Dengan mengucapkan “Aku percaya …”, berarti sebagai orang yang beriman atau percaya kepada Allah harus berani menyatakan pengakuannya di hadapan orang lain, Mazmur 118:6, TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?. Sebab belum tentu orang lain juga mengakui Allah yang sama seperti yang disembah oleh orang Kristen.
Beriman kepada Allah berarti menundukkan seluruh pikiran dan kehendakNya kepada Allah. Abraham bersedia meninggalkan Ur-Kasdim menuju tempat yang akan ditunjukkan oleh Tuhan karena percaya kepada kehendak Allah sendiri (Kejadian 12). Dalam peristiwa ini, Abaraham tidak lagi mengandalkan kehendak dan pikirannya sebagai manusia, tetapi sepenuhnya mengandalkan kehendak dan rencana Allah sendiri. Karena imannya kepada Allah yang begitu besar maka Abraham tidak hanya menjadi orang yang beriman atau orang yang percaya, tetapi juga akhirnya menjadi Bapa bagi orang percaya. Demikian juga dengan kisah Rut, wanita dari bangsa
Manusia setiap hari melihat kenyataan yang sulit dimengerti, yaitu adanya siklus kehidupan yang berkisar sekitar kelahiran dan kematian. Dua peristiwa ini dirasakan sangat bertolak belakang dan manusia hidup di antaranya. Kelahiran seorang anak manusia umunya disambut dengan sukacita, sebaliknya peristiwa kematian seorang manusia dirasakan menyedihkan, menyakitkan hati dan juga dianggap sebagai peristiwa yang tidak masuk akal serta mengerikan.
Oleh sebab itu dirasakan dan dianggap sebagai sesuatu yang berharga. Manusia ingin menikmati hidupnya dengan kebahagiaan. Maka dalam diri manusia selalu timbul kerinduan untuk mempertahankan hidupnya dengan segala cara. Salah satu cara yang dilakukan adalah menciptakan hubungan yang baik dan selaras dengan sesama dan lingkungan. Bahkan juga dengan dunia yang berada di luar jangkauan akal budinya, atau sering disebut sebagai dunia akodrati.
Bersamaan dengan itu pula manusia mulai bertanya-tanya, “Apa arti dan tujuan hidup ini ? Mungkinkah kebahagiaan bisa terwujud ? Masih banyak pertanyaan yang bisa diajukan. Demikian juga jawabannya bisa beragam. Hanya saja dari sekian banyak jawaban ternyata tidak ada yang bisa memuaskan hati dan kerinduan manusia. Akhirnya manusia cenderung mengakui adanya Yang Mahakuasa, yang disebut sebagai Tuhan. Kepada-Nya manusia berusaha mempercayakan seluruh perjalanan hidupnya .
Meskipun demikian tidak berarti manusia sudah puas dan berhenti bertanya. Bahkan sekarang muncul pertanyaan baru, yaitu, “Siapakah Dia itu? Apa pula maksud dan rencanaNya sehingga menciptakan alam semesta dan manusia? Kalau memang Dia yang menciptakan segala-galanya, mengapa dalam kenyataan harus ada siklus kehidupan dalam hidup manusia ? Bahkan juga ada yang mulai berpikir, apakah percaya kepada Allah itu bisa dipertanggungjawabkan?
Munculnya pertanyaan seperti itu dari manusia tidak lain karena manusia itu sendiri yang tidak bisa dilepaskan dari kodratnya. Manusia, menurut kodratnya memang merupakan makhluk yang selalu merenungkan kebenaran adanya Illahi. Di samping itu kemajuan iptek telah mendorong manusia berpikir secara rasional. Segala sesuatu yang tidak masuk akal akan diragukan kebenarannya.
Sebagai makhluk manusia yang mempunyai akal. Ini menunjukkan bahwa manusia manusia bukan sekedar makhluk yang kedudukannya sama dengan makhluk lain. Dengan akalnya manusia bisa berpikir dan merenungkan tujuan hidupnya, lihat .Mazmur 8. Sebagai makhluk yang berakal,manusia mempunyai cita-cita, rencana dan juga memikirkan tujuannya. Hanya saja tidak semua yang dipikirkan, dicita-citakan dapat dijawab dan terpenuhi. Tidak aneh kalau pada akhirnya ada yang beranggapan bahwa hidup ini sebagai misteri.
tetapi Aku sudah mendengar juga erang orang
Sebagai yang esa, Allah juga Allah yang hidup. Dalam Keluaran 3:6, Allah berkenan menyapa Musa, “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Iskhak dan Allah Yakub”. Di sini Allah berkenan menyatakan kepada Musa bahwa sebagai Allah yang hidup selalu akan melakukan kehendakNya tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat. Meskipun demikian Allah, manusia patut menaruh rasa hormat, pakering dhateng Gusti.
