Masih belum menemukan apa yang Anda cari? Masukkan kata kunci pencarian Anda untuk mencari artikel yang ada di Blog ini:

e shtunë

02.KEPADA ALLAH, BAPA YANG MAHAKUASA, PENCIPTA LANGIT DAN BUMI.

1. Allah

Dalam masyarakat Pancasila setiap orang berusaha mengetahui dan mengenal Allah. Ternyata tiap-tiap agama yang ada di negara Indonesia mempunyai pengertian yang tidak sama tentang Allah. Masing-masing berusaha memberikan pengertian yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing.

Allah, sebagaimana yang dikenal dalam iman kristen adalah Allah yang berkenan “memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.” (Kisah Para Rasul 17:25). Bahkan, Allah dalam iman Kristen adalah Allah yang berkenan menyatakan diri kepada manusia. Melalui pernyataan ini Allah tidak hanya sekedar ingin memperkenalkan diri kepada manusia. Tetapi Allah juga ingin menyatakan rahasia kehendakNya, yaitu karya penyelamatan.

Mengenal Allah tidak sama artinya dengan mengetahui Allah. Untuk mengetahui Allah tidak perlu beriman. Melalui pengetahuannya seseorang bisa mengetahui Allah, hanya melalui iman yang benar. Tetapi juga harus diingat bahwa Allah tetap Allah “yang bersemayam dalam terang yang tidak terhampiri; seorang pun tidak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia” (I Timotius 6:16). Pengertian ini tidak berarti bahwa keberadaan Allah merupakan sesuatu yang selalu diliputi misteri atau serba rahasia. Allah dalam mewujudkan kehendak dan rencanaNya justru berkenan menyatakan diri sebagai manusia, yaitu dengan perantaraan Yesus Kristus. Meskipun demikian keberadaan Allah tetap tidak terbatas. Karena keberadaanNya yang tidak terbatas maka kehadiranNya juga tidak terbatas. Allah dapat hadir di mana-mana sebagaimana yang dikehendaki. Allah juga berkenan hadir dalam hidup manusia. Kehadiran Allah tidak bisa dibatasi dalam ruang dan waktu. Maka dari itu seperti yang dikatakan oleh penulis Kisah Para Rasul bahwa, “di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada” (Kisah Para Rasul 17:28).

Allah berkenan hadir dalma hidup manusia karena menghendaki agar manusia menemukan kebenaran dan kebahagiaan. Oleh sebab itu makna yang paling luhur dalam martabat manusia adalah dalam panggilanNya untuk memasuki persekutuan dengan Allah.

2. Bapa yang Maha Kuasa

Pada dasarnya manusia selalu berusaha mengenal Allah dengan baik. Dalam iman Kristen, Allah seringkali juga disebut sebagai Bapa. Tuhan Yesus ketika mengajar para murid berdoa juga menyebut Allah sebagai Bapa. Bahkan bangsa Israel sebenarnya juga sudah mengenal Allah sebagai Bapanya (lihat Keluaran 32:6)

Dengan disebut sebagai Bapa, menunjukkan adanya dua hal yang ingin disampaikan kepada kita. Pertama, bahwa Allah adalah awal mula dari segala sesuatu dan yang kekuasaanNya penuh kemuliaan. Kedua, mencerminkan kebaikan dan kepedulian Allah atas umat manusia. Kebaikan Allah ini kadang-kadang juga digambarkan dalam sebutan “ibu” bagi Allah (lihat Yesaya 66:13 ; Mazmur 131:2). Ini berarti keberadaan Allah sifatNya melebihi keberadaan laki-laki dan perempuan.

Sebagai Allah yang hidup dan yang telah menyatakan diri sebagai Bapa dan atau Ibu, Ia tidak hanya mempunyai hidup dan kekuasaan yang besar. Tetapi juga berbeda total dengan manusia dan makhluk lain. Namun demikian Allah tetap menyatakan diri sebagai Allah perjanjian. Dalam janjiNya, Allah merencanakan karya keselamatan bagi umat manusia. Sehingga apa yang dilakukan oleh Allah semata-mata demi keselamatan manusia sendiri.

