Problematika
mengenai jodoh atau pasangan hidup bukanlah perkara mudah untuk dipecahkan. Ada
banyak kasus orang yang sudah menikah dan berpikir bahwa pasangannya adalah
pasangan hidupnya, tetapi akhirnya bercerai juga dengan alasan tidak cocok.
Mengapa tidak cocok? Mengapa pada saat mengenal dan berpacaran, mereka tidak
saling mengenal sungguh-sungguh? Ada banyak jawaban untuk pertanyaan ini, salah
satunya, yaitu: kalau waktu berpacaran, kebiasaan negatif tidak ditunjukkan,
sedangkan waktu menikah, segala sesuatunya tampak nyata. Ketidakcocokan yang
terjadi ini sering kali mengakibatkan seseorang frustasi lalu mengatakan bahwa
jodohnya dahulu bukan dari Tuhan. Benarkah jodoh di tangan Tuhan ataukah di
tangan manusia mutlak ataukah dua-duanya? Ada beragam pandangan mengenai hal
ini yang disertai dengan presuposisi dan akibat konsep-konsep tersebut. Selanjutnya,
kita akan mengkritisinya dari perspektif Alkitab dan menunjukkan bahwa pasangan
hidup itu sebenarnya dipimpin oleh Allah dan tetap dipertanggungjawabkan oleh
manusia.
JODOH DI TANGAN TUHAN
Pertama, jodoh di tangan Tuhan. Ada orang Kristen yang berpandangan
bahwa jodoh di tangan Tuhan.
Presuposisi
Apa yang
melatarbelakangi pemikiran ini? Konsep ini didasari oleh pemikiran theologi
Reformed bahwa apa pun di dunia ada dalam pemeliharaan (providensia) Allah.
Allah adalah Allah yang memelihara segala sesuatu. Itulah wujud kedaulatan
Allah. Jika Ia berdaulat atas segala sesuatu, mengapa untuk masalah jodoh
dikecualikan dari kedaulatan Allah? Meskipun ajaran ini benar, tetapi penganut
konsep pertama ini mengekstremkannya. Jika ditelusuri, konsep ini mirip dengan
pandangan Hiper-Calvinisme (http://en.wikipedia.org/wiki/Hyper-Calvinism) yang
meniadakan konsep tanggung jawab manusia dan terlalu menekankan kedaulatan
Allah. Tidak heran, juga seorang Hiper-Calvinis tulen akan “konsisten”
menjalankan konsepnya baik di dalam doktrin maupun aplikasi hidup, meskipun
bertentangan dengan ajaran Alkitab. Seorang Hiper-Calvinis yang tidak
mempercayai tanggung jawab manusia akan malas memberitakan Injil (karena bagi
mereka sudah ada predestinasi dari Allah, buat apa memberitakan Injil) dan juga
malas mencari pasangan hidup sendiri.
Presuposisi kedua
yang melatarbelakangi konsep ini adalah
konsep “cuek.” Ini yang lebih parah. Orang yang mengatakan bahwa jodoh di
tangan Tuhan dilatarbelakangi oleh kecuekan dirinya memikirkan tentang pasangan
hidup. Artinya, mereka malas mencari sendiri pasangan hidup, lalu menyerahkan
tanggung jawabnya ini kepada Tuhan Allah.
Akibat dan Analisa Theologis (dan Filosofis)
Lalu, apa akibat
konsep ini? Konsep ini mengakibatkan seseorang di titik pertama tidak
bertanggungjawab mencari pasangan hidupnya yang beres sesuai kriteria Alkitab.
Kalau orang ini seorang cowok, ia akan menunggu sampai cewek itu yang memberi
respons kepada si cowok. Setelah bertemu dengan pasangan hidup yang cocok
tersebut, orang ini berpacaran dan menikah, karena ia menganggap itu adalah
jodohnya. Tetapi sayangnya, setelah menikah beberapa bulan bahkan tahun, mereka
bercerai, lalu dengan mudahnya mengatakan bahwa pasangannya dahulu bukan
jodohnya. Kemudian, ia akan marah kepada Tuhan dan menyalahkan-Nya. Logika ini
sungguh lucu. Jadi, para penganut konsep ini hendak mengatakan bahwa jodohnya
itu mutlak di tangan Tuhan (dan manusia tidak bertanggungjawab sama sekali),
lalu setelah mereka bertemu dengan jodohnya, namun tidak cocok bahkan bercerai,
yang disalahkan adalah Allah! Padahal Alkitab mengajarkan kita untuk mencari
pasangan hidup yang seiman dan sepadan.
JODOH DI TANGAN MANUSIA
Kedua, jodoh di tangan manusia. Ini adalah satu konsep yang
melawan konsep pertama. Dengan kata lain, orang yang memegang konsep ini
sebenarnya sedang berpikir either…or
(kalau tidak ini, ya yang satunya).
Presuposisi
Apa yang
melatarbelakangi konsep ini? Konsep ini didasari oleh suatu kehendak diri yang
ingin meniadakan Allah di dalam masalah pasangan hidup. Orang yang memegang
konsep ini adalah orang yang berpikir bahwa Allah tidak ada hubungannya sama
sekali dengan masalah pasangan hidup, lalu ia mengatakan bahwa biarlah ia
sendiri yang bertanggungjawab mencari pasangan hidup. Konsep ini sebenarnya
mirip dengan konsep dualisme iman-ilmu yang memisahkan secara tajam antara iman
Kristen dan integrasinya di dalam kehidupan sehari-hari. Bagi para dualis ini,
Allah tidak ada hubungannya dengan kehidupan mereka sehari-hari dan Ia hanya
ada (berkuasa) di lingkungan gereja saja.
Lebih celakanya,
ada yang mengatakan bahwa manusia bertanggungjawab mencari dan memilih pasangan
hidup, nanti Tuhan tinggal merestuinya. Orang ini mengatakan bahwa pada saat
memilih pasangan hidup ini pun ada di dalam pemeliharaan Allah. Benarkah konsep
ini? Bukankah konsep ini hendak menurunkan derajat Allah hanya sebagai Pribadi
yang melegitimasi apa yang kita pilih atau lebih ekstremnya hendak mengatakan
Allah sebagai pembantu kita? Konsep ini tidak ada bedanya dengan konsep
beberapa (atau bahkan banyak) ajaran Karismatik yang mengajarkan bahwa kita
minta apa saja, Tuhan tinggal dan pasti mengabulkan. Lebih tajam lagi, ini
adalah konsep Arminian yang menekankan tanggung jawab manusia melebihi
kedaulatan Allah. Bagi seorang Arminian, dirinya bertobat, meskipun adalah
anugerah Allah, tetap adalah jasa manusia. Bagi seorang Arminian juga,
keselamatan bisa hilang, karena orang “Kristen” murtad dan Allah tidak berdaya
apa pun. Sungguh mengasihankan “Allah” seperti ini, “Allah” yang kalah dengan
kehebatan manusia.