Lebih jauh lagi Allah berkenan menyatakan namaNya yang kudus. Kepada Musa Allah telah berfirman, “AKU ADALAH AKU” (Keluaran 3:13-15).
Menurut kepercayaan bangsa-bangsa Timur Tengah kuno, nama mengungkapkan hakekat seseorang, identitas pribadi dan juga menyangkut hidup dan matinya seseorang, identitas pribadi dan juga menyangkut hidup dan matinya seseorang. Oleh sebab itu tidak kepada setiap orang seseorang menyatakan namanya, kecuali pada orang terdekat atau orang yang dipercaya. Khawatir kalau orang yang mengetahui namanya itu akan mengetahui juga kelemahannya, sehingga ia akan mudah dikalahkan. Dengan memperkenalkan namaNya, berarti Allah berkenan menyatakan dirinNya, kehadiranNya dan kesetianNya kepada manusia.
Mengingat kehadiran Allah yang penuh dengan rahasia dan kemuliaanNya, manusia menjadi sadar akan kehinaannya. Ketika Musa berdiri di depan Allah, harus menanggalkan kasutnya dan menutupi mukanya, demikian juga dengan nabi Yesaya yang harus mengakui kehinaannya dengan berseru, “Celakalah aku, aku binasa. Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam”. (Yesaya 6:5).
KehadiranNya juga menunjukkan bahwa Allah tidak hanya bersemayam di tempat yang jauh.
“Mazmur 119:160. Dasar firman-Mu adalah kebenaran dan segala hukum-hukum-Mu yang adil adalah untuk selama-lamanya.
II Samuel 7:28. Oleh sebab itu, ya Tuhan ALLAH, Engkaulah Allah dan segala firman-Mulah kebenaran; Engkau telah menjanjikan perkara yang baik ini kepada hamba-Mu. “
Dengan perantaraan firman dan kehendakNya, Allah berkenan mengatur dan mengarahkan hidp manusia. Karena Allah selalu menepati firmanNya. Dengan beriman kepada Allah telah mendorong manusia supaya senantiasa berpaling kepadaNya. Sebab Dia adalah awal mula dan tujuan akhir manusia.
Selanjutnya Allah senantiasa menawarkan dan menyatakan diriNya kepada manusia. Tawaran ini mempunyai arti bahwa Allah pada dasarnya menghendaki agar manusia mau mempersekutukan diri dengan Allah. Tidak berarti bahwa ada persamaan antara Allah dengan manusia. Allah tetap Allah dan manusia tetap manusia. Tetapi sekaligus Allah bersekutu dengan manusia dan manusia bersekutu dengan Allah. Dengan ungkapan lain, Allah yang transenden atau yang melampaui segala sesuatu menjadi Allah yang imanen atau Allah yang hadir.
Allah yang disembah orang Kristen adalah Allah yang hidup dan yang senantiasa menyatakan kehadiranNya. Sebagai Allah yang hidup, ia juga menyapa manusia dalam bahasa manusia. FirmanNya yang disampaikan kepada manusia dalam bahasa manusia “dikumpulkan” dalam Alkitab. Melalui apa yang sudah tertulis dalam Alkitab, Allah bermaksud menyatakan DiriNya seutuhnya, Ibrani 1:1-3, Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, 1:2 maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.
1:3 Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi.
Oleh sebab itu Alkitab bukan sekedar sebuah buku yang hendak memuat kisah tentang asal-usul manusia dan makhluk hidup yang lain. Tetapi melalui firmanNya manusia diharapkan mendapatkan kekuatan, penghiburan dan inspirasi yang bermanfaat bagi hidupnya sehari-hari.
Sebagai Firman Allah yang telah dinyatakan dalam bahasa manusia, tidak berarti bahwa Alkitab merupakan wahyu yang langsung diberikan kepada orang tertentu, dalam hal ini para nabi. Alkitab lebih merupakan kesaksian iman umat Allah tentang iman yang sejati dan yang benar. Melalui kesaksiannya umat Allah – termasuk para penulis Alkitab – ingin menyatakan bahwa Allah telah berkarya sejak kekal. Maksud dan tujuan karyaNya tidak lain untuk keselamatan manusia.
Agama-agama lain, selain agama Kristen, pada umumnya memandang kitab sucinya sebagai wahyu yang langsung diturunkan oleh Allah kepada manusia melalui utusanNya. Sehingga apa yang tertulis dalam kitab suci juga dianggap sebagai sesuatu yang suci dan tidak boleh dirubah.
Sedangkan ilham adalah petunjuk, ajaran, pesan perintah Allah untuk orang yang menerima dan bukan untuk orang banyak. Tidak demikian wahyu menurut iman Kristen, wahyu leebih dekat dengan pengertian, pengalaman orang tertentu yang dipahami sebagai campur tangan Tuhan sendiri. Tuhan yang membuka kekhendakNya kepada manusia.
0 komentar:
Posto një koment