Lemahputro, Minggu 15 September 2013
Pdt. Paulus Budiono
Shalom,
Setiap
orang pasti memiliki keperluan dan kebutuhan berbeda satu dengan
lainnya seperti: kekuatan, kedamaian, kesehatan, keuangan dll. Tentu
tidak salah kita membutuhkan pertolongan Tuhan tetapi janganlah
melupakan kebutuhan mutlak seperti telah dikatakan oleh Rasul Petrus di
dalam Kisah Rasul 4:12, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." Sangat
jelas apabila kebutuhan utama kita terpenuhi, kebutuhan lainnya
seperti: kesehatan, kedamaian, kekuatan, dll. akan tersedia di dalam
Yesus.
Sering
kita mengaku percaya bahwa Yesus memiliki Nama di atas segala nama
tetapi dalam praktik hidupnya kita melupakan kuasa nama-Nya sehingga
kita datang ke gereja dengan tujuan mencari pertolongan Tuhan untuk
hal-hal tertentu saja. Janganlah kita menjadikan Yesus hanya sebagai
Bankir yang menyediakan semua kebutuhan finansial, seorang Dokter yang
menyembuhkan kita atau sebagai Suplemen yang memberikan kita kekuatan
dsb. tetapi di atas segala kebutuhan kita, yang utama ialah Dia ingin
kita memiliki-Nya.
Ketika Rasul Petrus menyatakan ‘keselamatan tidak ada di dalam siapa pun selain di dalam nama Yesus Kristus’,
dia siap menghadapi ancaman di penjara karena orang Yahudi nyata-nyata
menolak nama ini. Saat itu Rasul Petrus di hadapan mahkamah agama untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya memberitakan Injil yang menyebabkan
5.000 orang bertobat. Harus diakui, tidaklah mudah untuk mengucapkan
penyataan ini. Sebelumnya Rasul Petrus mendahului dengan mengatakan, “maka ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan
tetapi telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati – bahwa oleh
karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan
kamu. Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan – yaitu kamu sendiri – namun ia telah menjadi batu penjuru.” (Kis. 4:10-11)
Introspeksi: apakah kita berani mengaku di hadapan orang bahwa tidak ada nama lain selain Yesus, Sang Juru selamat,
dengan risiko diejek dan diancam? Hendaknya penyebutan Nama Yesus bukan
sekadar slogan tetapi benar-benar mengerti bahwa di dalam nama-Nya ada
kuasa yang luar biasa. Perjanjian Baru menyebut nama ‘Tuhan’ sebanyak
717 kali, nama ‘Kristus’ disebut 529 kali sementara nama ‘Yesus’ disebut
914 kali. Jelas Nama Jesus begitu luar biasa!
Nama
Yesus dalam bahasa Ibrani disebut Yosua = Yehovah, Yahwe, Juru selamat.
Dengan demikian begitu kita menyebut nama Yesus (Yosua), Allah/Yahwe
(Dia adalah Dia yang kekal adanya) menyelamatkan. Ingat, kalau
keselamatan menjadi yang utama dalam hidup kita, semua kebutuhan lain
akan tercakup di dalamnya. Misal: bila kita membutuhkan bahan bangunan,
kita akan pergi ke toko bahan bangunan bukan ke apotek; jika kita
membutuhkan bahan pangan, kita akan ke pasar bukan ke rumah sakit. Namun
kalau kita ada kebutuhan menyangkut batiniah, hanya ada satu Pribadi
yang dituju itulah Yesus.
“Di
bawah kolong langit” berarti di mana pun kita berada dan hidup di situ;
jadi keberadaan Tuhan tidak hanya sebatas di gereja atau di persekutuan
sehingga kita datang ke gereja saat kita memerlukan Dia. Perhatikan, di
mana ada manusia hidup di situ ada Yesus – Sang Juru selamat – dan
pastikan kita menjadi milik-Nya dan Dia menjadi milik kita.
“Tukang-tukang bangunan” ialah orang yang bertugas menyatukan bahan-bahan bangunan yang berserakan untuk disusun rapi menjadi sebuah bangunan yang kukuh dan megah. Bagaimanapun juga mereka harus memulai dan menyatukan batu-batu lainnya dengan meletakkan batu
nomor satu yaitu batu penjuru/batu utama sebab tanpa batu penjuru
bangunan di atasnya tidak mungkin dapat berdiri dengan kukuh.