Terakhir, lebih
celaka lagi, jika konsep ini diajarkan oleh orangtua yang mengklaim diri
“Kristen” kepada anak-anak mereka di dalam memilih jodoh. Artinya, orangtua
“Kristen” bisa mengajar atau bahkan menyetujui konsep bahwa jodoh di tangan
manusia, karena di titik pertama, mereka hendak mematok standar tertentu bagi
calon pasangan anaknya. Memang baik (Pdt. Sutjipto Subeno pernah mengatakan
bahwa baik belum tentu benar) jika ada orangtua yang menetapkan (lebih tepatnya:
memberikan saran/menyarankan) kriteria-kriteria yang baik bagi pasangan anak
mereka, tetapi penetapan itu BUKANlah penetapan mutlak seperti penetapan
Allah! Barangsiapa yang memutlakkan standar tertentu, ia hendak menyamakan
dirinya dengan Allah, dan itu adalah dosa. Mengapa? Karena dosa bukan
dimengerti secara fenomena, misalnya: membunuh, mencuri, dll, tetapi dosa
adalah melawan Allah atau lebih tepatnya mengutip perkataan Rev. Prof.
Cornelius Van Til, Ph.D. di dalam bukunya The
Defense of the Faith (1955), dosa adalah inisiatif manusia menggantikan
standar nilai Allah dengan standar nilai diri mereka yang berdosa untuk
menafsirkan segala sesuatu. (hlm. 15) Jika ada orangtua “Kristen” (apalagi
mengaku “Reformed”—lebih tepatnya, bukan Reformed sejati, tetapi aktif ikut
kebaktian di gereja Reformed saja) lalu dengan cepat menyetujui konsep bahwa
jodoh itu di tangan manusia, berhati-hatilah! Jika mereka sampai menyetujui
konsep ini dengan cepat (tanpa pikir panjang), dapat dipastikan bahwa mereka
sebenarnya hendak membuang standar Allah dan menetapkan standar orangtua secara
mutlak bagi pasangan anak mereka, meskipun ada yang secara mulut (bahasa
Jawanya: mbasahi lambe—tanda orang
yang tidak pernah tulus jika berkata apa pun) mengakui partisipasi Tuhan di
dalamnya. Itulah dosa!
Akibat dan Analisa Theologis (dan Filosofis)
Lalu, apa
akibatnya?
Pertama, orang yang
memegang konsep ini secara konsisten akan memilih pasangan hidupnya sendiri
yang diklaim “sesuai prinsip Alkitab”, tetapi sayangnya tidak meminta pimpinan
Tuhan di dalamnya. Mengapa? Karena orang ini akan takut dan kuatir (bahkan
mungkin saja bisa marah) jika sampai Allah mengatakan TIDAK atas pilihannya.
Sebenarnya, problem utama penganut konsep ini adalah orang ini tidak mau
diganggu (bahkan oleh Allah sendiri) ketika memilih pasangan hidup. Jika si
cowok mengatakan bahwa dirinya cocok dengan seorang cewek dan begitu juga
sebaliknya, mereka akan langsung berpacaran dan menikah. Padahal mungkin sekali
di mata Allah, mereka tidak cocok secara esensi, karena apa yang kita pandang
dan anggap baik, belum tentu dipandang dan dianggap baik dan benar oleh Allah!
Kedua, orang lain
(dalam hal ini, khususnya orangtua) ikut menentukan standar memilih
pasangan hidup. Karena memegang dengan teguh konsep bahwa jodoh di tangan
manusia, ada beberapa orangtua “Kristen” yang ikut-ikutan menentukan
jodoh/pasangan hidup anaknya. Ketika disebut seperti ini, spontan saja,
orangtua “Kristen” ini tidak mau dikatakan “menentukan” pasangan hidup anaknya,
tetapi “menyarankan.” Jika mau ditelusuri lebih tajam, apa bedanya
“menyarankan” dengan “menentukan/memaksa”? Dua kata ini jelas berbeda, tetapi
berusaha dikaburkan oleh orang postmodern ini. “Menyarankan” berarti orangtua
“Kristen” ini hanya memberi saran yang baik kepada anaknya tentang kriteria
pasangan hidup yang berkaitan dengan pandangan-pandangan umum (respons
manusia berdosa terhadap wahyu umum Allah yang berupa: kebudayaan dan
ilmu/sains). Hasil akhirnya BUKAN lagi ada pada orangtua ini, tetapi pada kebebasan
anaknya yang bertanggungjawab untuk memilih atau menolak beberapa atau
semua konsep orangtuanya sesuai dengan prinsip respons manusia terhadap
wahyu umum Allah dan wahyu khusus Allah, yaitu: ALKITAB! Sedangkan
“menentukan/memaksa” berarti orangtua bukan hanya memberi saran, tetapi ikut
menilai calon pasangan hidup anaknya, meskipun penilaian ini pun kadang-kadang
sangat fenomenal dan tidak bertanggungjawab sama sekali. Misalnya, ada orangtua
“Kristen” bahkan mengaku diri “Reformed” (padahal sih, cuma aktif ikut kebaktian
di gereja Reformed) tetapi masih mempercayai shio sebagai standar
menentukan/memaksa anaknya dalam memilih pasangan hidupnya (meskipun katanya,
ini hanya lelucon, tetapi bagi saya, ini adalah lelucon yang tidak berarti sama
sekali). Contoh, ketika sang anak mengetahui bahwa pasangan hidupnya shio kuda,
maka dengan cepat, sang orangtua ini mengatakan bahwa orang yang shionya kuda
itu keras, dll. Bukankah ini adalah suatu kelucuan yang tidak masuk akal,
bodoh, dan menghina Allah sendiri ketika ada orang (bahkan menyebut diri
“Kristen”) yang mengukur orang lain dari shio yang dilambangkan dengan
binatang?! Jika ada orangtua “Kristen” yang sampai menentukan pasangan hidup
bagi anaknya, biarlah dirinya sendirilah yang menikah, bukan anaknya!
