Masih belum menemukan apa yang Anda cari? Masukkan kata kunci pencarian Anda untuk mencari artikel yang ada di Blog ini:

e diel

Rancangan Allah Untuk Hasrat

Jalan keluar selalu ditemukan dengan menciptakan atau mengembalikan ingatan mengenai rancangan. Segala sesuatu memiliki rancangan, mulai dari urat daun sampai surai kuda, mulai dari kepingan (chip) komputer sampai Menara Sears di Chicago, mulai dari mainan anak-anak sampai peluru kendali Thunderbird yang memiliki kekuatan luar biasa. Segala sesuatu memiliki rancangan, waktu, dan tempat. Segala sesuatu menunjukkan adanya pemikiran kreatif di balik suatu rancangan. Demikian juga dengan seksualitas. Seksualitas merupakan hasil rancangan Perancang Mahabijaksana.

Menurut Kejadian 1:26-28, setelah Allah menciptakan dunia dengan tanaman, hewan, dam musimnya, Dia berkata, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.

Kejadian 2 semakin memperluas asal-usul gender dan seksualitas kita. Dalam penjelasan kedua dam penjelasan yang lebih khusus, Musa mengatakan kepada kita bahwa setelah mula-mula diciptakan Adam, tampak jelas bahwa tidak ada kawan yang setara dengannya di antara kawanan binatang. Karena itu, dari tulang rusuk Adam sendiri, Tuhan menciptakan wanita. Kemudian Musa berkesimpulan, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.” (Kejadian 2:24-25).

Penejelasan Kitab Kejadian mengenai rancangan Allah memperjelas bahwa seksualitas berasal dari Allah. Meskipun menjadi laki-laki atau perempuan dianggap banyak orang sebagai suatu kutukan, pada awalnya hal itu tidak demikian. Pada awalnya, gender merupakan karunia yang luar biasa dari Allah. Laki-laki dan perempuan merupakan mahkota penciptaan. Mereka sama-sama memiliki identitas seksual yang saling melengkapi, sehingga memampukan mereka untuk menjadi pasangan yang tepat satu sama lain. Dalam pernikahan, jenis kelamin mereka yang saling melengkapi akan menciptakan dasar bukan hanya untuk persahabatan, melainkan juga untuk kenikmatan yang saling dinikmati dari aktivitas hubungan seksual secara fisik dan kesatuan. Di luar pernikahan, laki-laki dan perempuan akan memperkaya satu sama lain melalui gabungan dari perbedaan kemaskulinan dan kefeminiman mereka. Mereka akan saling memberikan kekayaan pribadi dan hubungan yang tidak ada dalam kebersamaan dengan kelompok yang semuanya-pria dan semuanya-wanita.

Kitab Kejadian juga menunjukkan kepada kita bahwa meskipun laki-laki dan perempuan agaknya diciptakan berbeda satu sama lain, keduanya diciptakan sangat berbeda dengan binatang. Laki-laki dan perempuan sama-sam memiliki citra Allah dalam suatu hal sehingga mereka bukanlah pasangan dari binatang. Karena itu, pandangan Musa tentang seks sangat berbeda dari teori evolusi modern. Filosofi naturalistik yang telah banyak membentuk pendidikan saat ini menyatakan bahwa tidak akar yang membedakan antara manusia dan binatang. Karena itu tidak mengherankan jika mereka yang melihat diri mereka lebih dekat dengan binatang daripada dengan Allah bertingkah seperti binatang dalam hubungan seksual mereka.

Selama berpuluh-puluh tahun kita hidup dengan filosofi naturalistik, dimana teori evolusi dimasukkan dalam sistem pendidikan kita, maka dapat dimengerti apabila generasi kita akan mempertahankan pilihan seksual mereka dengan menyebutkan keberadaan homoseksual dengan menyebutkan keberadaan homoseksual atau hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan dalam dunia binatang. Kita sering mendengar, ”Seks adalah hal yang alami dan indah. Lihatlah binatang. Mereka menunjukkan bahwa kita tidak perlu terlalu terikat dan menganut nilai-nilai moral dalam mengekspresikan hasrat heteroseksual atau homoseksual kita.”

