Masih belum menemukan apa yang Anda cari? Masukkan kata kunci pencarian Anda untuk mencari artikel yang ada di Blog ini:

e diel

Akar Permasalahan Seksual


Perbudakan seksual mencengkeram kita erat-erat

ketika kita menggunakan

kemabukan kenikmatan seksual yang bersifat sementara


Bagi mereka yang terjebak dalam perselingkuhan secara seksual atau kecanduan terhadap pornografi, masalah hidup tampaknya hanya berkaitan dengan fisik dan hanya terpusat pada satu hal. Sepertinya jelas sekali bahwa untuk memuaskan keinginan seksual, kita harus memberi kepuasan yang diminta. Namun, yang tidak selalu tampak jelas bahwa dibalik keinginan fisik kita terdapat nafsu jiwa, yang hanya dilumpuhkan sementara waktu oleh kenikmatan seksual. Masalah sebenarnya yang ditimbulkan oleh pemenuhan kebutuhan kecanduan seksual bukanlah masalah fisik, melainkan jiwa. Hal yang menjadi akar permasalahan kita adalah kepercayaan bahwa kita dapat memuaskan hati kita dengan kekuatan kita sendiri dan memperlakukan keinginan dan nafsu kita seperti halnya nafsu fisik. Namun dengan mempercayai kebohongan ini, kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan solusi yang sejati dan pengendalian diri.

Gejala-gejala dari Masalah yang Lebih Dalam. Mengakui dosa seksual atau kecanduan seks barangkali terlihat cukup memalukan. Dengan pengakuan itu kita sepertinya memperlihatkan bahwa kita tidak dapat memenuhi harapan kita atau harapan Allah. Atau, dengan pengakuan itu kita telah menyakiti orang yang kita kasihi karena pilihan seks kita. Namun, sebelum kita benar-benar menerima kesalahan kita, sebelum kita mengetahui kelimpahan kasih dan pengampunan Allah, dan sebelum kita mendapatkan kembali hasrat hidup yang sehat, kita harus meengerti bahwa akar dari permasalahan dosa seksual adalah pemujaan terhadap berhala.

Pemujaan berhala adalah pemujaan terhadap sesuatu atau orang lain lebih daripada Allah yang sejati. Perjanjian Baru menjelaskan lebih lanjut bahwa hasrat yang salah kendali adalah pemujaan berhala (Efesus 5:5, Kolose 3:5). Menurut Paulus, menginginkan sesuatu (mendambakan sesuatu yang tidak ditawarkan oleh Allah) sama halnya dengan melakukan penyembahan berhala. Alasannya jelas. Apabila kita menginginkan sesuatu yang telah dilarang Allah, dan kita tidak ”lapar dan haus” akan sesuatu yang diminta Allah untuk kita kejar, kita telah menyembah keinginan kita sendiri lebih daripada Allah sendiri.

Dengan pandangan mengenai bahaya penyembahan berhala, pada suratnya yang pertama di Perjanjian Baru, Yohanes mengakhiri dengan kalimat, ”Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala” (1 Yohanes 5:21). Peringatan ini adalah ”kata terakhir” dari surat yang menyerukan kepada pembacanya untuk mengasihi Allah lebih dari segalanya dan mengasihi satu sama lain sebagai tanda kasih kita kepada Bapa. Yohanes sadar bahwa bila Allah tidak lagi menjadi hasrat hidup kita, dan bila kita tidak secara jujur memerhatikan orang lain dengan kasih yang telah kita terima dari Allah, maka hilangnya kasih yang sehat akan membuat kita terus-menerus mengejar nafsu sehinggga kita menjadi berbahaya bagi diri kita sendiri dan orang lain (1 Yohanes 2:15-17). Nafsu-nafsu ini adalah gejala dari penyembahan berhala.

Penyembahan berhala yang diperingatkan oleh Rasul Yohanes ini memiliki sejarah yang panjang. Hal itu adalah akar dosa dari dua kota yaitu Sodom dan Gomora. Meskipun Sodom terkenal karena dosa seksualnya, Alkitab menggambarkan secara gamblang bahwa obsesi seksual dan dosa-dosanya adalah gejala dari permasalahan yang lebih dalam yakni penyembahan berhala. Sebelum jatuh ke dalam kebingungan gender dan takluk pada seks, orang-orang Sodom mengalihkan hasrat mereka dari Allah kepada diri mereka sendiri.

Nabi Yehezkiel berkata kepada Yerusalem, ”Lihat, inilah kesalahan Sodom, kakakmu yang termuda itu: kecongkakan, makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan hidup ada padanya dan pada anak-anaknya perempuan, tetapi ia tidak menolong orang-orang sengsara dan miskin. Mereka menjadi tinggi hati dan melakukan kekejian di hadapan-Ku; maka Aku menjauhkan mereka sesudah Aku melihat itu” (Yehezkiel 16:49,50)

Dosa seksual Sodom adalah akibat dari kesalahannya, bukan penyebab kesalahan itu. Di balik homoseksualitasnya terdapat pola pilihan yang menempatkan diri sendiri, keinginan, dan kesenangannya di pusat dunianya. Di akhir kehancurannya, orang-orang Sodom mengganti Allah dengan obsesi seksual yang tidak mungkin terpuaskan (lihat juga Roma 1:18-32).