Oleh karena itu dengan beriman kepada Allah akan menumbuhkan rasa aman. Bahkan iman akan memberikan kesadaran bagi manusia bahwa hidupnya akan ditampung oleh Allah. Ini tidak berarti bahwa beriman kepada Allah akn menjadikan manusia kehilangan martabatnya. Justru dengan beriman kepada Allah akan membawa manusia kepada cara hidup yang lebih kreatif dan bermartabat.

3. Pencipta Langit dan Bumi

Tidak seorangpun yang mengetahui pada tahun berapa alam semesta ini diciptakan. Alkitab bukanlah suatu buku sejarah yang menguraikan sejarah dan proses penciptaan atau terjadinya alam semesta ini. Meskipun demikian Tuhan tidak membiarkan manusia selalu bertanya. Dalam kitab Kejadian 1:1 dengan jelas menyebutkan bahwa sejak semula Allah telah berbuat sesuatu atas alam semesta. Melalui firmanNya yang penuh dengan kuasa, Allah berkenan menciptakan segala sesuatu sehingga alam semesta yang semua “tidak terbentuk dan kacau balau”(kejadian 1) “diubah” menjadi dunia yang teratur dan Tuhan melihat dalam keadaan baik (lihat Kejadian 1:10,12,18,21,25).

Kalau melihat urut-urutan peristiwa penciptaan seperti yang diuraikan dalam kitab Kejadian memang kelihatan sangat kacau bahkan sangat tidak masuk akal. Misalnya, pada hari pertama Allah menciptakan terang. Sedangkan matahari yang adalah sumber terang baru diciptakan pada hari yang keempat. Bumi ini berbentuk bentangan yang ditutupi oleh langit. Tetapi seperti yang telah dijelaskan di depan, bahwa Alkitab, khususnya kitab Kejadian tidak bermaksud menulis proses penciptaan menurut ilmu pengetahuan.

“Proses” penciptaan yang seperti yang tertulis dalam kitab Kejadian tidak bisa dilepaskan dari kerangka karya Allah sendiri. Yaitu awal dari rencana keselamatan Allah atas manusia. Itulah sebabnya dalam menulis “proses” terjadinya alam semesta sama sekali tidak mementingkan kebenaran secara ilmiah. Penulis kitab Kejadian ingin memberikan kesaksian bahwa segala sesuatu yang ada di bumi ini merupakan karya Allah.

Untuk menjelaskan asal usul alam semesta, para ahli ilmu pengetahuan, khususnya astronomi mempunyai dua teori. Teori pertama dikenal dengan nama Teori Ledakan Besar (Big Bang) dan teori kedua adalah Teori Keadaan Statis (Steady State). Teori ledakan besar dikemukakan pada tahun 1929 dan sampai sekarang masih banyak orang yang meyakini kebenarannya. Menurut teori ini terjadinya alam semesta dimulai dengan adanya gumpalan materi yang sangat padat dan panas. Pada suatu saat gumpalan materi ini meleddak dan kemudian menjadi dingin. Peristiwa ledakan yang maha dahsyat diperkirakan terjadi sekitar 10 sampai 20 milliar tahun yang lalu. Dalam proses pendinginan materi yang meledak tadi terwujudlah alam semesta ini.

Teori kedua menjelaskan bahwa alam semesta ini terus berkembang dan proses perkembangannya tidak akan pernah berakhir. Kedua teori ini tidak berhubungan langsung dengan iman dan penciptaan seperti yang tertulis dalam kitab Kejadian. Sebab teori-teori ini merupakan perkiraan manusia yang sebenarnya, kebenarannya belum bisa dibuktikan.

Dengan demikian Alkitab hanya ingin menegaskan bahwa dunia yang sudah diciptakan oleh Allah merupakan kemuliaan Allah sendiri. Jadi bukan merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara acak atau kebetulan atau karena Tuhan membutuhkan adanya dunia.