Kenyataannya,
gereja Tuhan saat ini banyak mengalami masalah karena ‘tukang-tukang
bangunan’ – para pemimpin gereja: gembala sidang, penatua dan majelis –
tidak lagi menghargai satu-satunya batu penjuru – Tuhan Yesus – sehingga
bangunan (=sidang jemaat) tidak dapat dibangun dengan baik karena
banyaknya ‘goncangan’ (kasus yang tak terselesaikan) akibat tidak adanya
batu penjuru sebagai fondasi/dasar bangunan. Bukankah Yesus mengatakan
siapa yang mendengar perkataan-Nya dan melakukannya, dia bagaikan orang
bijaksana yang membangun rumahnya di atas batu? Sebaliknya, mereka yang
mendengar Firman-Nya tetapi tidak melakukannya, dia sedang mendirikan
rumah – sidang jemaat – di atas pasir. Begitu ada masalah, rubuhlah
bangunan itu (Mat. 7: 24-27). Itu sebabnya kita harus mawas diri.
Setelah
± 30 tahun pengalaman menghadapi banyak rintangan, tantangan, masuk
penjara, ancaman pembunuhan dll., Rasul Petrus mengulangi kata-katanya
(Kis. 4:10-11) dalam suratnya 1 Petrus 2:4-8 dengan nada sama untuk
memberikan dorongan kepada jemaat yang terpecah-pecah (di Pontus, Galatia, Kapadokia, dll. – 1 Ptr. 1:1-2) karena aniaya Kerajaan Romawi bahwa mereka juga ‘batu hidup’.
Aplikasi: bila kita ‘batu (bangunan)
yang hidup’ dan Yesus adalah batu penjurunya, kita harus ada ikatan
erat dengan batu yang kita hargai tersebut. Sebagai batu hidup kita tahu
persis di mana kita diletakkan, tahu bagaimana harus bertahan juga
bersedia menolong batu lain yang berada di kiri-kanan, di atas dan di
bawah kita agar tetap berdiri utuh. Dengan kata lain, kita memiliki
ikatan dengan orang-orang di sekitar kita dan saling menghargai dengan
Yesus – batu penjuru – sebagai pengikat utama.
Efesus
2:19-22 mengatakan bahwa kita semua dibangun atas dasar para nabi dan
para rasul dan Yesus adalah batu penjuru. Kita semua disusun rapi satu
dengan yang lain menjadi Bait Allah di mana Roh Allah ada di dalamnya.
Ilustrasi: apa yang terjadi jika batu-batu itu dapat bicara? Akankah
mereka protes karena diletakkan paling bawah? Bagaimana bila beberapa
batu merasa sebal dengan posisinya dan melepaskan diri dari bangunan
itu? Bukankah bangunan yang indah akan berlubang-lubang dan terlihat
tidak rapi lagi? Demikianlah kalau kita tidak senang terhadap
orang-orang di gereja secara tidak sadar kita sudah membuat sidang
jemaat berlubang-lubang. Dalam hal ini ‘batu hidup’ itu tidak mengerti
dan tidak bersedia dibangun oleh gembala, penatua dan majelis yang
terlebih dahulu menyatukan diri dan mengutamakan Yesus – batu penjuru
itu.
Di
mana batu penjuru diletakkan? Di dasar paling bawah dan tidak pernah
terlihat tetapi dia menjadi penopang utama batu-batu di atasnya. Yesus
sebagai dasar dan di atasnya tersusun batu-batu hidup – gembala sidang
bersama para penatua dan majelis – di atasnya lagi jemaat-jemaat
membentuk susunan makin tinggi dan yang berada pada posisi paling atas
harus memuliakan Tuhan sementara yang di bawah harus menjaga
keseimbangan supaya tidak runtuh.
Sesungguhnya
tugas yang paling berat terletak pada batu penjuru. Itu sebabnya kita
harus menghargai Yesus yang menampung seluruh beban berat ‘batu-batu
hidup’ di atasnya. Dengan kata lain, dalam menghadapi masalah apa pun,
datanglah kepada Yesus dalam Firman-Nya untuk mendapatkan jalan
keluarnya. Tentu kita boleh datang kepada gembala atau penatua saat
menghadapi masalah namun mereka akan membawa kita kembali kepada Yesus.
