Masih belum menemukan apa yang Anda cari? Masukkan kata kunci pencarian Anda untuk mencari artikel yang ada di Blog ini:

Jodoh Yang Sesuai Kehendak Tuhan

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Mengasihi Diri Sendiri

Mengasihi Diri Sendiri

BERSYUKUR KARENA DISELAMATKAN

BERSYUKUR KARENA DISELAMATKAN

e enjte

Kebebasan Di Tangan Allah

Bacaan : Mazmur 49:6-16

Nats : Mazmur 49:8



“Tidak seorangpun dapat membebaskan dirinya atau

memberikan tebusan kepada Allah ganti nyawanya.”

Introitus : I Korintus 7:35

Pada dasarnya setiap orang mendambakan sebuah kebebasan, terlepas dari kungkungan pihak luar. Dalam sejarah umat manusia ada begitu banyak upaya perjuangan agar manusia mendapatkan kebebasan dan menikmati hidup tanpa banyak tekanan. Misalnya cita-cita sebagai bangsa yang bebas dari pihak asing, para pendahulu kita telah banyak mencucurkan darah dan air mata untuk meraih kebebasannya sebagai bangsa yang merdeka. Tetapi setelah itu semua tercapai bukan berarti manusia Indonesia kemudian berhenti mencari dan menemukan kebebasannya. Mereka tetap berupaya agar menjadi manusia yang bebas seutuhnya dalam arti: bebas mengamalkan hak dan kewajibannya, bebas dari berbagai bentuk ancaman seperti teror dan gangguan keamanan yang lain, bebas dari berbagai kesulitan ekonomi, bebas menyampaikan aspirasi, dan sebagainya. Kenyataan ini menunjukkan kepada kita bahwa perihal kebebasan memiliki nilai tinggi dalam hidup manusia. Bisa juga dikatakan bahwa di dalam kebebasan itulah nampak sebuah kemuliaan manusia. Jika orang tidak memiliki kebebasan maka orang itu menjadi orang yang tidak bernilai, terlecehkan dan tidak berarti. Oleh sebab itu demi sebuah kebebasan banyak orang rela mengorbankan dirinya. Bahkan mereka merasa bangga meski harus kehilangan nyawanya demi sebuah kebebasan. Ini nampak dalam panggung sejarah bangsa seperti Martin Luther King Jr; para mahasiswa dalam gerakan reformasi; Mahatma Gandhi, dll.

Jikalau pada saat ini kita bersama-sama kita telah melewati minggu paskah, sebenarnya kita telah melewati kembali peristiwa besar dalam hidup orang percaya tentang karya pembebasan yang dilakukan Allah bagi manusia melalui karya Tuhan Yesus Kristus. Kita diajak untuk melihat kembali dan memandang ke depan dalam hidup kita, akan betapa besarnya makna Paskah bagi kehidupan kita. Karya penyelamatan manusia dalam diri Yesus Kristus bertujuan untuk meletakkan kembali manusia dalam citranya yang bebas. Di dalam Alkitab dikatakan bahwa manusia sebenarnya adalah ciptaan yang bebas. Ketika Tuhan menciptakan alam semesta, Tuhan bersabda, ”Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas .....(Kej. 2:16). Namun dalam langkah selanjutnya, manusia ternyata melanggar kebebasannya. Bahwa hak yang bebas yang dilakukan manusia telah melawan kehendak Allah. Sehingga manusia berada dalam kuasa dosa. Kemuliaan Allah yang ada dalam hidup manusia lenyap, tergantikan oleh kemuliaan dosa. St. Agustinus mengatakan : ”posse non peccare, non posse non peccare” artinya tidak mungkin manusia itu tidak melakukan dosa. Segala kemungkinan manusia adalah ia melakukan dosa. Pasti manusia itu berdosa. Dengan ini betapa kelam kehidupan manusia karena kuasa dosa yang telah menutup tanpa lobang sedikitpun dalam hidup manusia.

Peristiwa Paskah juga menyadarkan kepada kita bahwa dosa adalah musuh terbesar dalam sejarah hidup manusia yang tidak mampu dilawan oleh siapapun, termasuk oleh diri manusia itu sendiri. Yang mampu melawannya adalah Allah sendiri. Manusia hanya bisa bergantung kepada Allah sebagai satu-satunya sang pembebas. Tidak ada seorangpun dapat membebaskan dirinya dari kuasa dosa, manusia tidak bisa menjadi pembebas bagi manusia lainnya, seperti orang buta yang menuntun orang buta. Yang mampu menebus agar manusia mendapatkan nyawanya kembali adalah Allah. Disebutkan bahwa terlalu mahal pembebasan nyawa manusia untuk bebas dari dosa (ayat 10). Namun harga yang mahal itu telah dibayar lunas oleh Yesus (1 Kor. 7:23). Maka darah Yesus adalah darah yang mahal untuk menebus kita. Makna darah disini adalah pengorbananNya di atas kayu salib, yang didahului dengan penderitaanNya yang luar biasa. Akan hal ini, menjadikan manusia tidak punya kekuatan apa-apa. Karena penderitaan kita telah dibayar oleh Yesus, menjadikan kia sebagai orang yang berhutang kepada Tuhan.

Paskah berarti pengembalian manusia pada citranya sebagai manusia yang bebas. Di situlah letak kemuliaan manusia, yakni pada kebebasannya. Paskah juga merupakan berkat yang kita terima dari Allah. Paskah juga sekaligus pengutusan agar kita bersedia menjadi rekan kerjaNya di tengah-tengah penderitaan umat manusia yang masih terkurung dalam ketidakbebasan. Sebagai seorang yang telah ditebus kita telah menjadi ahli waris Kerajaan Allah. Ahli waris Kerajaan Allah berarti kita mewarisi nilai-nilai kerajaan Allah dalam kehidupan kita. Kita juga mewarisi nilai-nilai perjuangan Allah yang membebaskan. Nilai-nilai perjuangan Allah untuk membebaskan kita perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melalui karya-karya yang membebaskan. Hidup yang kita jalani kita isi dengan karya-karya yang membebaskan. Misalnya jika kita menjadi seorng dokter tugas kita jelas yakni menyembuhkan dan membebaskan orang dari penyakit. Namun tidak hanya itu saja, membebaskan orang untuk takut berobat karena harganya yang mahal di tengah kesulitan ekonomi, maka sebaiknya kita memberi keringanan kepada pasien yang kurang mampu. Jika kita menjadi seorang pelaku bisnis, tentu kita perlu menjiwainya dengan nilai pembebasan juga. Hukum ekonomi kita bukan hanya sedikit modal, untung besar. Tetapi juga untung sama untung. Sejahtera kita, sejahtera bersama. Marilah kita membangun hidup yang membebaskan, karena itulah nilai kehidupan kita. Amin.

e mërkurë

BERSYUKUR KARENA DISELAMATKAN

Bacaan : Mazmur 118:19-25
Nats : Mazmur 118:21


“Aku bersyukur kepadaMu, sebab Engkau

telah menjawab aku dan telah menjadi keselamatanku.”

Pada waktu kecil, pada umumnya orang tua kita seringkali mengajari bahwa kita harus mengucapkan terimakasih kepada seseorang ketika diberi sesuatu. Terkadang jika kita tidak berterimakasih barang yang sudah kita terima harus kita berikan lagi kepada sang pemberi dan syarat yang harus kita lakukan untuk mendapatkan kembali adalah mampu mengucapkan terima kasih. Sungguh ucapan terimakasih harus kita senantiasa mewarnai dalam sikap hidup seseorang. Dalam hidup manusia ucapan terima kasih tidak hanya dalam bentuk perkataan, tetapi juga dalam wujud benda atau cinderamata, terkadang bisa juga perbuatan baik sebagai balasan atas segala kebaikan yang diterima. Kosakata dasar yang paling sering diucapkan orang manakala seseorang belajar bahasa asing adalah terima kasih. Dalam tatanan nasional kemauan atau tahu untuk berterima kasih menunjukkan martabat seseorang. Sering seseorang dikecam atau tidak disukai karena tidak berterimakasih. Kita mengucapkan terima kasih itu terjadi karena ada pihak lain yang telah berupaya dan berkorban untuk kebaikan kita. Alangkah indahnya jika ucapan terima kasih itu merupakan ucapan murni dari dalam hati yang terjadi karena kebaikan sesama atas kehidupan kita. Namun pada jaman sekarang ucapan terima kasih mengalami distorsi makna. Terima kasih acapkali menjadi suatu penghalusan atas tindakan yang tidak sepantasnya. Tanda terimakasih sering berarti penyuapan. Seseorang dikejar karena kasus suap, sering mengelak bahwa itu bukan uang suap tetapi uang terima kasih. Atau lebih halus lagi….cintakasih?!

Sebagai orang yang telah ditebus oleh Tuhan Yesus Kristus kita perlu berterima kasih kepadaNya. Mengapa karena Tuhan telah berbuat kebaikan kita. Perbuatan Yesus sungguh luar biasa untuk keselamatan kita. Ia rela berkorban agar kita mendapat keampunan kekal. Kita tidak mampu mengangkat diri kita dari lubang dosa. Kita tertolong oleh kasih pengampunanNya. Karya keselamatan yang asalnya dari pihak Tuhan, sebenarnya sudah dimulai semenjak jaman Abraham, kemudian pembebasan dari tanah Mesir dan pada akhirnya berpuncak pada diri Yesus. Dalam diri Yesus, Allah sendiri turun ke tengah-tengah manusia dan mengangkat kehidupan manusia. Hal itu diawali dengan kedatanganNya, kematian, kebangkitanNya, serta dilanjutkan dengan kenaikanNya ke sorga. Tindakan Tuhan untuk menolong dan menyelamatkan kita bisa diumpamakan seperti teori “sendok”. Kalau kita makan dengan menggunakan sendok, pertama-tama sendok itu harus turun ke bawah dan bahkan paling bawah, lebih rendah dari nasinya. Kemudian sendok itu naik ke atas bersama dengan nasinya, nasi itu masuk ke dalam mulut. Demikianlah juga Tuhan menyendok manusia, Yesus Kristus adalah sendoknya. Dalam kerendahanNya, Yesus turun ke dunia dan menjadi sama dengan manusia. Miskin, terhina, dan mengalami kematian secara terhina, yakni kematian salib yang diperuntukkan untuk penjahat (sampah masyarakat). Baru setelah itu Yesus bangkit dan naik ke sorga. Membawa siapa saja (diumpamakan nasi) untuk menerima keselamatan kekal dalam rumah Bapa.