Ilmu pengetahuann dalam upaya menguak rahasia terjadinya alam semesta memberi kesan bahwa dunia ini ada karena terjadi secara kebetulan saja. Meskipun demikian, jawaban yang diberikan oleh ilmu pengetahuan masih belum memuaskan manusia. Masih ada sesuatu yang belum bisa dijawab sepenuhnya oleh ilmu pengetahuan. Para ilmu pengetahuan belum bisa mengetahui bagaimana dari tidak ada bisa menjadi ada. Namun demikian tidak berarti bahwa ilmu pengetahuan telah melakukan pekerjaan yang sia-sia. Banyak sumbangan yang bisa dan telah diberikan oleh ilmu pengetahuan sehingga manusia semakin mendapatkan gambaran, betapa kuasanya Allah, Sang Pencipta yang sejati.

Karya Allah yang menciptakan tidak berhenti ketika alam semesta sudah tercipta dan tertata dengan baik. Sebagai puncak karya Allah, Sang Pencipta adalah menjadikan manusia (lihat Mazmur 8:1 dst). Kehadiran manusia dalam alam semesta, ciptaan Tuhan bukan sekedar melengkapi ciptaan Allah. Manusia diberi tugas dan tanggung jawab yang besar, yaitu memelihara dan mengelola alam semesta. Sesuai dengan maksud penciptaan maka kehadiran manusia tidak dapat dilepaskan dari rencana keselamatan Allah sendiri.

Pada mulanya memang hanya seorang manusia saja. Namun Allah tidak menghendaki manusia itu seorang diri saja. Maka Allah menjadikan seorang manusia lagi, yang sepadan dan mempersekutukan mereka dalam persekutuan yang diikat ddalam kasih. Dengan demikian awal dari sejarah dunia ini tidak dimulai dengan proses penciptaan, tetapi justru dari manusia yang sudah dipersekutukan dengan sesamanya yang sepadan oleh Allah. Allah memberikan hak dan wewenang sepenuhnya kepada manusia dalam mengelola dan memelihara ciptaan Tuhan, yaitu dunia yang sudah tertata dengan baik.

4. Manusia sebagai citra Allah

Manusia adalah ciptaan Tuhan yang mulia dan sekaligus sebagai mahkota dari seegala ciptaanNya (Mamur 8:1 dst). Sebagai mahkota ciptaan Tuhan, manusia mendapat tugas dan tanggung jawab yang besar, yaitu mengelola alam semesta demi kesejahteraan bersama.

Sebagai mahkota ciptaan Tuhan manusia dijadikan menurut citra atau gambar Allah (Kejadian 1:26-28). Tidak berarti bahwa keberadaan manusia addalah sama seperti Allah. Manusia juga bukan sebagai duplikat atau foto copy dari Allah. Hakekat Allah adalah roh dan tidak terbatas. Hakekat manusia bersifat jasmani dan dibatasi oleh ruang dan waktu.

Sebagai makhluk yang dijadikan, manusia dijadikan dalam kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Alkitab tidak meengajarkan bahwa manusia itu terdiri dari badan, jiwa dan roh seperti yang diajarkan oleh filsafat Yunani kuno. Manusia dijadikan oleh Allah menurut citra/gambar Allah dalam wujud jasmani dan sekaligus rohani. Alkitab menjelaskan masalah tersebut dalam bentuk kiasan, yaitu ketika Allah berkenan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya (Kejadian 2:7) . Demikianlah, manusia menjadi makhluk yang hidup seutuhnya seperti yang dikehendaki oleh Allah sendiri.

Sebagai citra/gambar Allah berarti manusia memiliki martabat sebagai pribadi. Dia atau manusia bukan hanya sesuatu tetapi seseorang yang dalam hidupnya harus bisa mencerminkan kehendak Allah. Allah penuh kasih dan setia, adil benar. Maka kasih setia, keadila dan kebenaran Allah juga harus tercermin dalam hidup manusia.