JODOH: DIPIMPIN TUHAN DAN DIPERTANGGUNGJAWABKAN OLEH MANUSIA
Jika konsep pertama
dan kedua adalah konsep yang tidak menyeluruh dan tidak seimbang, maka
bagaimana pandangan Alkitab yang konsisten sesuai dengan theologi Reformed
tentang jodoh? Benarkah jodoh itu mutlak di tangan Tuhan atau mutlak merupakan
tanggung jawab manusia? Secara konsisten dengan Alkitab dalam perspektif
theologi Reformed yang seimbang dan menyeluruh, maka konsep yang benar mengenai
jodoh bahwa jodoh itu dipimpin oleh Tuhan dan tetap dipertanggungjawabkan oleh
manusia.
Presuposisi
Apa dasar pikir
dari konsep terakhir ini? Konsep ini didasarkan pada berita Alkitab mengenai
penciptaan manusia. Mari kita analisa secara cermat. Setelah menciptakan segala
sesuatunya selama 5 hari, maka Allah menciptakan manusia di hari ke-6 (Kej.
1:26-27). Di situ, dengan jelas, Allah berfirman bahwa manusia diciptakan
menurut gambar-Nya. Lalu, Allah memberkati ciptaan itu dan menyebutnya sungguh
amat baik (Kej. 1:31). Kemudian, Ia menyadari bahwa tidak baik kalau manusia itu
seorang diri saja, maka Ia akan menjadikan seorang penolong yang sepadan dengan
dia—Adam (Kej. 2:18). Ayat ini dilanjutkan dengan ayat 19 yang mengatakan bahwa
Allah membawa semua binatang hutan dan burung kepada manusia untuk melihat,
lalu Adam memberi nama kepada semua binatang. Setelah mengamat-amati ciptaan
Tuhan (binatang) itu, maka Adam menyadari bahwa tidak ada penolong yang sepadan
dengan dia, maka di ayat 21, Allah menciptakan Hawa sebagai penolong yang
sepadan dengan Adam. Dari kisah ini, apa yang bisa kita pelajari? Ada yang
menafsirkan bahwa kisah ini merupakan bukti bahwa jodoh merupakan tanggung
jawab manusia. Konsep ini diajarkan karena si penafsir hanya membaca ayat
19-20. Meskipun tidak sepenuhnya salah, konsep ini tetap kurang tepat. Mari
kita analisa.
Pertama, kisah ini
hendak mengajarkan kepada kita bahwa pria dan wanita adalah sama-sama ciptaan
Allah. Karena merupakan ciptaan Allah, maka tentu saja natur mereka ditentukan
BUKAN oleh mereka sendiri atau ilmu-ilmu yang manusia ciptakan, tetapi oleh
Allah sebagai Pencipta mereka. Sungguh suatu ketidakmasukakalan jika ingin
mengetahui natur manusia dari manusia dan ilmu-ilmu yang diciptakan oleh
manusia berdosa! Allah yang menciptakan mereka adalah Allah yang menetapkan
natur bagi mereka. Allah yang sama juga adalah Allah yang mengerti totalitas
manusia yang diciptakan-Nya, entah itu karakter, dll. Di dalam karya penebusan
dan pengudusan terus-menerus, Allah yang sama, yaitu Roh Kudus yang memurnikan
iman, karakter, dan spiritualitas anak-anak-Nya agar kita makin serupa dengan
Kristus, Kakak Sulung kita. Kembali, Allah ikut terlibat di dalam setiap inci
kehidupan kita. Dari konsep ini, kita bisa belajar bahwa jodoh BUKAN hanya
merupakan tanggung jawab manusia yang lepas dari pimpinan Tuhan! Bagaimana
dengan integrasi keduanya, yaitu kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia?
Kita akan membahasnya di poin kedua.
Kedua, jika kita
membaca dengan jelas Kejadian 2:18-25, kita akan melihat dengan jelas bahwa di
titik pertama, di ayat 18, Allah sudah mengetahui bahwa Adam tidak bisa
hidup sendiri tanpa seorang penolong yang sepadan dengan dia. Allah tentu SUDAH
mengetahui bahwa penolong yang sepadan tentu bukanlah binatang, tumbuhan, dll,
tetapi manusia. Lalu, mengapa di ayat 19-20, Ia membawa binatang kepada manusia
untuk dinamai, lalu manusia mengatakan bahwa itu semua tidak sepadan dengan
dia? Apakah Allah ingin bermain-main dengan manusia? Ataukah Allah tidak tahu
dan spontan “kaget” kalau apa yang dikatakan manusia di ayat 19-20 itu bertolak
belakang dengan rencana-Nya? TIDAK! Allah sudah mengetahui segala sesuatu
karena Ia adalah Allah. Tetapi, Allah yang Mahatahu tidak mematikan tanggung
jawab manusia! Sehingga, meskipun Allah tahu, Ia tetap menuntut
pertanggungjawaban manusia. Saya berani menafsirkan bahwa pertanggungjawaban
manusia sebagai umat pilihan-Nya ini adalah reaksi terhadap anugerah Allah.
Alkitab mengajar dua paradoks ini dan itulah yang dipegang oleh theologi
Reformed yang seimbang dan menyeluruh, meskipun rasio manusia tidak akan pernah
mengerti semuanya secara sempurna. Misalnya, penyaliban Tuhan Yesus itu
merupakan tindakan Allah atau manusia? Jawabannya: Allah dan manusia. Pada waktu pencurahan Roh Kudus di hari
Pentakosta, Rasul Petrus ketika dipenuhi Roh Kudus berkhotbah kepada
orang-orang yang berkumpul di Yerusalem, “Dia
yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu
salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.” (Kis. 2:23)
Di ayat ini, kita mendapatkan gambaran jelas bahwa penyaliban Kristus terjadi
menurut maksud dan rencana-Nya sekaligus tindakan manusia. Tidak ada
pertentangan antara kehendak Allah dan kehendak manusia. Di dalam Alkitab, itu
semua menjadi satu. Dari sini, kita pun belajar juga bahwa seluruh aspek
kehidupan manusia juga ada di dalam rencana Allah yang berdaulat dan tetap
menuntut pertanggungjawaban manusia. Contoh, tentang kebiasaan atau tindakan
buruk yang kita lakukan. Kita sering terlambat mengajar atau pergi kuliah, lalu
jangan memakai dan memberikan alasan kepada anak didik atau dosen bahwa
keterlambatan kita pun ditetapkan oleh Allah! Itu dosa, karena melemparkan
tanggung jawab kita kepada Allah. Memang, Tuhan mengetahui keterlambatan kita
dan mungkin sekali Tuhan mengizinkan hal itu terjadi supaya kita belajar
sesuatu, tetapi tidak berarti, Tuhan yang harus dipersalahkan ketika kita
terlambat. Keterlambatan kita TETAP adalah tanggung jawab kita. Tuhan hanya mengizinkannya
terjadi (tidak berarti Ia menetapkan)!