Begitu besar kasih Tuhan dalam kehidupan kita, maka sudah sepatutnya kita mengucap syukur kepadaNya. Apa wujud ucapan syukur kita atas keselamatan yang sudah diberikan kepada kita ? Bagaimana wujud ucapan terima kasih kita kepadaNya? Di atas dalam ilustrasi tentang ucapan terima kasih disebutkan bahwa wujud terima kasih itu ada tiga yaitu: perkataan, benda, dan perbuatan. Demikian pula dengan ucapan terima kasih (ucapan syukur) kita juga meliputi tiga hal tadi, yaitu perkataan kita terhadap Tuhan, harta benda kita sebagai persembahan dan sikap hidup kita yang berkenan kepadaNya. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika kita diminta bersyukur lewat perkataan, itu terucap lewat doa-doa kita. Berkat terbesar yang kita terima adalah keselamatan kekal dalam Yesus. Tak ada yang menyamai. Sehingga meski kita dalam keadaan tak mampu, dan miskin namun karena kita telah diselamatkan, itu tak menjadi halangan untuk besyukur kepadaNya. Doa yang sering kita sampaikan bukanlah ucapan syukur, namun seolah-olah kita melihat bahwa Tuhan itu pemuas segala keinginan kita. Kita menyampaikan daftar menu kepada Tuhan untuk segera dilaksanakan, seperti kita datang ke restoran. Orang yang penuh syukur adalah orang yang memiliki kemampuan melihat karya Tuhan dalam kehidupan kesehariannya. Ucapan syukur kita kepadaNya juga diwujudkan dalam pemberian bagi Tuhan dalam wujud persembahan. Iman seseorang memang tidak dapat diukur dari persembahan, tetapi persembahan juga dapat menunjukkan keseriusan kita mengucap syukur kepada Tuhan. Sering dalam kita mempersembahkan, masih terikat pada situasi atau keadaan. Kalau khotbahnya bagus, persembahannya banyak, demikian pula dengan sebaliknya. Terkadang dalam mempersembahkan menunggu untuk diminta, dirayu atau ....mungkin ditagih. Satu hal juga sebagai sarana ucapan syukur adalah sikap dan perilaku kita. Di sinilah letak sebuah vitalitas kehidupan orang Kristen, hidup orang Kristen diumpamakan seperti domba di tengah serigala. Berat bukan ? Sungguh berat! Kita berada di tengah arus jalan hidup yang makin melawan kehendak Allah dalam perbagai bidang kehidupan.

Seperti domba di tengah serigala; ada tiga kemungkinan yang terjadi: (1) Domba terpengaruh sifat-sifat serigala. Dia adalah domba tetapi perangainya sama persis dengan serigala. Dia adalah orang Kristen tetapi perangainya jauh dari kehidupan orang Kristen. (2) Domba terkapar dan tidak mampu berbuat apa-apa di tengah serigala. Ia menutup diri dan mengurung diri dari terkaman serigala. Dia adalah orang Kristen yang tidak peduli dengan sekitarnya. Dia adalah orang Kristen yang tidak mampu berbuat apa-apa di tengah ganasnya kehidupan. Maunya mencari keselamatan bagi dirinya sendiri saja. (3) Domba yang mengalahkan serigala. Domba ini adalah domba pilihan yang mengalahkan buasnya sergapan tantangan jaman. Ini adalah orang Kristen yang cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

Oleh karena itu saudara-saudara terkasih, marilah kita senantiasa mengucap syukur atas segala kasih dan keselamatan yang telah kita terima. Kita bersyukur karena Tuhan telah menjawab kita dan memberikan keselamatan kepada kita. Seperti yang telah diungkapkan oleh pemazmur: ”Aku bersyukur kepada Tuhan, sebab Engkau telah menjawab aku dan telah menjadi keselamatanku”. Amin.

e hënë

Hikmat Karunia Tuhan

Bacaan : I Raja-Raja 4:21-34

Nats : I Raja-Raja 4:29


”Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut”



Saudaraku yang terkasih, ada orang yang mengatakan bahwa zaman kita sekarang ini adalah zaman spesialisasi. Orang tidak puas kalau tidak datang kepada ahlinya atau kepada orang yang secara spesial menekuni bidang tertentu. Kalau dahulu orang sakit cukup dibawa ke mantri, sekarang ini dibawa ke dokter bahkan terkadang harus ke dokter spesialis, ndak mau kalau ke dokter umum. Sakit jantung datang kepada dokter spesialis jantung, sakit hidung datang ke dokter spesialis THT, dst. Demikian pula di dalam ilmu-ilmu yang lai, seperti ilmu pertanian, ada spesialis hama penyakit, spesialis tanah, dst. Ilmu teknik, ada teknik mesin, teknik elektro, teknik bangunan dan dari situ masih dibagi berbagai bidang lebih khusus lagi. Demikian pula dalam bidang kegerejaan dan pelajaran agama Kristen untuk anak-anak, itu spesialisasinya pak Pendeta, warga awam tidak tahu menahu! Sehingga keluarga bukan tempat pendidikan dan pembinaan lagi! Jelas ini tidak benar.

Demikianlah saudaraku, di zaman ini di satu pihak ilmu pengetahuan berkembang makin tinggi dan dalam, tetapi di pihak lain orang makin terkotak-kotak dengan spesialisasinya masing-masing sehingga tidak mau tahu dan tidak tahu tentang bidang-bidang lainnya.

Nats kita saat ii membicarakan tentang ilmu pengetahuan dan hikmat, yaitu tentang ilmu pengetahuan dan hikmat yang dimiliki oleh Raja Salomo. Dalam bahasa Ibrani hokma atau hakema, berarti hikmat atau ilmu pengetahuan. Artinya tidak hanya menyangkut intelektualitas, akal budi saja tetapi juga hati pusat hiudp manusia, yaitu hati yang jernih, terang, adil, dan haus mendengar (I Raja-Raja 3:9). Berbeda dengan ilmu pengetahuan yang dipunyai oleh orang pada umumnya yang biasanya makin dalam ilmu itu dikuasai berarti makin sempit bidang cakupnya, ilmu pengetahuan dan hikmat Salomo mencakup segala bidang kehidupan dan dikuasainya secara mendalam. Malahan tidak hanya terbatas pada ilmu pengetahuan secara umum, hasil akal budi saja, tetapi pengetahuan tentang manusia seutuhnya, tentang alam semesta, tentang hati dan kehidupan, hikmat kebenaran Allah. Karena demikian luas dan dalamnya pengetahuan raja Salomo itu, penulis sejarah kitab Raja-Raja menggambarkannya seperti pasir di tepi pantai yang tidak terhitung jumlahnya sehingga menjadi daya tarik bagi raja-raja di sekelilingnya untuk datang mendengarkan (berguru kepadanya, dan yang indah, raja Salomo mampu mengungkapkan dan menjelaskan hikmatnya yang luas dan dalam itu di dalam bahasa yang sederhana dan dalam teladan hidupnya sehari-hari sehingga mudah dimengerti oleh siapa saja dari lapisan bawah sampai dengan lapisan atas. Maka tidak heran, jikalau hikmatnya itu juga dapat membawa kesejahteraan di tengah negeri Israel secara merata.

Hikmat Raja Salomo yang sedemikian tinggi dan dalam itu disaksikan oleh penulis Kitab Raja-Raja ini sebagai karunia Tuhan semata. Bukan hasil usaha dan perjuangan dari Salomo, melainkan berasal dari Tuhan sendiri (ayat 29). Dalam bab 3 diceritakan dalam mimpinya, Tuhan memberikan kesempatan kepada raja Salomo untuk menyatakan permintaannya di hadapan Tuhan. Salomo boleh memilih kekayaan, kekuasaan, kedudukan atau apa. Namun waktu itu raja Salomo memilih dan memohon hikmat kepada Tuhan. Dalam bacaan kita ini Tuhan memenuhi janjiNya dan mengabulkan permintaan raja Salomo. Oleh karena itu raja Salomo sendiri juga mengakui dan meyakini bahwa hikmat yang dimilikinya itu adalah semat-mata karunia dan berkat Tuhan, sehingga dalam kitab Amsal dia bersaksi, ”bahwa takut akan Tuhan itu adalah permulaan dari segala ilmu pengetahuan”. (Amsal 1:7). Kata permulaan disini tidak hanya berarti pertama di dalam urut-urutan waktu, melainkan juga berarti asaz dasar. Dengan demikian raja Salomo meyakini bahwa takut akan Tuhan atau iman itu mendasari, menjadi asaz ilmu pengetahuan.

Kesaksian Salomo ini nampaknya bertentangan (paradox). Bagaimana mungkin ilmu pengetahuan yang berdasarkan akal itu bisa sejajar bahkan berdasarkan iman yang tidak rasional.(tidak ketemu akal)? Saudaraku, sebenarnya tidak ada ilmu pengetahuan yang bebas dari keyakinan. Termasuk orang yang demikian mendewakan akal budi yang menyatakan bahwa dasar ilmu pengetahuan adalah akal! Bukan iman!

Namun perlu dipertanyakan: apa dasarnya mendasarkan pada akal? Bukankah dasarnya juga keyakinan bahwa akal akan mampu menjadi dasar? Oleh karena dasarnya keyakinan akan akal maka hal ini juga tidak akali (rasionil).

Dengan demikian di dalam Amsal Salomo 1:7 diungkapkan :

  1. Imannya kepada Tuhan menjadi dasar daripada hikmatnya.
  2. Di dalam kerangka rasa takut akan Tuhan itulah hikmat dan ilmu pengetahuannya dikembangkan dan diarahkan.