Manusia dijadikan oleh Allah sebagai laki-laki dan perempuan (Kejadian 2:18,23). Artinya, manusia dijadikan dalam persamaan yang sempurna. Di satu pihak, sebagai pribadi manusia di pihak lain dalam keberadaannya sebagai laki-laki dan perempuan. Baik laki-laki dan perempuan, keduanya juga sudah dipersekutukan dalam ikatan kasih.

Sesuai dengan rencanaNya, manusia dipanggil untuk, “mengolah bumi dan segala isinya dan sekaligus memenuhi bumi ini” (Kejadian 1:28). Manusia sebagai penguasa di atas bumi yang diciptakan Allah. Sebagai penguasa manusia bertindak sebagai wakil Allah. Berarti dalam diri manusia ada panggilan Allah untuk ikut ambil bagian dalam karya Allah.

Sebagai makhluk yang dijadikan oleh Allah, manusia ditempatkan dalam sebuah taman, yaitu Firdaus. Kehidupan dalam taman Firdaus mencerminkan suasana kehidupan yang bebas, selaras dengan kehendak Allah, selaras dengan dirinya sendiri. Bahkan manusia juga harus selaras dengan alam semesta. Sebagai makhluk yang bebas, manusia bertanggung jawab kepada Allah. Jelas bahwa manusia bukan robot. Allah tidak bermaksud menciptkan robot yang berakal, tetapi makhluk sepenuhnya sadar akan tugas dan tanggung jawab yang besar dalam membangun kehidupannya di dunia.

Di sinilah martabat manusia akan menjaddi nampak, yaitu manusia yang mempunyai hak dan kewajiban. Oleh sebab itu Allah menghendaki juga agar manusia bisa menghargai hak dan kewajiban sesamanya di dalam kehidupan bersama.

Sejak Charles Darwin mencetuskan teori evolusinya pada tahun 1859. Manusia mulai mempertanyakan kebenaran kesaksian Alkitab. Banyak orang yang kemudian meragukan keberadaan Allah dan percaya bahwa segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini merupaka proses yang alamiah saja.

Ajaran tentang penciptaan dan teori evolusi sebenarnya merupakan dua pendekatan yang berbeda atas dunia. Bahkan juga membicarakan dua aspek yang berbeda. Teori evolusi mengungkapkan kenyataan yang nyata dari dunia, sedangkan ajaran penciptaan berbicara tentang dimensi baru yang harus dihayati sebagai pendasaran dari kenyataan yang nyata tadi. Teori evolusi hanya mau dan bisa menjelaskan perkembangan dari sesuatu yang ada.

Dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan kita tidak boleh berpikir bahwa pada mulanya Allah yang menciptakan alam semesta ini kemudian Allah beristirahat dan selanjutnya ilmu pengetahuan yang berperan atau melanjutkan. Allah tidak pernah beristiraha. Penemuan-penemuan di bidang ilmu pengetahuan seharusnya mendorong manusia untuk lebih menghargai dan mengagumi karya Allah.


5. Manusia Jatuh Dalam Dosa

Kebaikan dan karya Allah tidak terbatas. Namun manusia meremehkan dan sekaligus menyalahgunakan kebaikan dan karyaNya. Manusia tidak menghargai kedudukannya yang mulia di antara segala ciptaan Allah. Hanya karena ingin menjadi sama dengan Allah, manusia terbujuk oleh godaan iblis supaya memberontak melawan Allah ddan sekaligus memutuskan hubungannya dengan Allah (Kejadian 3:5-6,22). Inilah yang disebut dengan dosa.

Kata dosa, dalam bahasa Yunani, hamartano, mempunyai beberapa arti :

(1).meleset, meyimpang dari sasara, (2). Kehilangan tujuan lihat Keluaran 20:20; Amsal 8:36 dan (3). Bengkok, keliru, berbuat salah.