Kalau kita terapkan
konsep ini di dalam konsep tentang jodoh, maka kita akan mengerti dua hal:
Pertama, Allah memberikan kepada kita pasangan hidup yang tepat.
Sebagai umat pilihan-Nya, kita harus mengetahui bahwa segala sesuatu ada di
dalam rencana kekal Allah yang berdaulat, termasuk jodoh kita pun, karena Ia
yang menciptakan dan memelihara kita, tentulah Ia yang sama mengenal pribadi
kita jauh lebih dalam daripada kita atau orangtua atau siapa pun yang mengenal
kita (mengutip perkataan seorang hamba Tuhan di dalam sebuah acara tanya jawab
di sebuah siaran radio rohani di Surabaya). Karena Ia telah mengenal kita, Ia
akan memberikan kepada kita penolong yang sepadan dengan kita. Penolong yang
sepadan itu adalah penolong yang saling melengkapi kita untuk saling bertumbuh
di dalam Kristus. Saling melengkapi ini TIDAK harus diterjemahkan bahwa
kita harus memberi (altruistik) kepada pasangan kita. Saling melengkapi juga
bisa berarti saling belajar satu sama lain. Mengapa? Karena ketika kita hidup
di dunia tidak ada yang namanya orang sempurna yang hanya bisa memberi, tanpa
mau belajar dari orang lain. Kita semua sebagai anak-anak-Nya harus terus
bertumbuh di dalam Kebenaran Firman menuju ke arah kesempurnaan di dalam
Kristus, Kakak Sulung kita. Perhatikanlah, orang yang terus menekankan (dan
mendengarkan) pengajaran bahwa kita harus saling memberi tanpa mau saling
belajar adalah orang yang sombong dan egois, suka mencari kejelekan dan
kelemahan orang lain, tetapi ketika dirinya ditegur, dia akan memakai segudang
argumentasi (bahkan argumentasi “theologis” dan filosofis) untuk menutupi
kelemahannya. Ya, itulah realitas manusia berdosa: suka melihat kejelekan orang
lain, tetapi tidak suka kejelekannya dinyatakan. Sudah saatnya, orang Kristen
sejati yang beres tidak meniru logika orang dunia yang berdosa, tetapi kembali
kepada Kristus, siap dan rendah hati menerima teguran dari orang lain yang
membangun.
Kedua, Allah memimpin kita di dalam memilih pasangan hidup yang
telah Ia tetapkan. Kembali, setelah kita mengerti bahwa Ia yang mencipta kita
dan Ia akan memberikan kepada kita penolong yang sepadan, lalu, apakah berarti
kita diam saja tidak berbuat apa-apa dalam memilih jodoh? TIDAK! Ingatlah,
kedaulatan Allah tidak meniadakan tanggung jawab manusia. Meskipun Ia telah
mengetahui dengan siapa kita berjodoh, Ia tidak mematikan tanggung jawab
manusia. Malahan Ia berpartisipasi aktif memimpin kita di dalam memilih
pasangan hidup yang telah ditetapkan-Nya. Bukan tugas kita untuk menghakimi
standar penilaian-Nya atas pasangan hidup kita, tetapi yang diperlukan oleh
seorang anak Tuhan sejati adalah percaya dan taat mutlak akan pimpinan Tuhan di
dalamnya. Saya pernah bertanya langsung tentang masalah pasangan hidup ini
kepada Prof. John M. Frame, D.D. melalui Facebook
dan beliau menjawab pertanyaan saya dengan jawaban sebagai berikut:
Certainly God predestines
everything that happens (Eph. 1:11), including who we love and marry. Some
people believe that each of us has a "soulmate," a kind of ideal
marriage partner. I don't know that that is true. Since this is a fallen world,
I think all people have problems, and therefore no relationship or marriage can
ever be problem-free. But of course some people make better marriage partners
than others, and single people should pray that God will lead them to a person
who can complement them and lead them to fulfill their God-given potential.
That means that marriage
is a human choice, and we should make it wisely. It is a choice predestined by
God, but that does not detract from the importance of our choice. God's
sovereignty and man's responsibility do not compromise one another,
according to Scripture. (=Tentu saja Allah
mempredestinasikan segala sesuatu yang terjadi (Ef. 1:11), termasuk kepada
siapa kita mencintai dan menikah. Beberapa orang percaya bahwa setiap kita
memiki seorang “pasangan hidup,” semacam pasangan pernikahan yang ideal. Saya
tidak tahu bahwa itu benar. Karena dunia ini adalah dunia berdosa, saya pikir
semua orang memiliki masalah-masalah, dan oleh karena itu tidak ada hubungan
lawan jenis atau pernikahan yang bisa bebas dari masalah. Tetapi tentu saja
beberapa orang memilih pasangan hidup yang lebih baik dari orang lain, dan
orang yang masih lajang harus berdoa supaya Allah memimpin mereka kepada orang
yang sepadan dengan dia dan memimpin mereka menggenapi potensi yang Allah berikan
kepada mereka. Itu berarti bahwa pernikahan itu adalah pilihan manusia, dan
kita harus mengusahakannya dengan bijaksana. Itu adalah pilihan yang
dipredestinasikan oleh Allah, tetapi itu tidak mengurangi pentingnya pilihan
kita. Kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia tidak dapat
berkompromi satu dengan yang lain, sesuai dengan Alkitab.)
Jika kita sudah
mengerti bahwa jodoh itu dipimpin Tuhan dan dipertanggungjawabkan oleh manusia,
apakah jika demikian, kita tidak perlu memiliki standar di dalam memilih lawan
jenis bagi calon pasangan hidup kita? Tentu TIDAK! Kita boleh dan perlu
menentukan standar di dalam memilih lawan jenis bagi calon pasangan hidup kita.