Inilah saudaraku rahasia mengapa hikmat Salomo menjadi berkat dan kesejahteraan bagi orang banyak. Sebab hikmat manusiawi, hikmat duniawi sering hanya memikirkan diri sendiri, kemenangan diri sendiri dan cinta diri sendiri yang melupakan orang lain/sesama. Dan sekarang ini makin jelas betapa dengan ilmu pengetahuan yang demikian hebat dan penuh ancaman, ilmu pengetahuan tidak mampu menghentikan manusia yang menggunakan hasil ilmu pengetahuannya itu untuk membinasakan sesama dan merusak alam lingkungannya. Di sinilah diperlukan rasa takut kepada Tuhan, iman yang menjadi dasar hikmat Allah yang mendamaikan, menyejahterakan dan menjadi berkat bagi ses ama dan kelestarian lingkungan hidup.

Saudaraku yang terkasih, betapa di dunia modern ini, karena perkembangan ilmu pengetahuan yang demikian tinggi di satu pihak dan tanpa adanya perkembangan kehidupan rohani atau pengetahuan iman di pihak lain sering menyebabkan keterpecahan jiwa antara iman dan ilmu pengetahuan, bahkan menjadikan orang tercabut dari akar-akar imannya. Sekarang ini banyak orang pintar dengan pengetahuan akal yang tinggi, tetapi tidak banyak yang berhikmat atau bijaksana. Sehingga pengetahuannya bukan untuk menjadikan kesejahteraan lahir batin bagi diri sendiri, orang lain dan lingkungannya, melainkan justru menjadi laknat. Karena sering kepintarannya itu untuk meperdayakan, memeras, menindas dan menyengsarakan orang lain demi keuntungan, kebanggaan dan kemenangannya sendiri (kepintarannya untuk ”minteri” orang yang bodoh). Kesombongan manusia akan ilmu pengetahuannya menjadikan manusia semakin tergantung kepada ilmu pengetahuannya dan melupakan Tuhan sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah arah dan salah guna. Dari sinilah permulaan daripada kejatuhan mereka dan kesengsaraan sesamanya.

Oleh karena itu, betapa tepatnya permintaan raja Salomo kepada Tuhan. Sebab dengan hikmat sejati itu dia bisa mengerti kebenaran Tuhan, kenyataan hidup ini secara lebih utuh, manusia seutuhnya (lahir batin) dan bisa mengerti dari mana asal segala sesuatu itu dan untuk apa serta bagaimana dikelola seperti harta, kedudukan, kekuasaan, dll. Oleh karena dia minta hikmat itulah, akhirnya segalanya ditambahkan kepadanya.

Walaupun tidak seluas dan setinggi hikmat Salomo, namun saya percaya bahwa satu persatu dari kita ini juga mempunyai ilmu pengetahuan, memiliki hikmat, baik itu kita peroleh dari belajar, dari pergaulan dengan orang lain atau dari pengalaman kita sendiri. Adakah kita juga mengakui dan meyakini bahwa semua pengetahuan kita itu adalah karunia Tuhan, berkat dari Tuhan? Bukan semata-mata hasil jerih payah dan kehebatan kita? Berdasarkan keyakinan tersebut tentu akan menjadikan kita makin gigih dan rajin mengembangkannya dan menggunakannya di dalam rasa takut kepada Tuhan. Hikmat dan pengetahuan yang dikembangkan, digali dan digunakan di dalam rasa takut kepada Tuhan, itulah yang akan menjadi berkat bagi sesama dan lingkungan, sehingga makin tinggi hikmat dan pengetahuan seseorang akan makin berarti bagi orang lain dan lingkungan hidupnya. Amin.

10. PENGAMPUNAN DOSA; KEBANGKITAN DAGING; DAN HIDUP YANG KEKAL.

1. Pengampunan Dosa

Dengan bahasa yang sederhana namun tepat, Yesus merumuskan arti dosa. Rumusan Yesus bisa dijumpai dalam kisah Tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11-32). Dalam ayat 12, dikatakan, “Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku”. Permintaan anak yang bungsu atas warisan yang menjadi haknya kepada bapanya merupakan permintaan yang tidak masuk akal, mengingat bapanya masih hidup. Permintaan anak yang bungsu itu dapat dianggap sebagai pemberontakan sekaligus usaha untuk memutuskan hubungan dengan bapanya yang masih hidup. Berdasarkan pengertian tersebut, maka menurut Yesus yang disebut dosa adalah, suatu pemberontakan dan pemutusan hubungan dengan Allah yang hidup. Jelas bahwa yang dimaksud dengan dosa bukan sekadar perbuatan yang melanggar hukum Allah saja.

Ketika manusia masih tinggal di taman Eden, mereka tahu, bahwa Allah telah menetapkan suatu peraturan yang harus ditepati, yaitu melarang mereka memetik buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Namun manusia tergoda untuk menjadi allah atas dirinya sendiri. Maka mereka memutuskan mengambil dan memakannya buah larangan itu. Perbuatanm manusia mengambil buah larangan adalah pemberontakan kepada Allah. Sejak itulah hubungan manusia dengan Allah terputus.

Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa ternyata manusia tidak mampu melepaskan diri dari kuasa dosa yang telah menjerat hidup dan hatinya. Oleh sebab itu, sejak semula Allah sudah berjanji akan membebaskan manusia dari kuasa dosa (lih. Kej. 3:5). Janji ini digenapi dalam kedatangan Yesus, Juru Selamat.

Pengampunan dosa berhubungan erat dengan beriman kepada Yesus Kristus dan sakramen. Dalam Injil Markus 16:15-16 dijelaskan, “Siapa yang percaya akan dibaptis dan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum”. Penjelasan Injil Markus ini menunjukkan bahwa yang pokok adalah yang percaya. Dan orang yang dibaptis belum tentu selamat kalau tidak percaya.

Pengampunan Tuhan tidak hanya terjadi satu kali, yaitu pada saat mengaku percaya dan dibaptis. Kita perlu diampuni sepanjang waktu karena tabiat kita yang berdosa masih tetap melekat pada hati kita. Oleh sebab itu melalui ibadat dan sakramen kita selalu mendengarkan kembali pernyataan pengampunan dosa (absolusi). Roh Kudus yang sudah dicurahkan oleh Tuhan kepada kita akan menolong kita untuk bisa mengerti kehendak Allah. Pengampunan dosa yang selalu kita terima sepanjang hidup ini akan membuat kita selalu bersukacita dan menopang perjalanan hidup umat Allah di tengah-tengah tantangan.

Karya pengampunan dosa tidak meniadakan tanggung jawab kita dalam menciptakan suasana kehidupan yang kudus bersama-sama dengan Roh Kudus yang selalu berkarya dalam hati setiap orang. Tidak berlebihan jika kehidupan orang beriman adalah suatu perjuangan yang tidak pernah berakhir dalam usaha mewujudkan hidup yan kudus di hadapan Allah, Sang Penebus yang sejati.

2. Kebangkitan Daging

Bukan suatu kebetulan kalau Pengakuan Iman Kristen diawali dengan pengakuan kepada Allah yang hidup, yang menciptakan langit dan bumi dan pengakuan kepada Yesus Kristus, Sang Penebus sejati serta kepada Roh Kudus, Sang Penolong dan Penghibur yang sejati. Pengakuan Iman Kristen mencapai puncaknya dalam pengakuan akan kebangkitan daging, atau kebangkitan orang mati.

Kematian, dalam kenyataan dianggap dan dirasakan sebagai sesuatu yang mengerikan atau menakutkan, suatu peristiwa yang selalu diliputi misteri. Bahkan ada orang yang beranggapan kematian itu suatu peristiwa yang sebenarnya tidak masuk akal (absurd).

Kematian, yang juga merupakan peristiwa alamiah, mempunyai arti, khususnya dalam iman Kristen. Paulus menegaskan, “Jadi kita telah mati dengan Kristus, kita percaya bahwa kita akan hidup juga dengan Dia” (Roma 6:1-11). Berarti kematian dalam iman Kristen bukan lagi sekedar peristiwa secara alamiah, dimana semua orang pada akhirnya akan mati juga sebagai tanda bahwa kehidupan di dunia sudah berakhir. Tetapi juga mempunyai makna rohani. Bersama-sama dengan Yesus Kristus, kematian merupakan “sebuah jalan” yang menuju kepada Bapa (bdk. Yoh. 14:6). Bahkan Paulus dengan indah menggambarkan arti kebangkitan itu dalam 1Kor. 15.42-44, ”Demikian pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan. Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah”.

Supaya bisa memasuki kemuliaan surgawi, Yesus yang sudah mati di kayu salib, bangkit kembali pada hari ketiga. Sebagaimana Kristus yang sudah bangkit, Ia membangkitkan kembali umat-Nya dari kekuasaan maut untuk bersama-sama dengan Kristus memasuki kemuliaan surgawi. Oleh sebab itu peristiwa kebangkitan dari antara orang mati bukan peristiwa alamiah, tetapi merupakan karya Allah, suatu ciptaan baru. Tuhan Yesus sendiri sudah berjanji, ”....., Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat dimana Aku berada, kamupun berada” (Yoh. 14:3). Oleh sebab itu kebangkitan juga merupakan anugerah Allah yang dinyatakan kepada kaum beriman.

3. Hidup Kekal

Meskipun Yesus sudah memasuki kemuliaan Bapa surgawi, tidak berarti karya-Nya di dunia juga sudah berakhir. Ia, dengan perantaraan Roh Kudus yang membimbing Gereja-Nya tetap berkarya. Karya Yesus akan mencapai puncaknya pada akhir jaman.


Kata, akhir jaman merupakan terjemahan dari kata Yunani, eschatos. Eschatologis yang berarti, yang terakhir, hal terakhir. Maka eschatologis berarti penyempurnaan karya Allah yang telah dinyatakan dalam dalam karya Yesus. Pada umumnya akhir jaman dianggap hanya menyangkut hidup manusia saja. Padahal menurut kitab Wahyu dengan jelas disebutkan bahwa akhir jaman juga menyangkut


Sejauh ini pengertian hidup kekal yang hendak dinyatakan pada akhir jaman diindetikan dengan hidup di suatu tempat yang namanya surga. Tidak seorangpun yang mengetahui rupa dari surga itu. Barangkali kurang tepat kalau kita membicarakan ”bentuk” atau ”rupa” surga, sebab surga berarti kebahagiaan manusia dalam kesatuannya dengan Allah yang mulia dan yang abadi. Dan yang terpenting memang bukan ”tempat” itu yang menjadi tujuan akhir manusia, tetapi justru Tubuh Kristus yang mulia. Karena Yesus adalah kekal, maka kita yang akan dipersekutukan dengan Yesus dalam kemuliaan surgawi juga akan menerima hidup kekal. Oleh sebab itu Tubuh Kristus yang kekal dan mulia sesungguhnya tidak layak kalau dibandingkan dengan sebuah tempat. Memasuki kehidupan kekal bersama Kristus berarti mengambil bagian dalam kemuliaan kebangkitan Kristus. Di sini Kerajaan Allah mencapai kesempurnaannya.