Namun, Musa menunjukkan kepada kita bahwa meskipun kita dan binatang diciptakan oleh Pencipta yang sama, kita bukanlah binatang! Tidak seperti makhluk dalam dunia binatang, kita diciptakan sesuai dengan citra Allah. Selain itu, Allah memiliki hubungan seksual manusia untuk mereproduksi keserupaanNya dalam anak yang dilahirkan.

Keserupaan dengan Allah inilah yang dinodai ketika laki-laki dan perempuan memandang satu sama lain sebagai obyek seksual, dan bukanlah sebagai manusia utuh yang sama-sama memiliki kebutuhan, impian, dan nasib. Terjadi dehumanisasi yang luar biasa dalam etika seksual yang memandang wanita semata-mata dari kenikmatan fisik secara seksual yang ditawarkan tubuh mereka. Menilai ”bagian tubuh” satu sama lain yang akan segera dimakan usia dan kehilangan daya tarik merupakan sesuatu yang merendahkan nilai. Dan suatu hal yang lebih menjunjung martabat apabila kita melihat setiap laki-laki dan perempuan sebagai manusia utuh yang tidak perlu dieksploitasi dan ditipu demi kenikmatan seksual orang lain, tetapi justru dihormati, dikasihi, dihargai, dan dinikmati sebagai manusia yang utuh. Lebih mulia apabila menjadi pria yang mengasihi wanita sebagai sahabat, bukannya menganggap wanita sebagai obyek untuk ditaklukkan dalam hubungan seks. Namun, ini bukannya masalah menjadi terhormat. Yang benar adalah bahwa kita dirancang untuk sebuah hasrat lebih dari sekadar agresi seksual yang terpusat pada diri sendiri.

Namun, Kitab Kejadian memaparkan penciptaan lebih dari sekadar menggambarkan martabat dan asal mula seksualitas kita. Kejadian juga mengembalikan kita pada akar masalah seksualitas kita.

Penyimpangan Rencana Allah. Dalam Kejadian 3:1-5, Setan mengatakan kepada Adam dan Hawa bahwa Allah merahasiakan sesuatu dari mereka. Sambil menunjuk sebuah pohon di taman yang buahnya dilarang oleh Allah untuk mereka makan, Setan berkata, ”tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (ayat 5).

Oswald Chambers mengatakan, ”Semua dosa bersumber dari prasangka bahwa Allah tidak cukup baik.” Setan menghasut Hawa untuk percaya bahwa Allah menyimpan yang terbaik bagi diriNya sendiri. Jika hal itu benar, berarti Dia tidak bisa dipercaya.

Kebenaran Setan yang bersifat setengah-setengah itu mengandung sesuatu yang sangat jahat. Kejadian 3:7 mengatakan, ”Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang.” Sejak saat itu seksualitas mereka menjadi sumber pencobaan dan perjuangan yang tidak ada hentinya. Seksualitas manusia menjadi medan peperangan yang strategis antara surga dan neraka karena ia tidak lagi dikendalikan dan dilindungi oleh kasih sejati. Sejak saat itu, seksualitas yang diciptakan untuk dinikmati dalam keintiman dan kebahagiaan hubungan cinta penuh kesetiaan yang timbal balik, telah menjadi indikator tingkat kedurhakaan manusia.

Fantasi seksual digunakan banyak orang untuk mengatasi kesepian yang tidak terhindarkan di dalam dunia yang telah begitu tragis didera dosa. Hal tersebut merupakan usaha untuk menemukan jalan kembali apa yang telah hilang. Patric carnes dalam bukunya Don’t Call It Love: Recovery From Sexual Addiction, menulis bahwa “orang Amerika membelanjakan uangnya lebih banyak untuk pornografi selama setahun daripada jumlah penjualan Coca-Cola” (hal. 57). Fotografer halaman tengah majalah Playboy tahu benar bagaimana mempertahankan ilusi-ilusi tersebut. Begitu pula para wanita tuna susila atau pasangan selingkuhan. Mereka semua hidup dalam sebuah fantasi yaitu ”di sebuah tempat ada seseorang yang akan mencintai aku dengan sempurna”.