Di samping kata hamartano, juga ada kata anomia yang artinya : (1). Tidak adanya kepercayaan kepada pribadi yang memberi hukum, ketidaktaatan, ketidaksetiaan (lih I Yohanes 3:3 ; 4:8), (2) memberontak terhadap kekuasaan yang syah ( I Raja-raja 12:19; 2 Raja-raja 8:20). Juga pemberontakan terhadap hukum Tuhan (Yesaya 1:12 ; Hosea 8:1)

Jadi yang dimaksud dengan pengertian dosa bukan hanya soal salah atau benar, juga bukan soal kekhilafan, tetapi menyangkut hubungan dengan Allah yang baik dan benar itu. Dalam pemberontakkannya kepada Allah manusia ingin menjadi sama seperti Allah dan sekaligus memutuskan hubungannya dengan Allah.

Tuhan Yesus, melalui perumpamaan anak yang hilang dengan tepat telah merumuskan arti dosa (Lukas 15:11-dst). Dalam ayat 12 disebutkan bahwa anak yang bungsu meminta warisan kepada ayahnya. Padahal ayahnya saat itu masih hidup dan setelah menerima bagiannya ia segera meninggalkan rumahnya dan menghambur-hamburkan kekayaan yang ia miliki. Dengan kalimat tersebut, menurut Tuhan Yesus yang dimaksud dengan dosa tidak lain adalah, pemberontakan dan pemutusan hubungan dengan Allah dan selanjutnya hidup di jalan yang tidak benar, atau menyimpang dari tujuan yang benar. Dengan demikian Alkitab tidak menyampaikan asal-usul dosa.

Dalam kejadian 3 memang diceritakan tentang peranan ular dalam usaha membujuk manusia. Tetapi di sini, ular tidak dimaksudkan sebagai lambang iblis. Dimasukkan unsur ular dalam kisah jatuhnya manusia dalam dosa supaya proses jatuhnya manusia dalam dosa bisa dikisahkan. Perlu juga diperhatikan bahwa ular adalah binatang darat yang diciptakan oleh Tuhan. Berarti ular bukan sebagai kekuatan illlahi. Jadi sumber kehancuran manusia bukan dari Allah, tetapi justru dari manusia sendiri.

Akibat dari pemberontakkannya, hubungan dengan Allah yang semula ada dalam suasana persekutuan yang serasi menjadi terputus. Manusia menjadi makhluk yang terasing di hadapan Allah. Ia dikuasai iblis dan sekaligus telah menjadi budaknya (Roma 6:17, 20). Manusia gagal dalam mewujudkan kehendak dan rencana Allah dalam hdupnya. Jatuhnya manusia dalam dosa mengakibatkan kebinasaan bagi seluruh ciptaan Allah. Tidak hanya manusia saja yang hancur, tetapi seluruh dunia ini (lihat Roma 5 :12-21).


6. Manusia Merindukan Keselamatan


Dosa telah menjadikan manusia terpisah dengan Allah. Sejak itu hidup manusia tidak lagi dalam suasana yang selaras lagi, baik hubungannya dengan Allah maupun hubungannya dengan sesamanya. Di antara manusia muncul suasana saling membenci, penuh kekerasan , kegelisahan dsb. Manusia juga kehilangan hubungan yang selaras dengan ciptaan Allah yang lain. Kodrat manusia yang semula sebagai citra / gambar Allah telah rusak dan ditaklukkan leh kebodohan, kesengsaraan bahkan juga berada di bawah kekuasaan maut. Di pihak lain, Allah pada dasarnya tidak menghendaki hidup manusia menjadi binasa, “Allah tidak menghendaki kematian pendosa, melainkan supaya dia bertobat dan hidup” (Ezra 3:11), demikian yang dikehendaki oleh Allah atas manusia.