Sebaliknya mereka yang terpisah dari Allah akan hidup dalam neraka, atau penderitaan kekal. Yohanes menyebut neraka sebagai ”kematian yang kedua” (lih. Wahyu 2:11; 20:6, 14; 21:8). Memang sulit untuk bisa membayangkan arti mati kekal atau terus menerus itu. Tetapi kalau Tuhan sudah, ”memberikan hidup dan nafas kepada semua orang” (Kis. 17:25, bdk. Ayub 12:10; Yesaya 42:5), maka jelas bahwa keterpisahan dari Allah berarti maut.

09. GEREJA YANG KUDUS DAN AM; PERSEKUTUAN ORANG KUDUS

1. Gereja

Gereja bukan sekedar persatuannya orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Juga bukan sebuah organisasi yang menampung para pengikut Yesus. Gereja adalah buah karya Roh Kudus. Kehadiran Gereja tidak bisa dilepaskan dari rencana karya Allah. Tidak berlebihan juga kalau dikatakan bahwa dunia ini diciptakan demi nama Gereja.

Pemanggilan Abram dari Ur-Kasdim merupakan persiapan bagi pendirinya Gereja dan kepadanya Allah berjanji bahwa ia akan menjadi bapa orang beriman. Persiapan ini mulai mendapat bentuknya yang pertama kali dalam pemilihan bangsa Israel sebagai umat Allah yang dikasihi (lih. Kel. 19:5-6; Ul. 7:6). Tetapi dalam perjalanan umat Tuhan (Israel) hubungan dengan Allah sering terputus. Bahkan para nabi menuduh Israel telah mengkhianati hubungannya yang khusus dengan Allah dan bertingkah seperti pelacur (lih. Hosea 1; Yesaya 1:2-4; Yeremia 2). Tetapi Allah berkenan memperbaharui perjanjian-Nya (lih. Yer. 31:31-34; Yes. 55:3).

Asal-usul kata Gereja tidak jelas. Mungkin berasal dari bahasa Portugis, igreja. Kata igreja adalah ejaan Portugis untuk kata ecclesia dari bahasa Latin, yang ternyata berasal dari kata Yunani, ekklesia, yang artinya, kumpulan atau pertemuan. Kata ini diperkenalkan oleh bangsa Portugis ketika mengabarkan Injil ke Indonesia. Dalam bahasa Inggris, church, diambil dari kata Yunani, kuriaka yang artinya, milik Tuhan. Sedangkan kata yang sering dipakai dalam Alkitab adalah, ekklesia (dari kata kerja Yunani, ekkalein, yang artinya, memanggil keluar). Oleh karena itu Gereja berarti, persekutuan orang percaya sebagai buah sulung yang dipanggil dan dikuduskan bagi Tuhan.

Sebenaarnya ada tiga tugas pokok Gereja sebagai Tubuh Kristus di dunia ini, yaitu :

  1. Persekutuan
  2. Kesaksian
  3. Pelayanan

2. Gereja yang Kudus dan Am

Paulus menggambarkan bahwa Gereja yang terdiri dari orang-orang yang sudah dikuduskan oleh Roh Kudus itu sebagai Tubuh Kristus sendiri (1Kor. 12:12-13). Pengertian dikuduskan tidak sama dengan disucikan, atau tidak berdosa, tetapi dikhususkan oleh Kristus. Oleh sebab itu setiap umat Tuhan ikut bertanggung jawab atas kekudusan yang sudah menjadi miliknya. Gereja yang kudus mempunyai tugas dan panggilan yang khusus pula, yaitu melanjutkan karya Tuhan Yesus sampai kedatangan-Nya yang kedua kali.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa lahirnya Gereja Tuhan berkaitan erat dengan kedatangan Roh Kudus. Jadi dapat dikatakan bahwa Gereja sejak Roh Kudus dicurahkan kepada orang beriman. Gereja telah mendapatkan bentuknya yang nyata, yaitu persekutuan orang-orang percaya. Mungkin karena saat itu jumlah umat Tuhan masih belum banyak, maka mereka dapat mewujudkan persekutuan itu dengan baik, seperti yang dikehendaki oleh Yesus Kristus sendiri. Mereka selalu tekun dalam pengajaran para rasul dan selalu berada dalam suasana sehati sepikir dala mkehidupan bersama seperti yang digambarkan dalam Kis. 2:1-47. Mereka juga tidak pernah lupa menyampaikan Kabar Baik (Injil) kepada sesamanya.

Apa yang diperbuat oleh orang beriman saat itu mencerminkan kekudusan Gereja. Di pihak lain, Gereja juga menghadapi hambatan. Mula-mula hambatan itu berasal dari bangsa Yahudi itu sendiri. Bangsa Yahudi merasa tidak senang melihat ajaran Yesus yaang terus berkembang melalui usaha murid-muridNya. Bangsa kafir, khususnya bangsa Romawi pun mulai tidak menyenangi kehadiran umat Allah. Mereka menyebut para pengikut Kristus sebagai Christianoi, yang artinya, pengikut Kristus (lih. Kis 11:26). Agaknya sebutan Christianoi merupakan ejekan yang ditujukan kepada umat Tuhan. Tetapi akhirnya umat Tuhan merasa senang memakai sebutan itu.

3. Gereja Jaman Bapa-bapa Gereja

Di abad II, Gereja menghadapi tantangan dari ajaran Gnstik, yaitu ajaran yang mencampuradukkan ajaran Yahudi dengan filsafat Yunani dan iman Kristen. Aliran Gnostik mengajarkan bahwa Allah dalam Perjanjian Lama tidak sama dengan Allah dalam Perjanjian Baru. Manusia adalah sebagian kecil dari Roh Allah yang Mahatinggi. Atau dapat juga dikatakan bahwa manusia itu seperti bunga api dari Api Besar. Sebagai bunga api (yang kecil) manusia harus kembali ke Bunga Api yang besar itu. Sedangkan Yesus adalah utusan Allah, yang keberadaannya serba maya atau tidak jelas.

Di samping menghadapi ajaran Gnostik yang menyesatkan, Gereja juga menghadapi pernyataan besar tentang hubungan antara Yesus dengan Allah. Yesus sebagai Anak dan kemudian tentang Roh Kudus. Pertanyaan inilah yang menjadi awal persoalan Tritunggal.

Untuk menjawab soal itu, dalam tahun 325, Gereja mengadakan Konsili (rapat besar) di Nicea. Dalam Konsili Nicea ini diputuskan bahwa antara Allah, Yesus dan Roh Kudus adalah sehakekat.

Agaknya rumusan dari Konsili Nicea masih belum memuaskan, sehingga dalam th. 381 diselenggarakan lagi Konsili di Konstatinopel, keputusan di Nicea dipertegas dan Pengakuan Iman Rasuli (Credo Apostplicum) dirumuskan. Sesudah Konsili Konstatinopel masih ada dua konsili lagi, yaitu yang diadakan di Efesus pada th. 431 dan Kalcedon pada tahun. 451.

4. Gereja Reformasi

Perkembangan Gereja tidak diimbangi dengan kesadaran umat Tuhan selaku pengemban tugas dari Tuhan Yesus. Sehingga dalam usaha mewujudkan tugas dan panggilan Tuhan sering terjadi penyimpangan. John Wyclif (1330 – 1384) memberikan kritik atas peranan Paus yang mulai menyimpang dari kehendak Tuhan. Namun kritikan-kritikan yang dialamatkan kepada Gereja tidak ditanggapi. Bahkan ketika Paus hendak mendirikan sebuah gedung gereja di Vatikan mengeluarkan ”Surat Pengampunan Dosa”. Setiap orang Kristen diharuskan membeli surat ini apabila ingin mendapatkan pengampunan dosa. Bahkan Surat Pengampunan Dosa ini juga berlaku untuk orang yang sudah meninggal.

Penjualan Surat Pengampunan Dosa membangkitkan kesadaran Martin Luther untuk mengadakan pembaharuan Gereja. Berdasarkan isi surat Paulus kepada jemaat Roma (Rm. 1:17-16), Martin Luther merumuskan sikapnya terhadap Gereja dengan menulis ”95 Dalil”, yang kemudian ditempelkan di depan pintu gereja di Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517. Tanggal itu selanjutnya dianggap sebagai awal pembaharuan gereja.

Menurut Martin Luther, orang dibenarkan oleh Allah hanya karena iman. Semboyannya yang terkenal ialah: Sola Fide, Sola Gracia dan Sola Scriptura, yang artinya, hanya oleh iman, anugerah dan Firman saja. Sebenarnya saat itu Martin Luther berharap kiranya Gereja mau mengadakan pembaharuan dan kembali pada maksud dan tujuan Gereja seperti yang dikehendaki Tuhan. Tetapi sikap Martin Luther menimbulkan kemarahan pihak Gereja sehingga ia harus dikeluarkan dari Gereja. Sejak itu Gereja yang semula satu sekarang menjadi dua, yaitu Gereja Katolik dan Gereja Reformasi atau yang kemudian dikenal dengan nama Gereja Protestan. Disamping memperbaharui Gereja, Martin Luther juga menterjemahkan Alkitab dalam bahasa Jerman. Ia juga menulis buku katekisasi, yang lebih dikenal dengan buku Katekismus Besar dan Katekismus Kecil. Buku ini merupakan ajaran dasar bagi Gereja Protestan aliran Lutheran.