Di dalam pemberontakan itu kita menolak untuk menerima kenyataan yang menyedihkan bahwa kita tidak dapat kembali ke Eden. Maka, alih-alih kembali pada Allah untuk mendapatkan pengampunan, hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah mencoba mengurangi penderitaan kita melalui bentuk-bentuk kesenangan yang dapat kita kendalikan. Amoralitas seksual berhasil mengatasi beberapa penderitaan itu. Ia menciptakan perasaan hidup dan hasrat yang palsu, yang hanya sekejap saja membuat kita melupakan penderitaan atas keterasingan kita dari Allah. Dengan demikian, kita mencoba menuruti nafsu seksual kita yang menyimpang untuk meringankan beban dalam jiwa kita. Namun sebenarnya, kita telah menukarkan satu-satunya Allah yang benar dengan ilah palsu. Tetapi untuk itu kita harus membayar harganya.

Harry Schaumburg menulis,”Ketika orang-orang mencari kenikmatan surga dengan cara mereka sendiri, maka mereka menciptakan neraka di dunia dengan hasrat yang tidak terkendalikan” (False Intimacy, hal. 60). Akar dari seluruh penyimpangan dan amoralitas seksual dimulai dari hasrat untuk menggantikan penderitaan seseorang dengan kenikmatan. Akan tetapi, hasrat menggebu dengan keintiman dengan Allah begitu dalam melekat di hati manusia. Hasrat tersebut tak dapat dibungkam, oleh karenanya ia menurun menjadi sebuah usaha yang sia-sia untuk membinasakan semua hasrat.

Menurut Hosea, penggantian ibadah yang sepenuh hasrat kepada Allah dengan kenikmatan yang menyedihkan tersebut tidak akan menghasilkan sesuatu yang memuaskan: ”Mereka akan makan, tetapi tidak menjadi kenyang, mereka akan bersundal, tetapi tidak menjadi banyak, sebab mereka telah meninggalkan TUHAN untuk berpegang kepada sundal .” (Hosea 4:10). Gambaran tentang prostitusi, perzinahan, penyembahan berhala ditampilkan berulang-ulang di dalam Kitab Suci (Yeremia 3:2-5, Yehezkiel 16,23).

Karena manusia menyembunyikan kebenaran tentang Allah (Roma 1:18), mereka ”menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran” yang ia buat sendiri (ayat 23). Karena itu Allah menyerahkan umat manusia ke dalam kuasa dosa yang lebih kita sukai daripada Dia:

  • Penyimpangan heteroseksual (ayat 24)
  • Penyimpangan homoseksual (ayat 26, 27)
  • Penyimpangan pikiran yang menuntun kita pada perilaku yang menyimpang dalam setiap segi kehidupan (ayat 28-32)

Harry Schaumbur menekankan, ”Perbuatan Allah sungguh hebat. Dia menyerahakan kita tidak hanya kepada keinginan kita, tetapi pada sebuah kondisi hasrat yang tidak terkendalikan. Kita menuntut Allah untuk mundur. Kita memilih untuk mengatur hidup kita sendiri daripada menghormati dan mematuhi Allah; kita kehilangan kemampuan untuk mengatur hasrat kita” (False Intimacy, hal. 59).

Intinya: Sekali kita mengabaikan ibadah yang penuh hasrat kepada Allah, maka hasrat apapun yang kita miliki akan menjadi ilah bagi kita. Ucapan Paulus seharusnya menjadi peringatan bagi kita, yaitu jika kita tidak mengizinkan Tuhan menggerakkan hati kita dengan penuh gairah untuk memuji Dia, maka hasrat kita pasti akan digerakkan oleh hal lain. Urutaannya sudah jelas. Sekali orang telah berpaling dari kebenaran Allah, maka pikiran mereka menjadi menyimpang, pengertian mereka menjadi gelap, hati mereka menjadi keras, dan kemampuan untuk mengalami hasrat secara mendalam akan berkurang. Satu-satunya hal yang menggores permukaan hati adalah sensualitas. Akan tetapi keefektifannya telah berkurang. Bukannya mengendalikan hasrat kita, kita justru menjadi budak hasrat tersebut.