Sejak manusia jatuh dalam dosa, berusaha menemukan kembali martabatnya sebagai ciptaan Allah yang mulia namun tidak pernah beerhasil. Cara yang ditempuh bermacam-macam. Misalnya, dalam agama primitif, percaya akan adanya kuasa-kuasa gaib yang menguasai dan mengatur hidup manusia dan menyelamatkannya. Manusia juga berusaha menemukan kembali keselarasan hidupnya, baik kepada sesama maupun ciptaan yang lain melalui upacara-upacara yang ditujukan kepada sesuatu yang dianggap berkuasa. Oleh mereka disebut sebagai dewa-dewi. Ada dewa surya, dewa agni, dewi sri, dewi pertiwi, dsb. Mereka juga percaya bahwa di puncak-puncak gunung, di pohon-pohon tertentu adalah tempat para dewa-dewi bersemayam. Di samping mereka percaya kepada dewa-dewi yang mempunyai kekuasaan juga percaya adanya dewa tertinggi yang kekuasaannya melebihi kekuasaan dewa-dewi tadi. Tetapi sayangnya, dewa tertinggi berada “jauh” dari hidup manusia. Sebagai sarana untuk berhubungan dengan dewa-dewi dibutuhkan sesaji atau korban. Bahkan tidak jarang pula manusia melakukan upacara dengan cara menyiksa diri dengan harapan agar dewa tertinggi mau memperhatikan dirinya.

Di lain pihak, Allah tetap setia kepada manusia. Seperti yang disaksikan oleh Ezra, bahwa Allah pada dasarnya tidak menghendaki manusia mengalami kematian akibat dari dosanya (Ezra 3:11). Dalam Roma 6:1-23, Paulus dengan jelas menguraikan bahwa dosa tidak hanya merusak suasana kehidupan manusia, tetapi juga memperbudak manusia.

Karena manusia telah memutuskan hubungan dengan Allah dan merusak hubungannya dengan sesama dan ciptaan yang lain dan dari dirinya sendiri tidak mampu menyelamatkan hidupnya dari kekuasaan dosa, maka sekarang Allah mengambil inisiatif untuk menyelamatkan dan memulihkan kembali martabat manusia. Inisiatif dari Allah sudah nampak dari janjiNya (lihat Kejadian 3:15). Janji itu semakin dipertegas ketika Allah berkenan memanggil Abraham dari Ur-Kasdim. Disini Allah sudah mempersiapkan rencana karya keselamatanNya. Janji yang disampaikan kepada Abraham diteguhkan kembali dalam peristiwa pemberian Kesepuluh Hukum kepada bangsa Israel ketika berada di gunung Sinai dalam perjalanan pulang dari Mesir ke tanah yang dijanjikan Allah ( Keluaran 20:1-17, Ulangan 5:1-21). Meskipun demikian, usaha Allah dalam menyelamatkan manusia “kurang” mendapatkan tanggapan yang baik dari manusia. Berulangkali umat Allah melanggar ketetapan-ketetapan Allah. Maka Allah juga berkenan mengutus nabi-nabiNya untuk mengajar dan mengingatkan bangsa Israel. Karya penyelamatan Allah atas manusia mencapai puncaknya dalam kedatangan Yesus. Dengan perantaraan Tuhan Yesus, Allah berkenan menyatakan diri kepada manusia (Yohanes 3:16, Roma 3:23-26; 5:15, 17, 21).

Kehadiran dan pernyataan Allah dalam diri Tuhan Yesus menunjukkan besarnya perhatian Allah kepada manusia. Tetapi keberhasilan “usaha” Allah dalam menyelamatkan manusia juga tergantung dari keputusan manusia sendiri. Apakah manusia mau menerima uluran tangan Allah ? Yang jelas Allah tidak akan pernah memaksakan kehendakNya kepada manusia.

0 komentar:

Doa Untuk Anda

Apakah Anda Ingin mendapat kiriman text Doa-Satu-Menit setiap hari ? Kirim Email Kosong ke : doa-satu-menit-subscribe@yahoo.com
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Matius 6:33)

Jika Kamu di Surabaya, Stay Tuned at

  • Bahtera Yuda at 96.4 MHz
  • Bethany FM at 93.8 MHz
  • Nafiri FM at 107.10 MHz

Firman Tuhan Untuk Anda

"Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." (Yohanes 6:51)




Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. (Yohanes 10:14-15)




“Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6)




Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya" (Yohanes 11:25-26)




Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. (Yohanes 15:16)




“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakan lah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:6-7)




-----000000------00000------00000---------