Di samping Martin Luther juga muncul tokoh pembaharu Gereja lainnya, yaitu Calvin (1509 – 1564), yang berasal dari Perancis. Ciri khas ajaran Calvin ialah kepercayaan mutlak kepada kekuasaan Allah dalam segala bidang kehidupan bertitik berat pada kekuasaan Alkitab sebagai Firman Tuhan. Dunia adalah ciptaan Tuhan dan setiap pekerjaan yang baik adalah panggilan Tuhan. Di samping itu ia menulis sebuah buku yang terkenal, ialah Chistianae Religiones Institutio.

e martë

08 AKU PERCAYA KEPADA ROH KUDUS

Sebelum Tuhan Yesus memasuki kemuliaan surgawi (naik ke surga) telah berpesan kepada para murid-Nya bahwa, “……kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamu….” (Kis. 1:19). Janji itu sebenarnya sudah pernah dinyatakan kepada para murid, yaitu sebelum Yesus memasuki masa penderitaan-Nya (Yoh. 14:16-17; 25-26; 15:26-27; 16:7-11, 12-15). Janji itu sengaja dinyatakan supaya para murid tidak gelisah setelah mengetahui bahwa Dirinya akan memasuki kemuliaan surgawi. Juga untuk menunjukkan bahwa hubungan Yesus dengan para murid tidak terputus.

Roh Kudus seperti yang dijanjikan oleh Yesus adalah Roh Penolong (Yoh. 14:16-17). Maksudnya adalah Roh yang akan menolong dan menyertai para murid sepeninggal Yesus dalam melanjutkan karya Yesus. Dengan demikian karya Yesus di dunia ini akan terus berlangsung. Oleh sebab itu Roh Kudus bukan sekedar roh tanpa pribadi. Ia adalah Pribadi yang sejati, sama seperti Yesus yang adalah manusia sejati. Sebagai Pribadi yang hidup Roh Kudus tidak bisa dipisahkan dari Allah Bapa dan Yesus.

1. Anugerah Roh Kudus


Roh Kudus (Yunani=parakletos, yang artinya (1) dipanggil mendampingi seseorang, (2) penghibur, (3) pembantu ). Kedatangannya adalah untuk mendampingi, membantu para para murid dalam melanjutkan karya Yesus dan juga sekaligus menghibur para murid dalam menghadapi tantangan Roh Kudus juga yang akan mengajar mereka dalam segala perkara yang berkenan dengan kehendak Allah (Yoh. 14:26), memberikan kemampuan untuk bersaksi (Yoh. 15:26) dan yang memuliakan nama Allah (Yoh. 16:14). Roh Kudus memungkinkan orang percaya dapat mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan (1Korintus 12:3). Berarti, hanya dengan perantaraan karya Roh Kudus seseorang dapat beriman kepada Allah yang benar dengan cara yang benar pula. Di samping itu, sesuai dengan janji-Nya, maka kehadiran Roh Kudus adalah juga kehadiran Yesus yang mulia. Maka dengan perantaraan Roh Kudus, Yesus tetap mendampingi dan mengajar umat milik-Nya akan kebenaran Allah. Ia adalah kekuatan Allah yang mengangkat dan mengarahkan hidup manusia. Paulus mengingatkan bahwa, “jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus (Roma 8:9). Berkat karya Roh Kudus diharapkan umat Allah bisa menghasilkan buah-buah iman.


Dalam Injil Lukas diceritakan bahwa turunannya Roh Kudus tepat pada saat bangsa Yahudi merayakan hari raya Pentakosta. Hari raya ini dirayakan sesudah musim panen (lih. Keluaran 34:22; Imamat 23:15-21; Bil. 28:26-31). Bisa jadi hari raya Paskah yang juga disebut sebagai hari raya roti tidak beragi itu berkaitan dengan awal musim panen (lih. Keluaran 23:15; Ulangan 16:15). Tetapi di kemudian hari, hari raya Paskah dihubungkan dengan peristiwa keluarnya orang Israel dari perbudakan Mesir. Sedangkan hari raya Pentakosta, khususnya pada jaman Tuhan Yesus sudah mempunyai arti yang baru, yaitu sebagai hari pembaharuan perjanjian (bdk. 2Taw. 15:10-12), dan kemudian menjadi hari raya memperingati perjanjian Tuhan di gunung Sinai.


Penulis Kisah Para Rasul mencatat ada beberapa peristiwa yang telah terjadi ketika Roh Kudus dicurahkan ke atas murid-murid Yesus yang sedang berkumpul di sebuah tempat di Yerusalem, ialah: (1) Roh Kudus turun dalam bentuk lidah-lidah api, (2). Mereka yang menerima Roh Kudus dapat berbicara dlam berbagai bahasa, (3). Karena itu mareka kemudian dianggap sebagai seorang yang sedang mabuk anggur.

Berkat karya Roh Kudus, para murid yang semula putus asa, dapat menemukan kembali jati dirinya dan menumbuhkan kesadaran akan persekutuan di antara mereka. Roh Kudus telah menyatukan hati mereka sebagai saudara. Inilah berkat yang sebenarnya bagi Gereja sepanjang abad.

2. Karya Roh Kudus

Roh Kudus adalah daya atau kekuatan yang datang dari Allah yang dicurahkan kepada umat-Nya sebagai pemberian atau anugerah-Nya. Dengan perantaraan Roh Kudus, Allah berkenan mengarahkan dan membimbing orang beriman. Itulah sebabnya Paulus dalam surat-suratnya juga menyebut Roh Kudus sebagai Roh iman (1Kor. 12:9; 2Kor. 4:13). Dalam arti yang sama Gal. 3:14 menyebutkan, ”oleh iman kita menerima Roh Kudus”. Berkat dan karya Roh Kudus, manusia ”bukan lagi hamba, melainkan anak; dan oleh karena itu juga ahli waris, oleh Allah”. (Gal. 4:7).

Ini berarti berkat karya Roh Kudus berkenan menerima seluruh hidup manusia dengan segala segi dan aspeknya.

Lebih jauh lagi, Paulus dalam suratnya kepada jemaat Roma memberi nuansa baru tentang anugerah Roh Kudus. Roh Kudus dihubungkan dengan thema ”pembenaran”. Seperti dalam Roma 5:10-11 disebutkan, ”...sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu”. Dengan demikian Roh Kudus adalah Roh pendamaian. Berkat karya Roh Kudus, setiap orang yang percaya kepada Yesus tidak hanya menerima berkat anugerah penebusan berkat kematian Yesus di atas kayu salib, tetapi juga berkat karya Roh Kudus kita telah didamaikan dengan Allah. Dan oleh Allah manusia telah, ”dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Yesus Kristus”. (Roma 3:24). Sebab Allah ”membenarkan orang yang percaya kepada Yesus” (Roma 3:26).

e hënë

07. AKAN DATANG DARI SANA, MENGHAKIMI ORANG YANG HDUP DAN YANG MATI.

1. Kedatangan-Nya yang Kedua Kali

Kedatangan Yesus yang kedua kali, atau dalam bahasa Yunani parusia juga sering disebut sebagai Hari Akhir atau eskhatologis. Kata parusia secara hurufiah berarti, ada di situ, kedatangan, kehadiran. Jadi secara khusus parusia, berarti kedatangan Tuhan atau hari-Nya. Sedangkan kata, eskhatologi (juga berasal dari bahasa Yunani), mempunyai arti, yang penghabisan atau hal-hal yang terakhir. Hal ini berkaitan erat dengan tradisi Apokalipsis Perjanjian Lama, mengenai kedatangan Allah. Dari situ dapat ditarik kesimpulan umum bahwa eskhatologis dan parusia berarti, penyelesaian, penyempurnaan rencana dan karya Allah (bdk. Zakharia 9:9; Matius 24:3, 27, 37, 39; 1Korintus 15:23; 1Tes. 2:19; 2Ptr. 1:16 dsb).

Kata apokalipsis dalam konteks ini berarti pemahaman tentang rahasia-rahasia jaman atau dimensi-dimensi tersembunyi tentang makna sejarah dimana karya penyelamatan terwujud tahap demi tahap.

Dalam Alkitab banyak digunakan istilah tentang hal itu, antara lain; Hari Kedatangan Kristus, Hari Anak Manusia, Hari Kiamat, Hari Tuhan, Hari Pengadilan atau Penghakiman Allah, Yerusalem Baru, Langit dan Bumi baru, serta istilah-istilah lain yang sejiwa dengan itu. Semua istilah tersebut dapat disimpulkan sebagai Hari Pernyataan Kerajaan Allah secara sempurna. Kesempurnaan pernyataan Kerajaan Allah ini mengakhiri segala ketidak-sempurnaan dunia untuk diperbaharui dengan yang baru dan yang sempurna. Peristiwa ini tidak terjadi di dalam perjalanan waktu, tetapi di akhir perjalanan waktu.

Eskhatologi atau Parusia itu juga termasuk di dalamnya saat penghakiman Allah. Penghakiman Allah di sini memiliki makna bahwa pada akhirnya segala sesuatu, baik yang pernah ada maupun yang masih ada, harus berdiri di hadapan Allah. Ini juga merupakan suatu pengakuan bahwa tidak ada realitas lain yang dapat mempunyai hakekat dan keberadaan di luar Allah. Oleh karena itu segala sesuatunya harus dipertanggung-jawabkan kepada Allah. Di sini semua orang, baik yang hidup maupun yang mati memang akan dihakimi oleh apa yang telah mereka lakukan. Namun yang lebih penting harus disadari adalah bahwa Allah menghakimi berdasarkan Kitab Kehidupan (Wahyu 20:15). Ia tidak terikat oleh aturan apapun, apalagi aturan-aturan penghakiman yang dibuat manusia. Mengapa demikian? Karena di hadapan Allah tidak seorangpun dapat mengakui tidak bersalah.

Penghakiman Allah ini berdasarkan pada kasih dan karunia-Nya, bukan pada besar-kecilnya dosa dan pahala. Penghakiman Allah berdasarkan pada kehidupan, bukan pada kematian dan hukuman. Kitab kehidupan yang dipakai sebagai acuan itu adalah kitab kasih karunia Allah. Penghakiman Allah yang tidak dilandasi oleh kasih dan karunia-Nya tidak dapat dibayangkan apa akibatnya, sebab semua manusia telah jatuh ke dalam dosa. Oleh karena itu sudah sewajarnya jika manusia harus menanggung hukuman. Di sini Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang Hidup. Allah yang bebas dalam memutuskan segala sesuatu sesuai dengan keadilan kasih-karunia yang diberlakukan-Nya. Penghakiman ini juga bermakna sebagai wujud penyempurnaan Allah atas segala rencana-Nya. Dan rencana-rencanaNya itu baik, itulah sebabnya ditulis dalam Kitab Kehidupan, bukan Kitab Kematian.