Namun masih ada harapan. Allah berkehendak untuk mengembalikan hasrat kepada hidup kita, bukan memusnahkannya.

Pemulihan Kembali Rencana Allah. Menghadapi seksualitas kita sedemikian rupa sehingga sesuai dengan rencana Allah memang tidak mudah. Tetapi dengan bantuan Tuhan, dengan kucuran sabdaNya, dan dengan bantuan dari para sahabat yang akan berbagi penderitaan dengan kita serta secara pribadi membuat diri kita sendiri mampu bertahan, maka semuanya akan menjadi mungkin. Beberapa langkah dapat dimulai untuk membalikkan pola-pola adiktif seperti yang diungkapkan dalam Efesus 4:17-19

1. Mengakui bahwa kita diciptakan untuk memiliki hasrat. Allah tidak ingin kita mengingkari atau menekan kapasitas kita terhadap kesenangan. Ada hubungan yang erat antara hasrat dan kemampuan kita untuk beribadah. Hasrat adalah satu cara yang digunakan Allah untuk membawa kita kepadaNya. Daud menyiratkan hal itu ketika ia menulis, ”Bergembiralah karena Tuhan, maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu” (Mazmur 37:4).

Hal itu bukan berarti bahwa jika kita bersukacita dalam Allah maka kita akan mendapatkan apa pun yang kita inginkan. Namun, ini berarti bahwa Allah sangat baik, sangat penyayang, sangat berkuasa, sangat dekat dengan kita, dan akan memenuhi kesejahteraan kita pada akhirnya, sehingga Dia dapat memuaskan kerinduan terdalam di hati kita.

Seseorang bernama Asaf menggambarkan hal itu dengan sangat percaya diri ketika ia menuliskan, ”Siapa gerangan yang ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi” (Mazmur 73:25). Namun, yang menarik tentang Asaf adalah ia tidak percaya diri begitu saja tanpa sebuah pergumulan. Di bagian awal Mazmur 73, ia mengemukakan banyak kekecewaan terhadap Allah. Ia memulainya dengan mengatakan bahwa ia tahu Allah begitu baik kepada Israel, pada saat yang sama ia tidak begitu yakin bahwa Allah telah begitu baik kepadanya. Kenyataannya, secara pribadi ia tidak percaya terhadap kebaikan Allah kepadanya hingga ia hampir kehilangan imannya. Setelah mendapatkan pemahaman tentang takdir bangsa yang ia cemburui, ia kemudian belajar untuk sungguh-sungguh puas terhadap Allah. Setelah itu ia dapat dengan jujur berkata, ”Siapa gerangan yang ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi” (Mazmur 73:25).

Masalah Asaf bukan karena ia terlalu berhasrat untuk mendapatkan kepuasan dari Allah. Masalahnya adalah sebelum ”pemahaman itu didapat”, ia belum berpikir dengan cukup jernih mengenai sesuatu yang bersifat duniawi atau mengenai Allah sendiri untuk mengetahui dimana ia bisamenemukan kenikmatan dan kepuasan yang sesungguhnya.

John Piper dalam bukunya yang berjudul Desiring God memuat maksud yang hampir sama, ”Hambatan terbesar dalam beribadah bukanlah karena kita adalah orang-orang yang hanya mencari kenikmatan, melainkan karena kita telah bersedia tinggal dalam kenikmatan-kenikmatan yang menyedihkan itu” (hal. 77). Ketika kita memikirkan apa yang ditawarkan Allah kepada kita untuk mencari hubungan yang mendalam dengan Dia, ”maka akan tampak bahwa sepertinya Tuhan menganggap hasrat kita tidak terlalu kuat, tapi terlalu lemah. Kita adalah makhluk setengah hati, suka bermain dengan minuman keras, seks, dan ambisi ketika kenikmatan yang tak terbatas ditawarkan kepada kita. Kita seperti seorang anak yang tidak tahu apa-apa, yang ingin terus membuat kue lumpur di kubangan karena ia tidak bisa membayangkan apa artinya tawaran berlibur ke pantai. Kita memang terlalu mudah merasa puas” (C.S. Lewis, The Weight Of Glory, hal. 1-2).