Gejala-gejala Hilangnya Hasrat Akan Allah. Obsesi seksual terjadi (di dalam maupun di luar pernikahan) apabila kita semakin terfokus pada kesenangan fisik sesaat daripada mecari kepuasan dalam rancangan dan kehendak Allah. Kecanduan terjadi apabila kehilangan semangat terhadap Allah dan apabila kita tidak lagi ”lapar dan haus” terhadap apa yang hanya dapat dilakukan Allah di dalam hati kita (Matius 5:6). Perbudakan seksual mencengkeram kita erat-erat ketika kita menggunakan kemabukan kenikmatan seksual yang bersifat sementara untuk mematikan keinginan yang bergejolak, yang hanya dapat dipuaskan oleh hasrat dan kasih yang dibagikan Allah kepada mereka yang mempercayaiNya.

Namun, yang kerap kali terjadi adalah tak banyak orang yang di sekitar kita dapat menolong kita melihat jenis hasrat yang telah hilang dari diri kita. Sangat mungkin bila kita tidak tahu apa yang hilang. Karena itu penting sekali meluangkan waktu dengan Pribadi yang mengajar kita untuk ”lapar dan haus terhadap kebajikan”. Kristuslah yang menunjukkan contoh bahwa mereka yang penuh dengan kasih yang sehat terhadap Allah dan sesama tidak dikuasai oleh kenikmatan seksual secara fisik supaya menjadi pria dan wanita yang sejati.

Kristus menunjukkan apa yang hilang dalam diri kita. Bahkan tanpa hubungan seksual, Dia adalah teladan sempurna dari kemaskulinan. Dia adalah sumber kekuatan dan perlindungan bagi pria dan wanita dalam hidupNya. Dia bertarung melawan musuh demi kita. Dia mengorbankan hidupNya demi mempelaiNya yaitu gereja. Dia menerima hukuman dan penghinaan dari musuhNya. Dia menjalin persahabatan yang personal, baik dengan pria maupun wanita. Dia menentang godaan dari si penggoda. Dia cukup kuat untuk bersikap lembut, cukup bersemangat untuk membersihkan rumah BapaNya, dan cukup merasa nyaman untuk menangisi orang-orang yang Dia kasihi. Meskipun Dia Allah, Dia benar-benar memiliki sifat manusia. Namun, Dia melewati masa remaja dan melewati umur dua puluhan sebagai lajang yang tidak ”membutuhkan” hubungan seksual secara fisik.

Reaksi kita barangkali, ”Ya, tapi saya bukan Kristus. Seandainya saya Kristus, saya akan memiliki hasrat yang kuat terhadap Allah dan saya tidak akan mendapatkan masalah seksual seperti sekarang ini.” Memang benar, kita bukan Kristus. Tetapi Dia ada di dalam diri kita. Dalam hidup ini kita tidak bisa sesempurna Dia. Namun, kita dapat menempatkan diri kita di bawah kuasaNya. Kita dapat mengundangNya agar Dia hidup di dalam kita dan melakukan apa yang tidak dapat kita lakukan sendiri. Kita dapat mengundangNya untuk mengalihkan hati kita kepada Allah dan membagikan kepada kita hasratNya terhadap Bapa, kehausanNya untuk melakukan kehendak Allah, serta kasihNya yang dalam dan tak berkesudahan baik terhadap kawan maupun lawan.

Akan tetapi, bagaimana jika, walaupun kita berhasrat untuk menyenangkan Kristus, kita masih menginginkan keintiman seksual dari sebuah pernikahan? Bagaimana jika kita bergumul dengan pemikiran bahwa Allah mungkin tidak memberi kita seorang suami atau istri ?

Maka kita perlu membawa kekecewaan, ketidakpuasan, dan keputusaasaan kita kepada Allah. Inilah yang dilakukan Tuhan di Taman Getsemani. Ketika Dia dihadapkan pada hukuman mati karena dosa-dosa kita, Dia tidak begitu saja menekan ketakutanNya dan mencoba bersikap saleh. Dengan kekuatan yang luar biasa, Dia bergumul dengan keinginanNya untuk menghindari salib. Dengan kejujuran yang sungguh-sungguh, Dia memohon kepada Bapa supaya Dia bisa menghindari penderitaan yang akan menimpaNya. Namun, Dia tetap tinggal di taman itu sampai Dia mampu berkata, ”Tetapi bukanlah kehendaKu, melainkan kehendakMulah yang terjadi” (Lukas 22:42). Dia bergumul dengan Allah sampai Dia memperoleh kembali hasrat yang lebih kuat terhadap kehendak Allah, dan memperoleh kembali keinginan yang lebih dalam untuk menyelamatkan manusia dengan kematianNya, bukannya untuk mendapatkan kelegaan sementara bagi diriNya sendiri.

Ibrani 12:2 mengatakan bahwa Yesus, ”dengan mengabaikan kehinaan (karena dibunuh sebagai penjahat) dengan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia (untuk menyelamatkan kita dari kekekalan yang sesat dan kelam), yang sekarang duduk di sebelah tahta Allah.” Pada hari-hari ketika Dia ”berhasrat untuk mati”, Dia juga menjadi contoh dari rancangan Allah untuk hasrat.

0 komentar:

Doa Untuk Anda

Apakah Anda Ingin mendapat kiriman text Doa-Satu-Menit setiap hari ? Kirim Email Kosong ke : doa-satu-menit-subscribe@yahoo.com
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Matius 6:33)

Jika Kamu di Surabaya, Stay Tuned at

  • Bahtera Yuda at 96.4 MHz
  • Bethany FM at 93.8 MHz
  • Nafiri FM at 107.10 MHz

Firman Tuhan Untuk Anda

"Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." (Yohanes 6:51)




Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. (Yohanes 10:14-15)




“Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6)




Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya" (Yohanes 11:25-26)




Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. (Yohanes 15:16)




“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakan lah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:6-7)




-----000000------00000------00000---------