Aplikasi:
kita bersedia diletakkan di mana pun Tuhan menyusun dan menempatkan
kita. Janganlah mengeluh mengapa kita mendapat tugas berat oleh karena
kita mau berbuat sesuka hati. Ingatlah kita adalah anggota tubuh yang
saling membutuhkan dan mendoakan. Janganlah mementingkan diri sendiri
membuat orang lain pindah gereja atau tempat kerja. Terkadang kita tidak
mengerti Tuhan menempatkan kita di suatu tempat karena Dia ingin kita
menopang/ditopang oleh saudara kita yang lain. Selain itu agar kita
mempererat hubungan dengan sesama yang berada di samping kanan dan kiri.
Waspada, banyak kali kita mau menjadi batu hidup yang berkeliaran dan
bebas tanpa aturan Firman Allah.
Dalam ajang kompetisi apa pun akan ditetapkan satu orang sebagai pemenang meskipun semua peserta merupakan orang pilihan
mewakili daerah asal mereka. Jauh berbeda dari sistem dunia, kita semua
dipilih sesuai rencana Allah dan dikuduskan oleh Roh agar taat kepada
Yesus Kristus serta menerima percikan darah-Nya (1 Ptr. 1:1-2).
Introspeksi:
sudahkah kita menghargai satu sama lain? Bila tidak, ini menandakan
kita belum/tidak menghargai pilihan Tuhan. Ingat, kita dipilih untuk
dibangun, menyatu dan bekerja sama menjadi satu wadah yang luar biasa (“Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri…” – 1Pet. 2:9a). Banggakah kita menjadi warga dan umat kepunyaan Allah serta memiliki kerajaan kudus dan imamat yang rajani?
Sebagai
imam rajani kita patut berbangga dalam kesatuan tetapi malu bila
terjadi kecekcokan. Rasul Petrus tidak membawa apa-apa ketika mati
bahkan diyakini dia mati disalib dengan kepala di bawah tetapi dia
bangga menjadi umat tebusan Allah.
Jujur,
kita sering bangga dengan apa yang tidak perlu; oleh sebab itu Firman
Tuhan memastikan jika kita memiliki Kristus, kita memiliki
segala-galanya tetapi ini tidak berarti kita dapat menuntut semua yang
kita inginkan oleh karena kerakusan manusia.
Bila
kita berbahagia menjadi warga Tuhan dan umat ketebusan-Nya serta bangga
menjadi imam yang melayani-Nya, kita akan menceritakannya kepada siapa
pun. Kita akan menyaksikan bagaimana kita keluar dari gelap masuk ke
dalam terang yang ajaib.
Aplikasi:
sangatlah tidak enak berada di suatu tempat yang terangnya tidak
stabil. Janganlah menjadi orang Kristen yang terangnya ‘mati-hidup’
alias tidak stabil – bersukacita saat beribadah sedangkan hari-hari
lainnya diisi dengan kekecewaan, sungut-sungut dll. karena kita sudah
berada di dalam terang-Nya. Firman itu terang manusia; jadi kita tidak
perlu berada di dalam kegelapan dan dapat menjadi berkat buat
orang-orang di sekitar kita (Yoh.1:4-5).
Bangsa
Israel sebagai umat pilihan Allah berbuat kesalahan dengan menganggap
patung pahatan adalah allah mereka namun Tuhan berjanji membuat
kegelapan di depan mereka menjadi terang (Yes. 42:16-17).
Kita
harus tegas terhadap orang yang mengajak kita ‘berjalan dalam
kegelapan’ meskipun dia adalah teman hidup kita sendiri. Perhatikan,
bila kita tidak meninggalkan kegelapan, kita akan kewalahan dalam
menghadapi pergaulan atau usaha apa pun.
Hanya
Yesus satu-satunya kebutuhan kita, dengan memiliki Dia kita akan puas
dan bahagia di dalam setiap segi kehidupan kita untuk kemudian kita
dipakai oleh-Nya mengajak orang lain menjadi ‘batu hidup’ dan masuk
dalam pembangunan rumah rohani di mana Allah berkenan atas hidup kita
semua. Amin.
0 komentar:
Posto një koment