2. Dengan jujur menghadapi sisi gelap dari hasrat kita. Meskipun kita diciptakan untuk memiliki hasrat, tetapi nafsu seksual yang salah arah menempatkan ancaman besar bagi keberadaan kita. Pergumulan seksual bukan sesuatu yang dangkal. Masalahnya bukan hanya menyangkut dorongan hormonal yang lepas kontrol, yang dapat diatasi dengan larangan-larangan dan disiplin yang keras. Amoralitas seksual menyangkut arahan yang salah dari hati kita yang tidak bersih, yang menolak untuk menyembah Allah pencipta kita.

Setelah semua usaha sia-sia kita untuk mengendalikan hidup kita dengan menyembah ilah kenikmatan seksual yang palsu mengalami kegagalan, kita harus mulai memandang Allah sebagai satu-satunya Pribadi yang mampu mengenyahkan teror kerasingan kita dengan kehadiranNya yang baik dan penuh kuasa. Dia ingin membawa kita dekat dengan Dia dengan harapan keterlibatan yang penuh sukacita dan membersihkan diri kita dari sikap keras kepala untuk bertahan dengan cara kita sendiri.

Keberanian sangat diperlukan untuk menghadapi teror kehidupan (Yosua 1:9). Kita takut akan menemui suatu atau seseorang yang akan menghancurkan kita. Tetapi iman yang berani memercayai bahwa kita akan mampu mengatasi segala sesuatu dalam hidup ini karena kita adalah milik Allah yang telah mengatasinya untuk kita (Yohanes 16:33). Keberanian diperlukan untuk menghadapi kekecewaan duniawi dan kerusakan pada sisi gelap hati kita. Ini berarti bahwa kita menolak untuk berpura-pura tentang segala sesuatu, dan hal itu menanamkan kejujuran.

Kerendahan hati sangat diperlukan jika kita dengan jujur menghadapi arogansi dan kemarahan di balik kekerasan hati kita untuk bertahan hidup di dunia dengan cara kita sendiri karena kecurigaan bahwa Allah kita tidak cukup baik. Jika kita bersedia merendahkan diri kita di hadapan Allah dan mengakui pemberontakan kita di hadapanNya, maka Dia akan memberikan kelembutan dan pengampunan untuk menopang kita dalam menjalani kehidupan (Yakobus 4:6).

Apakah kita lebih tergerak oleh sebuah hubungan gelap, fantasi seksual, atau selembar halaman tengah majalah Playboy [biasanya menggambarkan wanita tanpa busana] daripada ketika kita membaca kisah-kisah Tuhan Yesus dalam Alkitab? Apakah kita merasa lebih hidup ketika menonton adegan cinta yang menggebu-gebu di layar televisi daripada ketika kita mendapatkan kesempatan untuk berbagi iman dengan orang yang belum percaya? Jika memang demikian, maka kita baru saja mengungkapkan komitmen kita pada pengertian hidup yang gelap, terpisah dari Allah (Efesus 4:18).

3. Mintalah kepada Allah untuk mengarahkan kembali hasrat Anda. Akar dari permasalahannya bukanlah dorongan seksual yang terkendali, tetapi hati yang tidak terkendali, yang mengeras melawan pancaran sinar anugerah dan kebenaran Allah yang hangat. Kenikmatan yang diperoleh dari hubungan seks yang terlarang (atau semua bentuk perilaku dosa yang adiktif) merupakan kenikmatan yang singkat. Setan selalu mencari orang yang dapat dimangsanya (1 Petrus 5:8), oleh karena itu setiap bentuk kecanduan (atau ilah palsu) telah diciptakan untuk menghancurkan orang-orang percaya. Setan tidak menghargai hasrat dari hati; ia menghancurkan hasrat dari hati manusia agar tidak ada lagi hasrat yang menggebu kepada apapun, terutama kepada Allah.

