”Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN,
yang menaruh harapannya pada TUHAN!”(Yeremia 17:7)
Terus terang saja, dalam menghadapi keadaan dunia yang tidak menentu ini, banyak orang masih berharap akan kemampuan manusia untuk mengatasinya. Bisakah? Sejarah membuktikan tidak bisa. Oleh karena itu, tidak salah jika firman Tuhan mengatakan: ”Jangan berharap kepada manusia, sebab ia tidak lebih dari embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?” (Yesaya 2:22). Tetapi memang sudah menjadi sifat manusia, untuk lebih senang berharap pada yang kelihatan. Satu contoh, jika kita butuh uang, pertama-tama dalam pikiran kita adalah tertuju siap kira-kira orang yang dapat membantu kita. Namun, kenyataannya orang yang kita harapkan bisa menolong, ternyata mengecewakan. Jika kita bertanya, mengapa tidak berharap kepada Tuhan? Sebab jujur saja kita kataka, orang lebih senang mengaharapkan pertolongan dari yang dapat dilihat. Berbicara mengenai pengharapan, marilah kita meneladani apa yang pemazmur katakan : ”Berharaplah kepada Tuhan, hai Israel! Sebab pada Tuhan ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan. Dialah yang membebaskan Israel dari segala kesalahannya” (Mazmur 130:7-8).
Alkitab banyak mencatat, baik dalam Perjanjian lama maupun Perjanjian baru, banyak peristiwa-peristiwa yang tidak bisa diselesaikan dengan akal dan kepintaran manusia, tetapi orang-orang yang berharap kepada Tuhan, tidak pernah dikecewakan; karena bagi Tuhan tidak ada yang mustahil, dan Dia punya kuasa dan berkuasa membebaskan setiap umatnya yang berharap padanya. Tuhan memang memberi kepada manusia akal dan kepintaran, untuk dipakai dalam menyelesaikan segal persoalan yang dihadapi. Tetapi, jika manusia hanya menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Tetapi, jika manusia hanya mengharapkan akal dan kepintarannya, melebihi Tuhan, disitulah kesalahannya. Apakah dengan akal dan pikiran kita, kita bisa berharap masuk surga?
0 komentar:
Posto një koment