Terlebih lagi, kita juga perlu mempertimbangkan saran dan petuah yang baik dari
orangtua, teman, dll. Tetapi di atas semuanya, kita TIDAK boleh memberhalakan
standar apa pun baik dari diri, orangtua, teman, dll. Kita harus menjadikan
standar Allah sebagai standar yang paling penting dan mutlak di dalam memilih
lawan jenis bagi calon pasangan hidup kita. Dengan kata lain, kita harus
terbuka pada setiap gerakan pimpinan Roh Kudus yang kadang kala
mendadak/tiba-tiba yang melampaui rencana dan pemikiran yang telah kita
standarkan tersebut. Berarti, di dalam memilih calon pasangan hidup kita pun,
ada dinamika hidup yang dipimpin Roh Kudus. Untuk lebih jelasnya, silahkan
membaca buku atau/dan kaset Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK) dari Pdt. Dr.
Stephen Tong yang berjudul Dinamika Hidup dalam Pimpinan Roh Kudus. Jika Tuhan
sudah memimpin kita dengan lawan jenis tertentu sebagai calon pasangan hidup
kita, sudah seharusnya kita berani menyangkal diri dengan pilihan yang kita
anggap baik (tetapi tidak baik dan tidak benar menurut kehendak Allah) dan
mencoba mendekati dengan lawan jenis tersebut. Jangan mencoba-coba melawan
kehendak-Nya, karena melawan kehendak-Nya berarti dosa. Pekalah terhadap
seluruh pimpinan Roh Kudus di dalam setiap aspek kehidupan kita, termasuk
memilih calon pasangan hidup.
Semua aplikasi
praktisnya akan kita pelajari di poin setelah ini.
Aplikasi dan Akibatnya
Jika kita telah
mempelajari dua konsep di atas, bagaimana kita mengaplikasikannya? Apa pula
akibatnya?
Setelah kita
mengerti bahwa jodoh itu adalah dipimpin Allah dan tetap dipertanggungjawabkan
manusia, maka ada beberapa aplikasi praktis yang harus kita (para cowok)
perhatikan:
1.
Bina Hubungan Pribadi Anda dengan Allah Melalui Firman,
Doa, dan Pengalaman Pribadi
Konsep pertama
mengaplikasi konsep terakhir ini adalah konsep membangun hubungan pribadi kita
dengan Allah. Jika kita ingin mengerti kehendak dan rencana Allah di dalam hal
jodoh, tidak ada jalan lain, kecuali kita harus secara teratur membangun
hubungan pribadi dengan Allah. Tentu, motivasinya bukan supaya kita mengerti
pimpinan Allah di dalam hal jodoh saja, tetapi hal ini kita harus lakukan
setiap hari. Ketika kita terus membangun hubungan pribadi dengan Allah, kita
akan semakin mengenal kehendak dan pimpinan-Nya yang terbaik. Membangun
hubungan pribadi dengan Allah bisa dilakukan dengan tiga sarana, yaitu:
Alkitab, doa, dan mengalami-Nya. Melalui Alkitab, kita mengerti apa yang
dikehendaki-Nya, yaitu: kekudusan, kebenaran, kemurnian/ketulusan, cinta kasih,
keadilan, kejujuran (bukan kemunafikan), dan kesungguhan hati. Melalui doa,
kita makin mengenal Allah dan kehendak-Nya dengan terus bercakap-cakap
dengan-Nya. Jangan pernah berpikir bahwa doa itu hanya satu arah komunikasi,
yaitu kita yang terus berkata-kata dengan Allah. Di dalam doa, harus ada dua
arah komunikasi, yaitu kita berbicara kepada Allah dan Allah berbicara dengan
kita. Di dalam doa itulah, kita merasakan hadirat Allah yang nyata. Sayang,
gereja-gereja Protestan arus utama tidak merasakan hangatnya bersekutu dengan
Allah yang hidup. Mereka hanya tahu liturgi, liturgi, dan liturgi, tetapi tidak
menghidupi Firman. Dan terakhir, kita membina hubungan pribadi dengan Allah
melalui pengalaman hidup sehari-hari. Ketika kita sudah memakai sarana pertama
dan kedua, kita mulai mengalami-Nya di dalam hidup kita sehari-hari. Ini bukan
sekadar teori, saya sudah mengalaminya langsung. Roh Kudus yang telah
mewahyukan Alkitab adalah Roh Kudus yang sama telah mencerahkan hati dan
pikiran saya tentang banyak hal, khususnya mengenai pengenalan akan Allah.
Jangan biarkan iman Kristen hanya merupakan sekumpulan doktrin mati, tetapi
hidupilah iman Kristen melalui Alkitab dan pengalaman kita bersama-Nya setiap
hari. Ketika kita terus hidup mengalami-Nya sesuai Firman-Nya, hidup kita akan
dipenuhi dengan limpahan sukacita yang tak terhingga.
2.
Biarkanlah Alkitab dan Roh Kudus Memimpin Anda dalam
Mencari Pasangan Hidup Melalui Hubungan yang Akrab Terlebih Dahulu
Setelah kita
membina hubungan pribadi dengan Allah, kita harus dengan rendah hati,
membiarkan apa yang telah kita lakukan itu memimpin hidup kita. Apa yang telah
kita pelajari melalui Alkitab, doa, dan pengalaman hidup bersama Roh Kudus
melalui pimpinan-Nya hendaklah memimpin hidup kita terutama ketika kita mencari
dan menemukan pasangan hidup. Sebelum masuk ke dalam mencari dan menemukan
pasangan hidup, biasakanlah memiliki kepekaan Roh di dalam melihat lawan jenis.
Kepekaan Roh yang saya maksudkan bukanlah seperti yang diajarkan oleh
mistisisme “Kristen,” tetapi kepekaan Roh di sini adalah kepekaan yang Roh
Kudus berikan di dalam mengenal lawan jenis. Apa yang saya paparkan di sini
bukan hanya teori kosong. Saya sendiri mengalaminya, meskipun sampai sekarang
belum menemukan pasangan hidup yang cocok.
Roh Kudus terus
memimpin saya banyak hal untuk peka melihat lawan jenis dan menetapkan standar
memilih pasangan hidup. Ketika saya masih sekolah di SMA “Kristen” di Surabaya,
saya mulai tertarik dengan cewek. Karena masih SMA, saya masih seperti
anak-anak yang menyukai cewek cantik menjadi pacar/pasangan hidup. Dulu sempat
saya mendekati adik kelas waktu SMA, tetapi gara-gara kesalahan saya yang
terlalu terburu-buru, akhirnya saya gagal. Roh Kudus terus memimpin saya
kembali pada waktu kuliah khususnya memimpin cara pikir saya di dalam memilih
pasangan hidup. Saya memiliki banyak teman ketika saya berkuliah di sebuah
kampus “Kristen” di Surabaya. Roh Kudus terus memberikan kepekaan yang tajam
untuk membentuk saya di dalam menjalin hubungan dengan teman lawan jenis.