Mengakui dosa-dosa kita kepada Allah (1Yohanes 1:9) dan kepada sesama (Yakobus 5:16), haruslah tidak terbatas pada tindakan-tindakan dan perilaku kita yang tampak saja. Kita harus selalu memperhitungkan akar dari perbuatan dosa kita, yaitu hati, yang telah menjadi beku terhadap pengampunan, anugerah, dan belas kasihan Allah yang tiada habisnya. Pertobatan dalam tingkatan ini merupakan perubahan arah hati kita untuk menjauh dari ilah palsu menuju Allah yang satu dan benar ( 1 Tesalonika 1:9).

Pertobatan yang sejati selalu ditandai oleh hati yang hancur dan penyesalan yang dalam. Hati yang berhasrat seperti itulah yang disenangi Allah (Mazmur 51:18,19).

4. Dengan penuh hasrat berjanjilah untuk hidup sesuai dengan rancangan Allah. Jika sekarang kita setia untuk hidup dalam Kristus (Roma 6:11), maka cukup beralasan jika kita mendengarkan apa yang dikatakan Rasul Paulus, ”Serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran” (Roma 6:13). Kita semua terlibat dalam peperangan bagi jiwa laki-laki dan perempuan. Kita dapat menjadi senjata di tangan si jahat untuk merenggut kemuliaan dan penyembahan kepada Allah (Roma 6:12,13), atau kita akan menjadi senjata kebaikan dalam memuliakan Allah melalui cara kita menikmati Dia.

Hubungan seksual dengan banyak orag merupakan senjata yang efektif bagi Setan untuk merenggut kemuliaan dan kehormatan Allah. Kerap kali kita tidak berpikir demikian, tetapi bagaimana kita menangani perilaku seksual kita akan berpengaruh kepada Allah dan bagaimana pandangan orang lain terhadap Dia. Setiap kali kita terlibat dalam aktivitas seksual terlarang, kita membawa Allah bersama kita dan membuat Dia menjadi bagian dari amoralitas kita (1 Korintus 6:12-20). Ketika kita menolak untuk terseret dalam amoralitas seksual karena sukacita yang dalam dan rasa syukur yang kita rasakan dalam hati kita terhadap kebaikan Allah, berarti kita telah mengalahkan kekuatan jahat dengan perbuatan baik (Roma 12:21). Mengatakan tidak bagi perbuatan-perbuatan amoral menjadi menyenangkan karena aktivitas seksual yang terlarang tidak sebanding dengan sukacita karena kehadiran Bapa (Mazmur 16:11).

Godaan seksual akan selalu menjadi daya tarik bagi kita selama kita masih hidup, namun hal itu akan menjadi lebih mudah dilawan ketika kita memfokuskan diri pada pencarian kita akan hubungan yang penuh hasrat dengan Kristus. Menikmati kedekatan dengan Allah akan mengungkapkan pesona akan kenikmatan seksual yang sesungguhnya, pencuri yang telah merenggut kita dari sukacita keintiman yang sejati. Dalam realisasinya, hasrat akan kenikmatan seksual menjadi sangat penting atau mengancam.

5. Dengan penuh rasa syukur menerima gender sebagai karunia Allah yang berharga. Ketika belajar melihat kenikmatan seksual dalam perspektif yang berbeda, sangatlah penting bagi kita untuk tidak mengecilkan makna seksualitas kita dalam proses tersebut. Hasrat seksual dan seksualitas merupakan hal yang berbeda. Hasrat seksual adalah kapasitas yang diberikan Allah acapkali dinilai terlalu tinggi sebagai sebuah kenikmatan. Seksualitas, di lain pihak, merupakan karunia gender dari Allah yang kerap kali dinilai rendah sebagai sebuah faktor identitas. Seksualitas merupakan suatu dimensi dari diri seseorang yang merefleksikan bagaimana kita telah dipilih dan diciptakan sebagai cerminan citra Allah.

Selama berabad-abad, karena prasangka dan perlakuan yang salah, maka banyak orang memandang kemaskulinan atau kefeminiman sebagai suatu kutukan. Misalnya, sebagian kaum laki-laki Yahudi dianjurkan untuk bersyukur kepada Allah dengan rutin karena mereka dilahirkan bukan sebagai orang kafir atau seorang perempuan. Namun demikian, kemaskulinan dan kefeminiman, sebagaimana terdapat dalam diri manusia, merupakan bagian dari rencana Allah yang baik dan bijaksana.

