya yang mengamini ketidakbersalahan
Alkitab, namun faktanya mereka secara praktik meragukan kebenaran firman Tuhan.
Bagi mereka, Alkitab terlalu ideal untuk dijalankan.
Kedua, bersikukuh
pada pandangan sendiri. Orang yang di titik pertama secara praktis meragukan
firman Tuhan tentu akan mengambil sikap bahwa firman Tuhan tidak bisa
diaplikasikan, sehingga ia akan memiliki pandangannya sendiri dan yang lebih
fatal, ia bersikukuh (ngotot) dengan
pandangannya tersebut. Ia telah, sedang, dan akan menggantikan otoritas firman
Tuhan dengan otoritasnya sendiri, meskipun secara perkataan, ia mengamini bahwa
Alkitab itu tidak bersalah. Misalnya, Alkitab mengajar kita bahwa Allah itu
berdaulat atas segala sesuatu, sehingga kita harus mengaitkan segala sesuatu
dengan kehendak Tuhan, orang seperti ini biasanya mengerti firman Tuhan ini,
namun secara praktik, ia mengerti kedaulatan dan kehendak-Nya itu sebatas apa yang
cocok dengan dirinya. Yang lebih parah lagi, apa pun yang dia lakukan dikaitkan
dengan kehendak Tuhan (memakai istilah-istilah “rohani”), padahal mungkin
sekali sikapnya itu diizinkan Tuhan agar orang tersebut sadar bahwa sikapnya
keliru (refleksi dari khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong pada Natal Akbar Surabaya
2010 pada tanggal 11 Desember). Makin mendengarkan firman, ia makin berdosa,
karena ia menafsirkan apa yang tidak diajarkan Alkitab!
Jika demikian, apa yang harus
kita lakukan? Sebagai pengikut Kristus, kita harus siap mendengar firman dan
siap juga untuk menjalankannya, karena jika tidak demikian, kita menipu diri
sendiri seperti seorang yang setelah mengamati mukanya di depan cermin,
kemudian lupa bagaimana wajahnya tersebut (Yak. 1:22-24). Namun harus disadari
bahwa TIDAK MUDAH untuk menjalankan firman Tuhan, karena saya menyadari bahwa
terlalu banyak godaan yang membuat kita tidak menaati firman dan saya juga
terus bergumul untuk menjalankan firman Tuhan. TIDAK MUDAH menjalankan firman
Tuhan TIDAK berarti TIDAK BISA menjalankannya, karena ketika kita mengatakan
TIDAK BISA, itu berarti kita tidak ingin menjalankannya. Namun tatkala kita
berkata bahwa kita TIDAK MUDAH menjalankan firman, itu berarti kita bisa
menjalankan firman meskipun itu sulit dan hal tersebut dimampukan melalui kuasa
Roh Kudus. Dengan kata lain, ada PROSES yang harus kita jalani dan tentunya
KOMITMEN dari diri kita untuk menjalankan firman Tuhan. Proses dan komitmen ini
memampukan kita untuk mengintegrasikan antara mendengar dan melakukan firman:
Pertama,
menyerahkan hati kita secara tulus kepada Tuhan. Kita harus menyadari bahwa
problema tidak menaati firman adalah problema hati, sehingga alangkah bijaknya
kita pertama kali berkomitmen menyerahkan hati kita secara tulus kepada Tuhan
untuk dikoreksi-Nya.
Kedua,
setelah
mendengar firman, langsung berkomitmen menjalankannya. Orang yang hatinya sudah
dimurnikan oleh Allah mengakibatkan ia akan memiliki komitmen yang kudus dan
setia menjalankan firman-Nya setelah mendengar firman-Nya. Misalnya, jika
firman mengajarnya untuk tidak berzinah, ia akan menyimpan itu di dalam hatinya
dan kemudian langsung berkomitmen menjalankannya, bukan malahan mencari-cari
alasan untuk tidak taat.
Ketiga, mau
ditegur oleh saudara seiman dan berkomitmen untuk berubah. Meskipun kita telah
berkomitmen, godaan entah dari dunia atau diri kita membawa kita untuk tidak
menaati firman. Oleh karena itu, kita memerlukan saudara-saudara seiman kita yang
lebih dewasa untuk menegur dan mengingatkan kita. Orang yang anti teguran membuktikan
bahwa orang itu sombong dan sok tahu, lalu menganggap diri sendiri sebagai
“Allah” yang tidak mungkin bersalah sedikitpun. Berhati-hatilah terhadap hal
ini. Setelah ditegur, apa yang harus kita lakukan? Ada orang yang cepat
mengerti dan menerima teguran dari orang lain, namun sayang ia kembali
mengulangi kesalahan yang sudah ditegur orang lain tersebut (istilahnya:
setelah tobat, kemudian kumat). Di sini, kita perlu belajar untuk BERKOMITMEN
untuk mau ditegur jika salah dan setelah itu berubah.
Keempat,
berkomitmen untuk hidup berintegritas. Setelah mendengar firman, ditegur oleh
saudara seiman, maka kita belajar BERKOMITMEN untuk menjalankan apa yang telah
kita percayai dan ketahui dengan sebisa mungkin konsisten, tegas, tidak gila
hormat, dan tidak bermuka dua (alias tidak munafik). Itulah tanda hidup
berintegritas seperti yang dituturkan oleh Maimunah Natasha, Direktur Eksekutif
Nasional dari Haggai Institute di Indonesia, “Pribadi yang berintegritas adalah
seorang pribadi yang hidup tanpa menggunakan kedok dalam hidupnya. Ia akan
bertindak sesuai dengan ucapan yang dipikirkan, akan sama di depan dan di
belakangnya. Ia akan konsisten antara apa yang diimani dan perilakunya, antara
sikap dan tindakan, antara nilai hidup yang dianut dengan hidup yang
dijalankan. Ia adalah seorang yang matang, tidak kompromi, dan menolak
pengakuan untuk dirinya sendiri.”
Bagaimana dengan kita? Maukah
kita hari ini berkomitmen menjalankan firman Tuhan, meskipun itu sulit? Maukah
kita dipimpin Roh Kudus untuk bisa konsisten menjalankan firman Tuhan? Amin.
Soli Deo Gloria.
oleh:
Denny Teguh Sutandio
0 komentar:
Posto një koment