Kepekaan itu ditunjukkan dengan sikap dan reaksi saya memandang teman lawan
jenis. Beberapa teman lawan jenis saya cukup cantik, tetapi entah mengapa Roh
Kudus tidak memberikan sedikit rasa tertarik kepada beberapa teman lawan jenis
itu (meskipun tidak semua). Jujur, waktu kuliah dulu, saya sempat menaksir
seorang teman lawan jenis satu jurusan yang saya pikir dia itu baik, cantik,
manis, dan cinta Tuhan (terpenting: saya melihat dia adalah orang yang dapat
diajar/teachable/rendah hati). Cewek
ini bukan hanya sekadar Kristen, tetapi ia adalah orang Kristen yang melayani
Tuhan sambil terus belajar Firman Tuhan. Saya sudah mengenal dia (meskipun
belum 100% sempurna) karena sering duduk di dekat dia dan berkomunikasi
dengannya di dalam setiap kelas selama beberapa semester. Tetapi
sayangnya, saya belum berani mengungkapkan hal itu kepadanya dan mungkin sekali
dia hanya menganggap saya teman baik. Mungkin di balik itu, Roh Kudus
kurang berkenan akan hal itu.
3.
Libatkanlah Allah di dalam Segala Proses Pendekatan yang
Kita Lakukan
Setelah kita
(cowok) menjalin hubungan dengan lawan jenis (cewek), kita baru mulai mendekati
lawan jenis yang kita sukai. Di dalam proses pendekatan ini, kembali, jangan
pernah lupa untuk terus melibatkan Allah di dalam segala proses pendekatan
kita. Kita tetap mendekati lawan jenis yang kita sukai. Kita harus
mengupayakannya dengan berbagai cara yang etis, sopan, dan tidak mengganggu.
Tetapi jangan pernah berpikir bahwa karena kita telah berusaha keras, maka
ketika kita berhasil atau pun gagal, itu semua karena usaha kita sendiri.
Jangan pernah memuji usaha kita sendiri di dalam segala sesuatu! Libatkanlah Allah!
Berdoalah kepada Allah dan mintalah bijaksana-Nya untuk menentukan apakah dia
adalah pasangan hidup kita sesuai kehendak-Nya. Bagaimana caranya? Belajarlah
peka akan pimpinan Roh Kudus ketika sedang menjalin hubungan dekat dengan satu
lawan jenis baik melalui komunikasi langsung (bertemu langsung) maupun
komunikasi tidak langsung (melalui telepon, SMS, chatting, e-mail, dll). Roh Kudus akan memimpin (dalam arti:
memberi bijaksana) kita menilai lawan jenis yang kita dekati ini, sampai sejauh
mana lawan jenis ini mencintai Tuhan. Utamakan unsur cinta Tuhan! Jangan pernah
menganggap bahwa karena lawan jenis yang kita dekati berada di gereja yang sama
dengan kita membuktikan bahwa dia juga cinta Tuhan. Cinta Tuhan TIDAK diukur
dari aktif pergi ke gereja. Cinta Tuhan diukur dari kerelaan, kerendahan, dan
kemurnian hati di dalam mengasihi dan melayani-Nya. Mengasihi dan melayani-Nya
ditandai dengan kemurnian, kesungguhan, dan kerendahan hati kita menempatkan
Allah sebagai Tuhan dan Raja di dalam hidup kita dan juga melayani-Nya seumur
hidup kita. Jangan pernah tertipu oleh fenomena! Orang yang mengasihi Allah
adalah orang yang mencintai Firman-Nya yang tentunya adalah orang yang sudah
membaca Alkitab dari Kejadian s/d Wahyu dan berusaha menghidupi Firman yang telah
ia baca (1Yoh. 5:2).
Bagaimana jika di
dalam proses pendekatan ini, lawan jenis yang kita dekati ternyata sudah
memberikan tanda-tanda bahwa ia tidak menyukai kita? Kembalikanlah itu semua
kepada Allah dan kehendak-Nya. Jika Roh Kudus benar-benar memantapkan kita
dengan lawan jenis yang kita sukai tersebut, maka kita harus mencoba bersabar
mendekati si cewek itu, meskipun pada awalnya si cewek kurang responsif. Jangan
pernah berputus asa. Tetapi jika Roh Kudus tidak memantapkan kita, jangan
sekali-kali memantap-mantapkan diri kita sendiri (self-confidence/percaya diri), lalu terus mencoba mengejar cewek
yang tidak diinginkan Allah.
4.
Bergumullah di Hadapan Allah Di Dalam Menerima Reaksi
Lawan Jenis yang Kita Dekati
Jika kita (cowok)
telah mendekati lawan jenis (cewek) yang kita sukai dengan cara-cara yang
tepat, sopan, etis, dan tidak mengganggu, maka percayalah bahwa hasil dari
pendekatan kita, apakah si lawan jenis itu menerima atau menolak cinta kita
adalah kehendak Allah. Jika lawan jenis yang kita sukai ternyata sudah lebih
dari satu kali menolak kita secara implisit (misalnya, ketika kita mengirim SMS
atau menelpon dia, dia berkata bahwa dia sedang “sibuk”—bukan sibuk sungguhan),
maka jangan pernah memaksa terus untuk mendekati dia. Mungkin saja, Allah
tidak berkenan ketika kita mendekati lawan jenis yang kita anggap baik itu.
Belajarlah peka akan hal itu dan percayalah bahwa kegagalan dan keberhasilan
kita di dalam hasil setelah kita mendekati lawan jenis itu berada di dalam
koridor pemeliharaan-Nya. Kalaupun lawan jenis yang kita dekati/sukai menolak
cinta kita, percayalah Allah sudah dan sedang menyediakan bagi kita pasangan
hidup yang lebih baik bagi kita, meskipun kadang-kadang tidak kita sukai secara
fenomena. Tetapi apakah selalu berarti bahwa jawaban TIDAK dari si cewek
menandakan bahwa Allah melarang kita berhubungan dengannya? TIDAK selalu. Di
sini, kita harus peka. Jika kita yakin bahwa cewek yang kita pilih dan dekati
ini adalah benar-benar dipimpin oleh Allah, maka kita terus berusaha mendekati
dia meskipun dia sempat menolak cinta kita pertama kalinya. Lawan jenis yang
telah Ia berikan kepada kita mungkin menolak pada kesempatan pertama, tetapi
percayalah Roh Kudus akan membuka hatinya untuk menerima cinta kita, jika
memang kita dan lawan jenis kita adalah pasangan yang dikehendaki-Nya.