Karena antara jenis kelamin acap kali terjadi konflik, maka Rasul Paulus menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan berhutang kepada Allah atas keberadaan mereka. Kedua-duanya tidak mungkin ada tanpa yang lainnya (1 Korintus 11:11,12). Keduanya memiliki jalan yang sama menuju keselamatan dalam Yesus Kristus (Galatia 3:28). Keduanya memiliki peran yang berbeda menurut rencana Allah bagi keluarga dan gereja (Efesus 5:17-33, 1Korintus 11:1-16).

Akibatnya, Alkitab memuat larangan-larangan keras terhadap pertukaran pakaian antara laki-laki dan perempuan (Ulangan 22:5), homoseksualitas (1 Korintus 6:9), atau perilaku-perilaku lain yang dengan sengaja mengaburkan talenta gender yang telah diciptakan Allah pada diri kita.

6. Menghormati hubungan seks dalam pernikahan. Kenikmatan dalam keintiman seksual diharapkan menjadi sebuah perayaan keintiman dalam pernikahan. Dalam konteks pernikahan yang abadi dan saling setia, kepatuhan dan cinta yang timbal-balik merupakan pedoman dalam menikmati tubuh satu sama lain (Amsal 5:15-23; Kidung Agung 4:1-15; 7:1; 8:4).

Namun, rancangan Allah bagi hubungan seks dalam ikatan pernikahan tidak dapat dipisahkan dari rancangan Allah yang menyeluruh terhadap hubungan pernikahan satu daging. ”Undang-undang pernikahan” harus ditaati oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang saling berhubungan ”di luar kamar tidur” sehingga merefleksikan hubungan Kristus dengan gerejaNya.

Efesus 5:22-33 memberikan gambaran kepada kita tentang hubungan yang dirancang Allah untuk menyertai tindakan-tindakan seksual dalam pernikahan. Tujuh puluh lima persen dari tulisan-tulisan Paulus dalam perikop ini terfokus pada tanggung jawab manusia untuk menghadirkan kembali miniatur kelahiran Tuhan kita: ”Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (ayat 25). Sebagai contohnya adalah salah satu tindakan yang agresif, kekuatan yang lembut, dan maksud yang mendalam. Hal itu tidak ditunjukkan dengan penarikan diri melainkan dengan gerakan aktif untuk menjadi pengantinNya yang dimaksudkan untuk membersihkan segala sesuatu yang mengotori keindahan dan cahaya yang memancar dari dalam (ayat 26,27). Allah telah menciptakan dalam diri seorang pria hasrat untuk secara aktif terlibat di dalam kehidupan istrinya agar kecantikan dari dalam dirinya muncul.

Perintah Paulus kepada para istri adalah agar mereka tunduk kepada suami mereka (ayat 22,23). Namun, bukan berarti bahwa seorang wanita harus secara pasif tidak menggunakkan pikirannya dan melakukan apa yang diperintahkan seorang pria kepadanya. Jauh dari itu! Itu berarti bahwa ia dengan aktif menyatukan semua sisi kepribadian femininnya demi kebaikan suaminya. Rancangan Allah adalah bahwa ia akan mengalami kebahagian terbesar dalam hidup dengan menanggapi suaminya seperti gereja mengalami kebahagiaan dengan menerima Kristus sebagai mempelainya (ayat 24). Gereja diharapkan untuk secara terbuka memercayai maksud baik Kristus dan menerima keterlibatanNya, bahkan ketika hasilnya cukup berat untuk diterima. Dengan cara yang sama, seorang isteri akan menghormati suaminya (ayat 33) dan menganggap suaminya bertanggung jawab atas panggilannya untuk menjadi kekasih yang lembut bagi jiwanya. Dalam proses penyerahan kecantikan jiwa yang feminin kepada suaminya (1 Petrus 3:1-6), ia dengan rasa hormat mendorong suaminya untuk menjadi laki-laki seperti yang telah dirancangkan Allah.