Jika membaca Alkitab sekilas, yang berkaitan dengan masalah tanda-tanda kedatangan Yesus yang kedua, memang ada kontradiksi atau pertentangan. Di satu sisi dikatakan, bahwa kedatangan Yesus yang kedua itu bagaikan seorang pencuri di waktu malam, yang datang dengan tiba-tiba. Dan tidak ada yang tahu – termasuk Yesus sendiri – kecuali Bapa di surga (Matius 24:36; 1Tes 5:2, 4; Wahyu 16:15). Di pihak lain, Alkitab juga mengatakan bahwa kedatangan Yesus yang kedua akan ditandai dengan berbagai tanda, seperti bencana alam, Kristus palsu, banyaknya orang yang murtad, banyak keluarga yang terpecah, saling membenci, banyak peperangan, Allah palsu dan sebagainya (lih. Matius 24; 2Tes 2:3-7).

Pertentangan ini tidak perlu menjadikan kita bingung, karena kalau bagian-bagian tersebut diteliti lebih lanjut, maka kita akan tahu bahwa tidak ada petunjuk yang pasti tentang titik waktu kedatangan Yesus yang kedua. Artinya, tanda-tanda itu boleh saja terjadi, tetapi kedatangan Yesus yang kedua kalinya tetap menjadi rahasia yang tidak terungkapkan sekarang ini. Matius 24, yang mengungkap panjang lebar tentang tanda-tanda kedatangan Yesus yang kedua, pada akhirnya menutup keterangannya dengan suatu tekanan bahwa tidak ada seorang pun yang tahu saatnya, kecuali Bapa yang di surga sendiri (ayat 36). Demikian juga dengan kitab Wahyu. Kitab Wahyu sangat visualistik dalam menggambarkan kedatangan Kristus yang kedua pada akhirnya mengakui bahwa Ia datang bagaikan pencuri (Wahyu 16:15).

Yang jelas, Alkitab merupakan bahwa kedatangan Kristus yang kedua itu pasti terjadi, meskipun tidak ada seorangpun yang tahu kapan peristiwa itu akan terjadi. Kepastian ini hendaknya menjadikan setiap orang percaya senantiasa berjaga-jaga, supaya sewaktu-waktu bisa mempertanggung-jawabkan kehidupan ini yang tidak lain adakah anugerah Allah. Yang justru penting disini adalah kita menyadari bahwa Kerajaan Allah dan hidup kekal itu bukan akan terjadi kelak di kemudian hari. Yesus sendiri memberitakan bahwa Kerajaan Allah sesungguhnya sudah datang dan ada di antara kita (Lukas 11:20; 17:21). Artinya, kehadiran dan kuasa Kerajaan Allah sudah dapat dirasakan oleh orang-orang percaya. Sedangkan kedatangan Yesus yang kedua kali itu untuk menyempurnakan Kerajaan Allah yang sudah datang.

Ketika seorang mau menerima Yesus sebagai Juru Selamat, saat itu juga ia sudah masuk ke dalam kuasa Kerajaan Allah (1Yohanes 3:14). Sebagai warga Kerajaan Allah berarti seluruh keberadaan/eksistensi kehidupannya bukan lagi menjadi miliknya sendiri, tetapi Kristuslah yang hidup di dalam dirinya (Galatia 2:20). Itulah yang memberi makna sejati pada seluruh kehidupannya, sehingga seluruh pikiran dan perbuatan manusia mempunyai nilai kekekalan.

Hidup dalam Kerajaan Allah bukan berarti pelipat-gandaan dari kenikmatan dunia ini sehingga manusia bisa menikmati segala sesuatu yang selama di dunia ini belum dapat dinikmati. Intisari hidup dalam Kerajaan Allah adalah persekutuan yang sempurna dengan Allah.

Ada lima hal yang dapat diperoleh dalam persekutuan yang sempurna dengan Allah, yaitu :

- Hidup manusia telah mendapatkan makna dan isi yang sejati

- Dalam persekutuan tersebut manusia benar-benar dapat mengenal Allah

- Manusia dapat mengenal kasih yang sejati. Karena Kerajaan Allah adalah Kerajaan Anak yang dikasihi (Kolose 1:13). Di situ iman dan harapan diganti dengan memandang muka dengan muka dan yang tinggal adalah kasih yang sejati (1Korintus 13:12, 13). Kasih itu adalah kasih yang sempurna antara Allah dengan manusia dengan sesamanya.

- Hidup dalam Kerajaan Allah berarti memuji dan memuliakan nama Allah, baik dengan pikiran, perasaan, keinginan, kata-kata dan perbuatan dari seluruh aspek kehidupan manusia.

- Pada akhirnya hidup dalam Kerajaan Allah adalah hidup dalam kebahagiaan sejati dan kekal. Itulah keselamatan yang utuh dan lengkap (Matius 5:3-10).

Keselamatan yang utuh dan lengkap itu bukan hanya meliputi keselamatan rohani saja, tetapi juga keselamatan bagi seluruh keberadaan hidup manusia. Artinya, bahwa keselamatan tersebut betul-betul juga dirasakan oleh aspek kehidupan yang lain, karena Allah menciptakan manusia. Dalam keselamatan itu Allah mengembalikan esensi dan eksistensi manusia sebagai makhluk ciptaan yang secitra dengan Diri-Nya (bdk Kej. 1:26).

Lebih dari itu, keselamatan tersebut tidak bersifat eksklusif, tetapi juga harus disampaikan/ditawarkan kepada seluruh umat manusia. Sebab keselamatan yang demikian itulah yang direncanakan dan dikehendaki Allah serta telah diwujudnyatakan dalam diri manusia Yesus.

Keselamatan yang utuh dan lengkap itu juga meliputi langit dan bumi. Artinya, keselamatan itu tidak hanya diperuntukkan kepada manusia, tetapi juga bagi seluruh tatanan semesta yang akan diperbaharui oleh Allah sendiri. Ini adalah bagian dari keselamatan yang tidak eksklusif tadi. Keselamatan atas manusia juga berarti keselamatan atas semesta, dimana manusia tinggal di dalamnya. Justru dengan keselamatannya semesta itu, berarti semakin lengkap dan utuhlah keselamatan yang dialami manusia. Dengan demikian Allah tidak hanya mengembalikan manusia kepada citranya yang semula, tetapi juga mengembalikan seluruh ciptaan kepada rencana dan kehendak-Nya semula. Dimana Ia menciptakan segala sesuatu itu baik adanya.

2. Menghakimi orang Hidup dan Mati.

Seperti para nabi (mis Maleakhi 4:1 dst) dan juga Yohanes Pembabtis (Matius 3:7-12), Yesus pun mengumumkan pengadilan pada hari akhir pada khotbah-Nya (lih Markus 12:38-40). Dalam peristiwa pengadilan akhir, Yesus yang adalah Messias akan menyingkap tingkah laku dan isi hati yang paling dalam dari setiap orang (bdk. Luk. 12:1-3; 16:19-31). Kehadiran Yesus dalam pengadilan akhir adalah sebagai Hakim, yang mengadili manusia. Pengadilan ini tidak bisa dianggap sebagai pengadilan “balas dendam”, yaitu mengadili mereka yang menolak percaya kepada-Nya atau juga bukan sebagai pengadilan “balas jasa”, bagi umat-Nya karena telah menerima dan percaya kepada-Nya.

Yesus Kristus, adalah Tuhan kehidupan yang kekal. Sebagai Messias Ia mempunyai hak penuh mengadili perbuatan manusia. Ia mendapatkan hak ini melalui kematian-Nya di atas kayu salib. Karena itu, Allah yang adalah Bapa-Nya telah ”menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak” (Yoh. 5:22). Meskipun demikian, ketika Ia datang yang kedua kalinya, bukan semata-mata sebagai Hakim yang siap menghakimi manusia seturut dengan perbuatannya, tetapi justru Ia datang sebagai Juru Selamat (lih Yoh. 3:17). Alkitab dalam melukiskan peristiwa pengadilan tidak menampakkan suasana yang mencekam dimana manusia yang diadili berada dalam suasana ketakutan. Justru, Alkitab melukiskan suasana pengadilan itu sebagai puncak dari kemuliaan Kristus sendiri yang akan memberikan hidup kepada umat-Nya (Yoh. 5:25-26).

e diel

06. TURUN KE DALAM KERAJAAN MAUT, PADA HARI YANG KETIGA BANGKIT DI ANTARA ORANG MATI DAN NAIK KE SURGA

1. Turun ke dalam Kerajaan Maut

Yesus mati karena dosa kita. Ia bersedia mengalami keadaan seperti itu karena, seperti yang dikatakan oleh Paulus, ”mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Galatia 2:20). Artinya, Yesus bersedia mati dengan segala kerelaan hati-Nya demi keselamatan manusia. Lebih jauh lagi, Paulus menyebutkan bahwa Yesus yang sudah mati di kayu salib sekarang, ”.... telah turun ke bagian bumi yang paling bawah”, artinya Yesus telah memasuki dunia kematian (Efesus 4:9). Atau dengan kata lain, Yesus telah mendahului kita memasuki dunia kematian. Dengan memasuki bumi yang paling bawah, Yesus yang telah menderita dan mati, sekarang juga merasakan penderitaan neraka.

Istilah ”turun ke dalam kerajaan maut atau turun ke bumi paling bawah” tidak sama artinya dengan dimakamkan. Dalam kepercayaan Yahudi, dan juga bangsa di Timur Tengah dunia ini dibagi menjadi tiga bagian. Dunia atas adalah dunia untuk Tuhan, dunia tengah adalah dunia untuk manusia dan terakhir, dunia ”bawah” adalah dunia untuk orang mati. Dunia ”bawah” dalam bahasa Ibrani disebut seol, hades atau neraka.