Bagaimana jika
lawan jenis kita menerima cinta kita? Bukankah ini suatu kecocokan? Apakah itu
berarti Tuhan menyetujui hubungan kita dengan lawan jenis yang kita pilih?
Mungkin ya, mungkin tidak. Gumulkan hal ini kembali di hadapan Tuhan, benarkah
Allah menyukainya? Jika ya, teruskan hubungan kita dengan lawan jenis ini. Jika
tidak, meskipun si cewek menerima cinta kita, taatlah kepada Tuhan dan
pimpinan-Nya, jangan meneruskan hubungan sebelum kita menuai akibat yang tidak
diinginkan.
Sebagai contoh
nyata dari konsep ini adalah contoh yang saya ambil dari buku Rev. (Pdt.)
Joshua Harris yang berjudul “Saat Cowok Ketemu Cewek” (Boy Meets Girl). Di buku ini, Rev. Joshua menceritakan pengalaman
hidupnya sendiri dalam mengaplikasikan konsep ini. Dulu, waktu bekerja di
gereja, beliau sempat menaksir seorang cewek, teman kantor gerejanya yang sudah
lahir baru (sebut saja inisialnya: A). Pada suatu hari Minggu, di gerejanya,
ada kesaksian dari seorang cewek yang baru bertobat (sekarang menjadi istrinya
Shannon). Pada waktu itu, beliau tidak memiliki perasaan apa-apa dengan cewek
yang baru bertobat ini, karena menurut pemikiran beliau, seorang yang baru
bertobat belum bisa menjadi pasangan hidup bagi dirinya. Beliau bisa berpikiran
begitu karena beliau ingin mendekati cewek A, teman kantor gerejanya tersebut.
Tetapi selang beberapa lama, akhirnya Rev. Joshua mengetahui bahwa cewek A
ternyata sudah memiliki pacar. Lalu, Allah membawanya untuk lama-lama mengenal
Shannon ini, mencoba mendekatinya, berpacaran, dan akhirnya beliau menikah.
Dari kisah ini,
kita belajar bahwa pasangan hidup BUKAN merupakan partisipasi kita 100% saja,
tetapi juga merupakan partisipasi Allah di atas segalanya. Biarlah kita makin
mengalami pimpinan Allah di dalam realitas mencari dan menemukan pasangan hidup
sambil kita tetap berusaha sesuai dengan prinsip-prinsip Firman Tuhan.
Semua hal di atas
adalah hal yang dilakukan seorang cowok yang aktif, bagaimana dengan reaksi
cewek yang didekati? Cewek Kristen seharusnya adalah cewek yang lebih taat
kepada Tuhan dan pimpinan Roh Kudus ketimbang perasaan diri mereka sendiri yang
bisa saja salah. Ada beberapa hal yang harus cewek Kristen pertimbangkan ketika
didekati oleh cowok Kristen?
1.
Berdoalah dan Minta Pimpinan Roh Kudus
Mayoritas cewek
(atau mungkin bahkan semua) akan mengetahui bahwa jika ada seorang cowok yang
mengirimkan SMS atau menelpon dirinya lebih dari satu kali secara teratur
(misalnya: 1 minggu bisa 2-3x) itu berarti si cowok ada “hati” atau menaksir
dirinya. Nah, beberapa (kebanyakan) cewek, apalagi banyak cewek
postmodern (tidak semua) adalah cewek yang pragmatis, yang hendak
memandang fenomena luar si cowok sebagai standar apakah si cewek juga suka atau
tidak suka dengan si cowok. Jika si cewek suka dengan ketampanan si cowok, maka
begitu si cowok mendekati dirinya, dia langsung meresponi, tetapi ketika si
cewek ditaksir oleh cowok yang biasa-biasa, maka dia tidak meresponinya, bahkan
menolak mentah-mentah. Cewek Kristen yang cinta Tuhan HARUS membuang semua
unsur fenomena tersebut dan melihat esensinya. Tetapi hal ini TIDAK berarti
cewek Kristen menerima semua cowok yang menaksirnya. Inti yang harus
diperhatikan adalah bukan hal-hal fenomena, seperti, tampan, kaya, dll, tetapi
hati. Untuk itulah, maka di titik pertama, saya mengatakan bahwa cewek yang
didekati oleh seorang cowok harus berdoa meminta hikmat dan pimpinan Roh Kudus
apakah cowok yang mendekatinya adalah cowok yang dikehendaki Allah atau tidak.
Cewek Kristen sejati adalah cewek yang hatinya untuk Tuhan melihat segala
sesuatu dari perspektif Allah, sehingga setiap keputusan yang dibuatnya bukan
berdasarkan perasaan sesaat, tetapi berdasarkan kehendak dan rencana-Nya yang
berdaulat.
2.
Belajar Saling Mengenal (dan Dikenal)
Setelah berdoa dan
meminta pimpinan Roh Kudus, cewek Kristen harus belajar saling mengenal dan
dikenal. Artinya, cewek Kristen sejati adalah cewek yang hatinya terbuka, baik
untuk mengenal cowok yang mendekatinya dan juga ia sendiri terbuka apa adanya
tentang dirinya terhadap cowok yang mendekatinya itu. Di sini, kita melihat
adanya hubungan saling mengenal (cowok mengenal cewek dan cewek mengenal cowok)
yang dibangun bahkan sejak di dalam proses pendekatan. Saling mengenal adalah
saling mengenal seluruh pribadi masing-masing, saling belajar, saling memberi
masukan/nasihat, dll yang kesemuanya berdasarkan standar kebenaran Firman
Tuhan. Jika di dalam proses pendekatan ini, banyak hal boleh terbuka, maka
ketika berpacaran dan menikah kelak, perbedaan pola pikir, kebiasaan, dll bukan
menjadi halangan yang berarti. Kecenderungan anak muda zaman sekarang adalah
ketika mendekati lawan jenis, mereka tidak saling terbuka, akibatnya tidak
heran, jika suatu saat mereka berpacaran dan menikah, mereka akan
terkaget-kaget dengan kebiasaan lawan jenisnya yang berbeda dari apa yang sudah
mereka ketahui pada waktu pendekatan.
3.