Hubungan seperti inilah yang dirancangkan Allah untuk menyertai hubungan persetubuhan dalam pernikahan. Karena hati adalah sumber utama dari perasaan dan kenikmatan seksual, maka jelas terlihat bahwa Allah jauh lebih bijaksana daripada mereka yang memperlakukan kenikmatan seksual sebagai sesuatu yang tidak lebih dari sesuatu yang bersifat teknis. Allah tahu bahwa kenikmatan seksual yang paling bermakna berasal dari hati yang bersih dan saling setia.

7. Buatlah agar cinta menjadi tujuan Anda. Entah kita menikah atau tidak, kasih kepada Allah harus menjadi satu hal yang jauh lebih penting bagi kita daripada mengejar kenikmatan seksual semata. Hanya dengan memusatkan diri untuk menyenangkan Dia, dan hanya jika kita lebih memerhatikan orang lain daripada diri sendiri, maka kita akan menjadi kuat terhadap godaan seksual.

Laki-laki atau perempuan yang menikmati keintiman yang terus berkembang dan penuh dengan kasih dalam Kristus tidak akan bersedia menyalahgunakan orang lain secara seksual. Kasih tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kasih menumbuhkan hasrat yang meluap-luap untuk menghormati Tuhan dan melihat kekuatan karakter dalam diri orang lain (1 Timotius 5:1,2).

Nafsu seksual memang sangat kuat, tetapi dapat dikekang dengan ketaatan penuh kepada Kristus yang lebih dari sekadar pemenuhan kewajiban terhadap hukum tertulis. Rasa lapar dan haus akan Allah (Mazmur 42:2,3) melalui Dia, bukannya melalui hasrat kedirian yang buta.

Rasul Paulus tahu bahwa kasih yang datang dari hati tertuju terutama kepada Allah. Ia memberi kita penghormatan terbaik terhadap kasih yang pernah dituliskan :

Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan

semua bahasa manusia dan bahasa malaikat

tetapi jika aku tidak mempunyai kasih,

aku sama dengan gong yang berkumandang

Dan canang yang bergemerincing.

sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat

dan aku mengetahui segala rahasia

dan memiliki seluruh pengetahuan;

dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna

untuk memindahkan gunung,

tetapi jika aku tidak mempunyai kasih,

aku sama sekali tidak berguna.

Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu

yang ada padaku,

bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar,

tetapi jika aku tidak mempunyai kasih,

sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu

Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.

Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan

tidak mencari keuntungan diri sendiri.

Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan

kesalahan orang lain.

Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan,

tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu,

percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu,

sabar menanggung segala sesuatu.

Kasih tidak berkesudahan (1 Korintus 13:1-8).

Ini adalah hasrat yang telah diarahkan kembali. Ia memberi arti dan arah dan kepuasan untuk hidup, entah terdapat kesempatan untuk seksualitas dalam pernikahan atau tidak. Di mana kasih seperti itu ada, laki-laki dan perempuan tidak akan saling memanfaatkan dan menyalahgunakan apa yang sebenarnya bukan milik mereka untuk memberi atau menerima. Tentu saja, kasih seperti itu akan selalu menjadi tidak lengkap dan tidak sempurna bila dipandang dari sisi surga. Akan tetapi untuk meningkatkan supaya kasih itu tetap ada, ia akan mengarahkan kembali hati kita kepada hasrat yang tidak mementingkan diri sendiri, seperti apa yang telah dirancangkan Allah untuk kita.

0 komentar:

Doa Untuk Anda

Apakah Anda Ingin mendapat kiriman text Doa-Satu-Menit setiap hari ? Kirim Email Kosong ke : doa-satu-menit-subscribe@yahoo.com
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Matius 6:33)

Jika Kamu di Surabaya, Stay Tuned at

  • Bahtera Yuda at 96.4 MHz
  • Bethany FM at 93.8 MHz
  • Nafiri FM at 107.10 MHz

Firman Tuhan Untuk Anda

"Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." (Yohanes 6:51)




Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. (Yohanes 10:14-15)




“Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6)




Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya" (Yohanes 11:25-26)




Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. (Yohanes 15:16)




“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakan lah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:6-7)




-----000000------00000------00000---------