Seharusnya yang memasuki bumi yang paling bawah adalah manusia sendiri sebagai akibat dari dosanya. Tetapi karena Yesus telah ikut ambil bagian dalam hidup manusia, maka Ia pun bersedia ikut merasakan penderitaan neraka. Tidak benar kalau dikatakan bahwa turunnya Yesus ke dunia orang mati atau bumi paling bawah itu bertujuan menyelamatkan atau membebaskan orang-orang yang ada di neraka.

Dalam I Petrus 4:6, memang dijelaskan bahwa, ”.... Injil telah diberitakan kepada orang-orang mati .....” Apa yang telah ditulis dalam surat Petrus ini memang sukar dimengerti. Sebenarnya nats tersebut tidak ada hubungan langsung dengan peristiwa ”turunnya Kristus ke dalam kerajaan maut”. Penulis surat Petrus ingin menjelaskan bahwa dengan turunnya Yesus ke dunia orang mati, menandai bahwa tugas memberitakan Kabar Baik telah berakhir.

Kehadiran Yesus di dunia orang mati bukan sebagai orang yang kalah perang, tetapi sebagai pemenang. Ia memang mati di kayu salib. Di mata bangsa Yahudi, Ia mati sebagai orang yang terkutuk dan hina. Tetapi kematian-Nya bukan sebagai tanda bahwa segala sesuatu telah berakhir. Karya Yesus tidak berakhir ketika Ia sudah mati. Ia mati untuk menang dan kemenangan-Nya dibuktikan dalam menguasai kerajaan maut. Ternyata maut tidak mampu menguasai Dia dan pada hari ketiga, Ia bangkit (keluar) dari dunia orang mati. Ia bangkita karena Ia tidak mungkin tetap berada dalam kuasa maut (lih Kis. 2:24).

2. Pada Hari Ketiga Bangkit dari Antara Orang Mati

Dalam I Korintus 15:4 ditegaskan oleh Paulus bahwa, ”Ia telah dibangkitkan pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci”. Penjelasan Paulus tentang peristiwa kebangkitan pertama-tama menunjukkan bahwa peristiwa kebangkitan Yesus bukan peristiwa alamiah yang luar biasa. Peristiwa itu justru terjadi sesuai dengan karya dan rencana Allah sendiri. Kedua, peristiwa kebangkitan merupakan peristiwa sejarah. Dengan demikian, peristiwa kebangkitan merupakan puncak kebenaran, dimana iman kita kepada Yesus mencapai puncaknya.

Memang ada orang yang berpendapat bahwa ketika dibawa ke makam, Yesus saat itu belum benar-benar mati (mati suri). Ada juga yang berpendapat bahwa peristiwa kebangkitan adalah sekedar dongeng yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Bahkan ada yang berani berkata bahwa peristiwa kebangkitan itu tidak lain hanya khayalan para murid Yesus yang saat itu sedang dalam keadaan takut dan kalut.

Kesaksian Alkitab, memang tidak menceritakan tentang proses kebangkitan. Yang ditulis justru Yesus yang sudah bangkit dan yang beberapa kali menjumpai murid-muridNya. Disini ada beberapa hal yang menarik perhatian, bahwa (1). Yang mengambil inisiatif menjumpai para murid adalah Yesus yang sudah bangkit, (2). Penampakan Yesus selalu dialami sebagai usaha, mengenal kembali diri Yesus (Yohanes 21:12).

Orang pertama yang menjumpai bahwa makam itu sudah kosong adalah para wanita, dalam hal ini Maria Magdalena ddan teman-temanny. Pengalaman mereka ketika berjumpa dengan Yesus yang sudah bangkit merupakan pengalaman yang baru. Mereka, juga murid-murid yang lain memang sempat mengira bahwa Yesus yang sudah bangkit itu hantu (lih Lukas. 24:36-39).

Kebangkitan Yesus pada hari ketiga tidak bisa disamakan dengan kebangkitan Lazarus (Yoh. 11:44) atau pemuda dari Naim (Luk. 7:14-15) atau juga anak Yairus (Mrk. 5:41-42). Mereka yang dibangkitkan dari kematiannya dikembalikan dalam hidup yang fana. Sedangkan Yesus yang sudah bangkit tidak kembali dalam kehidupan yang fana, yaitu hidup yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi Ia memasuki kehidupan dalam kemuliaan surgawi. Dalam surat kepada jemaat Filipi dan Kis. Rasul disebutkan bahwa kebangkitan Yesus merupakan ”peninggian” Dia. (Fil. 2:9; Kis. 2:33; 5:31). Paulus dalam surat Roma menegaskan, ”..... bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia”. Dalam 1Korintus 15:35-50, dijelaskan bahwa Yesus yang sudah bangkit adalah Yesus yang surgawi.

Kebangkitan Yesus dari dunia orang mati tidak hanya untuk memenuhi nubuat para nabi seperti yang tertulis dalam Perjanjian Lama saja, tetapi juga menegaskan keAllahan Yesus. Dalam Yoh. 8:28, Yesus sendiri menegaskan, ”apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, berulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia”.

Melalui peristiwa kebangkitan, manusia memperoleh:

- Pengampunan dosa dan menjadi orang yang benar di hadapan Allah (1Korintus 15:17).

- Kehidupan yang baru, karena manusia yang lama sudah lama disalibkan bersama dengan Kristus (Roma 6:5-6).

- Kehidupan kekal.

Dengan demikian peristiwa Paskah mengandung dua hal yang pokok dalam iman Kristen, yaitu pertama: melalui kematian-Nya Yesus telah menebus dosa manusia dan kedua: melalui kebangkitan-Nya, Yesus telah membuka pintu masuk yang menuju kepada kehidupan yang baru.

3. Naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa

Meskipun hanya singkat saja, penulis Injil Markus mencatat peristiwa kenaikan Tuhan Yesus. Bagi penulis Injil Markus, peristiwa kenaikan ini bukan sekedar peristiwa biasa tetapi sebagai peristiwa yang menandai kekuasaan dan kemuliaan Anak Allah yang adalah Messias. Peristiwa kenaikan tidak bisa dipisahkan dari peristiwa kebangkitan-Nya. Yesus yang bangkit adalah Yesus yang mulia. Dengan kenaikan-Nya, kemuliaan Yesus menjadi semakin nampak.

Peristiwa kebangkitan dan kenaikan bertolak belakang dengan peristiwa penyaliban. Ketika Ia disalib, Yesus disejajarkan dengan penjahat. Di mata bangsa Yahudi, Yesus yang mati tergantung di kayu salib adalah Yesus yang dikutuk oleh Allah (lih. Ul. 21:23). Tetapi kebangkitan dan kenaikan-Nya menunjukkan bahwa Ia bukan yang dikutuk oleh Allah tetapi justru Ia yang diterima oleh Allah. Peristiwa kebangkitan tidak hanya mengubah pandangan para murid yang saat itu sempat kacau pikirannya, tetapi juga mengubah pandangan bangsa-Nya. Dengan kebangkitan dan kenaikan-Nya menjadi jelas bahwa Ia mati bukan sebagai pendosa. Timbul pertanyaan, kalau bukan pendosa, mengapa Ia harus mati? Ia mati justru bukan karena dosa-Nya sendiri tetapi justru karena dosa manusia. Kesetiakawanan atau solidaritas Yesus kepada manusia tidak hanya diwujudkan ketika masih hidup saja, tetapi juga dalam kematian salib.

Kesetiakawanan atau solidaritas Yesus yang dinyatakan sampai dalam kematian juga dinyatakan dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya. Keyakinan itu dengan tepat dirumuskan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus. Paulus menegaskan bahwa, ”...... bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal”.

Yesus yang mulia adalah Yesus yang duduk di sebelah kanan Bapa. ”Duduk di sebelah kanan Bapa” berarti awal dari kekuasaan Yesus sebagai Messias. Dalam peristiwa ini, penglihatan yang diterima Daniel telah menjadi kenyataan (lih. Daniel 7:14). Meskipun Yesus sudah memasuki kemuliaan surgawi dan ”duduk di sebelah kanan Bapa” tidak berarti bahwa tugas-tugasNya telah selesai. Meskipun sudah memasuki kemuliaan surgawi itu dan duduk di sebelah kanan Bapa, Yesus tetap melanjutkan karya-Nya yang meliputi:

- sebagai Kepala Gereja-Nya (Efesus 5:27)

- sebagai Imam atau pengantara yang sejati, yang selalu memohon kepada Bapa demi keselamatan manusia.

- dan yang telah mencurahkan Roh Kudus ke atas umat milik-Nya (lih. Ibrani 9:25)

Ini berarti Yesus Kristus tetap hadir dan berkarya, sebab ”Kerajaan-Nya takkan berakhir”. Bahkan ketika makan Paskah bersama dengan para murid Yesus sudah berpesan bahwa, ”Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu”. Ia yang sudah bangkit dan yang sudah memasuki kemuliaan surgawi yang duduk di sebelah kanan Bapa akan selalu hadir di dalam kehidupan jemaat-Nya. Ia hadir dengan perantaraan Roh Kudus. Pesan Yesus yang disampaikan kepada murid juga berarti suatu panggilan bagi kita selaku umat Tuhan dalam melanjutkan karya Yesus dalam mewujudnyatakan Kerajaan Allah di muka bumi ini.

e shtunë

05. MENDERITA SENGSARA DI BAWAH PEMERINTAHAN PONTIUS PILATUS, DISALIBKAN, MATI DAN DIKUBURKAN.

1. Yang Menderita Sengsara dan disalibkan.

Pada waktu Yesus akan mengawali tugas-Nya, ketika dibaptis oleh Yohanes Pembabtis dari langit terdengar suara, ”Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan” (Matius 3:17). Pernyataan ini merupakan dasar sebelum Ia melakukan kehendak Allah, Sang Bapa. Di hadapan Allah, Yesus bukan sekedar orang yang dipilih tetapi Ia terutama dinyatakan sebagai Anak yang dikasihi. Sebagai Anak yang dikasihi, Ia harus memikul dosa manusia. (Matius 3:17), merupakan penggenapan nubuat nabi Yesaya (Yesaya 42:1), tentang Hamba Tuhan yang harus menderita demi umat manusia. Penderitaan Anak Allah merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keseluruhan karya Yesus.