Putuskan Segala Sesuatunya Berdasarkan Pimpinan Roh
Kudus yang Jelas
Jika di dalam
proses pendekatan tersebut, kalian mendapati karakter si cowok ada yang kurang beres,
apa yang harus kalian lakukan? Menolaknya mentah-mentah? TIDAK! Adalah suatu
keputusan yang bijaksana jika para cewek: Pertama, mengklarifikasi standar
karakter tersebut, apakah dari standar Allah atau standar umum (atau bahkan
standar kebiasaan keluarga kalian)? Jika memang karakter si cowok tetap berada
di dalam koridor kebenaran Alkitab, tetapi agak asing bagi kita yang mungkin
belum terbiasa, biasakan kalian belajar dari si cowok. Jika karakter si cowok
kurang beres di dalam hal-hal sepele (misalnya, mudah marah untuk hal-hal yang
tidak penting, dll), biasakan juga menerima kekurangan si cowok sambil berusaha
mengoreksinya. Nah, si cowok harus dengan rela hati dikoreksi. Tetapi jika
karakter si cowok benar-benar tidak beres di dalam hal-hal esensial, si cewek
harus menegurnya. Tetapi jika si cowok menolak teguran itu pertama kalinya,
mintalah pimpinan Roh Kudus apakah kalian harus tetap meneruskan hubungan
dengan si cowok ini atau segera menyudahinya. Mengapa harus meminta pimpinan
Roh Kudus? Bukankah kita bisa langsung memutuskan hubungan saja dengan si
cowok? TIDAK BISA! Jangan mengambil keputusan berdasarkan emosi sesaat!
Biasakan melibatkan Allah di dalam mengambil keputusan. Mungkin saja, si cowok
pertama kalinya sungkan atau tidak mau menerima teguran dari si cewek, karena
cowok tersebut gengsi. Adalah tugas si cewek membukakan pola pikir si cowok
untuk menerima kekurangannya sambil mengoreksinya dengan ketulusan dan
kemurnian berdasarkan Firman Tuhan. Dan juga, si cewek pun harus berani rela dikoreksi
jika si cowok mengoreksi dirinya. Jika si cowok ini merupakan pasangan hidup
kalian kelak, maka Roh Kudus akan membuka hati dan pikiran si cowok ini
pelan-pelan, sehingga si cowok dan kalian saling bertumbuh di dalam Kebenaran
Firman.
Dari prinsip di
atas, ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan di dalam proses pendekatan,
baik cewek maupun cowok harus saling menghormati perbedaan yang fenomenal
(sekunder) dan tidak saling memaksa. Perbedaan fenomenal/sekunder ini
biasanya meliputi perbedaan cara berpikir, karakter, kerohanian, dll. Jika pada
waktu pendekatan, cowok dan cewek saling menghormati perbedaan sekunder ini,
maka mereka tidak akan menghadapi percekcokan kelak pada waktu berpacaran dan
menikah. Percekcokan yang tidak berarti sering kali terjadi pada pasangan suami
istri, misalnya perbedaan cara menggosok gigi, makan, kombinasi warna pakaian
(baju dan celana/rok), dll. Mengapa bisa demikian? Karena dari tahap
pendekatan, mereka tidak bisa saling menghormati satu sama lain, yang sering terjadi
adalah si cewek yang kebanyakan mengatur si cowok bahkan untuk hal-hal sepele!
Cewek Kristen harus bertobat dari kebiasaan buruk ini, belajarlah untuk tidak
terlalu cerewet untuk hal-hal yang TIDAK PENTING!
Nah, setelah tahap
pengenalan, maka si cowok pasti akan “menembak” si cewek yang didekatinya suatu
saat. Sekarang, keputusan berada di tangan cewek. Adalah suatu hal yang
bijaksana jika si cewek memberikan keputusan tersebut dengan bersandar pada
hikmat dan pimpinan Roh Kudus, yaitu: menerima atau menolak si cowok yang
mendekati kalian. Atau dengan kata lain, berdoalah meminta hikmat-Nya ketika
hendak memberikan keputusan pada saat si cowok “menembak” kalian. Jika semuanya
dilakukan sesuai dengan pimpinan Roh Kudus dan prinsip Alkitab, maka tentunya cewek
Kristen tidak lagi memakai standar-standar yang mereka bangun sendiri
(misalnya, cowok ini “antik”, padahal antik yang kalian mengerti adalah antik
dalam hal-hal sepele, tetapi kalian tidak mau mengerti mengapa dia antik dan
mencoba mengubah keantikannya).
Lalu, apa akibat
dari konsep terakhir ini? Karena kita percaya bahwa jodoh itu dipimpin Tuhan
dan tetap dipertanggungjawabkan oleh manusia, kita tidak perlu kuatir bahwa
kita akan salah jalan. Mengapa? Karena kita percaya bahwa Ia selalu memberikan kepada
anak-anak-Nya pilihan yang terbaik bagi kemuliaan-Nya, meskipun itu kelihatan
“tidak baik” menurut kita. Iman inilah yang mengakibatkan kita tetap berusaha
mencari dan mendekati lawan jenis sambil tetap berserah kepada Allah dan
pimpinan-Nya. Ia memberikan kita bijaksana di dalam memilih pasangan hidup
sesuai dengan prinsip-prinsip firman-Nya, di sisi lain Ia menuntut kita
berserah total akan pimpinan Allah di dalam pemilihan pasangan hidup itu.
Itulah tandanya kita mengerjakan apa yang menjadi bagian kita dan menyerahkan
apa pun yang melampaui bagian kita kepada Allah yang Berdaulat mutlak. Dan
lihatlah bagaimana Allah bertindak dengan luar biasa dahsyat bagi kehidupan
pernikahan kita kelak di mana nama Tuhan dipermuliakan selama-lamanya. Sudahkah
Anda mengalaminya?
KESIMPULAN DAN TANTANGAN BAGI KITA
Bagaimana dengan
kita? Sudahkah kita menyerahkan hidup kita termasuk masalah pasangan hidup
kepada Allah yang telah mencipta, memelihara, dan memberikan kepada kita
pasangan hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya? Sekali lagi, Ia telah
memberikan pasangan hidup yang sepadan kepada kita, namun Ia memimpin kita
dengan memberi hikmat dan bijaksana-Nya kepada kita di dalam mencari dan
menemukan pasangan hidup itu. Kesemuanya itu bertujuan hanya untuk kemuliaan
Allah saja. Amin. Soli Deo Gloria.