Kehadiran Yesus di antara bangsa-Nya tidak selalu mendapatkan sambutan yang layak. Para ahli Taurat, kaum Farisi dan Saduki sering merasa cemburu setelah melihat penampilan Yesus di antara bangsa Yahudi. Oleh sebab itu mereka bersekongkol untuk menyingkirkan Yesus. Perumpaan tentang para penggarap kebun anggur merupakan gambaran tentang usaha penolakan manusia terhadap kehendak Allah (Matius 21:33-46; Markus 12:1-12; Lukas 20:9-19). Mereka juga mencoba menjebak Yesus dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan Dia supaya bisa mendapatkan alasan yang kuat untuk menyingkirkan Dia. Misalnya pertanyaan tentang hari Sabat (Matius 12:9-15; Markus 3:1-16; Lukas 6:6-11). Namun Yesus selalu bisa ”menghindar”.

Mereka baru bisa menangkap Yesus setelah satu dari murid-Nya yang bernama Yudas menjual Dia kepada para imam. Ketika diadili di depan pengadilan agama Yahudi. Ia dituduh menghujat nama Allah. Menurut hukum agama Yahudi, seorang penghujat patut dihukum mati. Tetapi sebenarnya tuduhan yang ditujukan kepada Yesus merupakan rekayasa mereka sendiri.

Karena saat itu bangsa Yahudi di bawah kekaisaran Romawi, maka hukuman mati yang sudah dijatuhkan oleh pengadilan agama harus disyahkan oleh wakil pemerintah Romawi. Dibawalah Yesus kepada Pontius Pilatus, wakil pemerintah Roma di Yahudi. Menurut hukum Romawi, Yesus tidak bersalah dan harus dibebaska. Tetapi karena bangsa Yahudi terus mendesak dan mengancam akan melaporkan kepada kaisar Roma, akhirnya Pilatus menyerahkan Yesus untuk disalibkan.

Menurut tradisi Yahudi, seorang yang dihukum mati dengan cara disalib atau digantung adalah orang yang dikutuk oleh Allah (Ulangan 21:23). Dengan cara yang demikian, Yesus, yang adalah Anak Allah telah direndahkan sedemikian rupa sehingga menjadi sama dengan orang yang terkutuk. Orang yang dihukum salib, disamping sangat menderita, dari segi sosiologisnya, ia kehilangan segala kehormatan dan penghargaan dalam masyarakat.

Beratnya penderitaan salib juga bisa dilihat dari kesaksian Injil Matius dan Markus. Secara khusus mereka menyebutkan bahwa ketika Yesus di atas kayu salib, para prajurit menyodorkan minuman ”anggur yang dicampur empedu”. Sebenarnya minuman ini dimaksudkan untuk mengurangi penderitaan, atau sebagai ”obat penenang” (Matius 27:34; Markus 15:23). Padahal yang seharusnya menanggung penderitaan seperti itu adalah kita semua, manusia yang berdosa. Tetapi Allah tahu bahwa manusia tidak akan mampu menanggung penderitaan akibat dosanya. Maka dengan perantaraan Yesus, Allah berkenan menanggung penderitaan akibat dosa melalui peristiwa penyaliban Yesus. Dengan demikian penderitaan Yesus merupakan korban tebusan bagi orang banyak (Markus 10:45).

--

Markus 10:45 mengatakan, ”Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”. Istilah tebusan sebenarnya berasal dari dunia pegadaian. Dalam Perjanjian Lama istilah ini dipakai sebagai uang pembebasan bagi budak. Di Israel ada hukum yang mewajibkan seseorang membayar tebusan bagi saudaranya yang kebetulan menjadi budak. Kalau Yesus sekarang disebut sebagai tebusan tidak berarti bahwa Ia saat itu diserahkan kepada iblis, sebagai uang tebusan bagi manusia yang selama ini menjadi budak iblis.

--

2. Kematian

Karena tidak sanggup memenuhi Hukum Allah, maka manusia layak menerima hukuman dari Allah. Namun, karena kasih-Nya, maka Allah mengutus Anak-Nya untuk memikul beban yang seharusnya dipikul oleh manusia.

Sama seperti manusia yang lain, Yesus juga memiliki rasa takut menjelang memasuki masa penderitaan (Lukas 22:44). Namun demikian Ia tetap setia kepada Allah, Sang Bapa yang telah mengutus-Nya. Perasaan takut yang menguasai Yesus mencapai puncaknya ketika berada di taman Getsemani. Beratnya pergumulan nampak jelas ketika Ia mengeluarkan keringat yang bercampur darah. Demikian juga ketika sedang berdoa, Ia tidak berdoa dengan cara duduk seperti yang biasa kita lakukan tetapi dengan cara bertelungkup/bertiarap (Markus 14:32-42). Di dalam doa-Nya, Yesus seakan-akan berusaha untuk meyakinkan kehendak Allah. Yesus berdoa sampai tiga kali. Tiga kali pula Ia mengajukan pertanyaan kepada Allah dalam doa-Nya, ”Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Matius 26:36-46, Markus 14:32-42; Lukas 22:39-46). Sedangkan ketiga murid Yesus yang menyertai di taman Getsemani tidak mengetahui pergumulan Yesus. Mereka tertidur selama Yesus berdoa, seakan-akan tidak mau tahu dengan apa yang terjadi pada diri Yesus. Akhirnya, Yesus bersedia menyambut ”cawan” murka Allah dan meminumnya dengan sukacita.

Dari sudut sejarah, kematian Yesus di kayu salib memang bisa diartikan sebagai pembunuhan. Tetapi jika dipandang dari sudut iman, Paulus dengan jelas mengartikan bahwa peristiwa salib adalah peristiwa pengampunan dosa (lih. Galatia 1:4; Roma 8:9; juga 2Korintus 5:21).

--

Kematian Yesus di atas kayu salib memang tidak bisa dianggap sebagai peristiwa yang terjadi karena kehendak manusia saja. Memang ada kesan kuat bahwa Pilatus membiarkan Yesus disalibkan oleh bangsa-Nya. Sebagai wakil dari pemerintah Romaawi, Pilatus sebenarnya mempunyai wewenang untuk membebaskan Yesus. Sebab dalam hukum kekaisaran Romawi tidak tercantum pasal tentang penghujatan nama Allah. Kalau pada akhirnyaa Pilatus menyerahkan Yesus untuk disalib merupakan keputusan yang bersifat politis, yaitu dengan tuduhan bahwa Ia adalah Raja orang Yahudi.

Sebenarnya tuduhan sebagai Raja orang Yahudi ini bukan tuduhan resmi dari Pilatus, tetapi justru dari pengadilan agama Yahudi. Imam besar bertanya kepada Yesus, ”Apakah Engkau Mesias? (Matius 26:36 dst), artinya ”raja Israel” (Markus 15:30). Gelar ”Mesias” mempunyai arti ganda, arti keagamaan dan arti politik.

--

Terlepas dari proses pengadilan yang berlangsung saat itu, kematian Yesus dengan cara disalib sudah dinubuatkan sejak jaman nabi-nabi. Dalam Yesaya 53:11, dengan tegas disebutkan, ” ... dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan orang banyak ....”. Ini merupakan rahasia penderitaan Yesus yang membuahkan kemerdekaan bagi manusia dari perbudakan dosa.

Yesus yang di satu pihak diakui sebagai Allah benar dari Allah benar selama di dunia tampil bukan lagi sebagai Allah, melainkan sebagai manusia (lih. Ibrani 4:15; 2:14). Allah Sang Bapa sendiri yang ”membuat” Kristus harus mengalami nasib sebagai orang yang berdosa, yaitu mati di atas salib. Bahwa kematian Yesus di kayu salib yang sungguh sama dengan kematian manusia yang berdosa merupakan puncak dari kesetiakawanan-Nya atau solidaritas-Nya kepada manusia.

Dengan tepat Alkitab telah melukiskan arti kematian Yesus sebagai umat manusia seperti yang tertulis dalam 1Petrus 1:18-19, ”Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat”. Berarti kematian Yesus di kayu salib demi pengampunan dosa manusia. Ia tidak hanya mati seperti penjahat tetapi sebagai anak domba yang dikorbankan dalam korban penebusan. Ini merupakan anugerah yang terbesar yang dinyatakan oleh Allah kepada manusia, yaitu bahwa dengan perantaraan kematian Kristus, Allah berkenan mengampuni dan menyelamatkan manusia dari maut.

Peristiwa salib juga menunjukkan adanya kesamaan dengan kematian manusia pada umumnya. Tetapi kesamaan ini tidak merusak hubungannya yang istimewa dengan Allah. Pada saat disalib, memang Yesus sempat berteriak, ”Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku”. (Markus 15:34), tetapi seruan Yesus ini tidak bisa diartikan bahwa hubungan yang istimewa dengan Allah pada saat itu terputus. Peristiwa salib merupakan puncak ketaatan Yesus kepada Allah, Sang Bapa. Dan Ia mati bukan karena telah ditinggalkan oleh Allah. Dalam Kisah Para Rasul 2:24 dijelaskan bahwa ”tidak mungkin bahwa Ia tetap berada dalam kuasa maut”. Berarti Allah tetap menyertai Dia sampai memasuki kematian-Nya.

Setelah Yesus mati, kemudian diturunkan dari salib dan dimakamkan. Yang memakamkan Yesus ialah Yusuf dari Arimatea dan menurut Injil Yohanes (Yohanes 19:29) dibantu oleh Nikodemus.

Doa Untuk Anda

Apakah Anda Ingin mendapat kiriman text Doa-Satu-Menit setiap hari ? Kirim Email Kosong ke : doa-satu-menit-subscribe@yahoo.com
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Matius 6:33)

Jika Kamu di Surabaya, Stay Tuned at

  • Bahtera Yuda at 96.4 MHz
  • Bethany FM at 93.8 MHz
  • Nafiri FM at 107.10 MHz

Firman Tuhan Untuk Anda

"Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." (Yohanes 6:51)




Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. (Yohanes 10:14-15)




“Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6)




Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya" (Yohanes 11:25-26)




Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. (Yohanes 15:16)




“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakan lah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:6-7)




-----000000------00000------00000---------